05. IS : Perubahan Sikap

606 24 0
                                    

Tak bisa dipungkiri, ternyata mereka berdua ditakdirkan bersama. Gadis yang dinikahi Zain ialah Alisa, pembantu baru yang hilang tanpa sebab itu. Kini mereka sudah sah menjadi pasangan suami-istri.

Pagi hari tadi para bodyguard Maya telah berhasil membawa Zain. Awalnya Zain tidak tahu siapa gadis yang akan dia nikahi.

Setelah mengetahui bahwa gadis tersebut Alisa, ia tetap tidak ingin menikahi gadis itu. Namun dengan terpaksa, ia harus menuruti perintah mamanya agar tak tercoret dalam daftar ahli waris.

Di rumah keluarga Zain, tepatnya di ruang makan. Alisa menyiapkan masakan untuk semua orang. Di sana ada Maya dan juga Zea, tetapi Zain? Laki-laki itu tidak keluar kamar semenjak tadi sepulang dari kantor KUA.

"Di mana suamimu, Nak?" Maya bertanya sambil memandangi menantu barunya itu.

"D-dia ada di kamarnya, Nyonya."

"Nak, panggil saja aku mama."

Alisa mengangguk sambil berkata, "Iya, Mama."

"Hm, yasudah panggil suamimu itu untuk makan malam."

Alisa mengangguk, memutar badan dan beranjak memanggil Zain yang berada di kamar. Belum sempat menaiki anak tangga, Alisa berpapasan dengan Zain di anak tangga pertama, pria itu tetap berjalan tanpa menatap ke arah Alisa.

"Tuan mau kemana?" Zain berhenti saat Alisa melontarkan kalimat tanya. Pria itu hanya meliriknya sekilas, lalu melangkahkan kembali kakinya menuju pintu depan.

"Zain, kau mau kemana malam-malam begini?" Maya yang melihat hal itu pun angkat bicara.

"Zain mau menemui Luna sebentar, Ma."

"Zain, kau ini sudah memiliki istri. Jadi jangan menemui wanita matre itu."

"Jaga bicara mama. Luna bukan wanita matre, justru menantu mama itu yang matre."

"Zain?!" bentak Maya.

Namun Zain tidak menggubrisnya, ia bersikeras untuk keluar menemui kekasihnya itu.

"Aku tidak tahu, kenapa sikapnya menjadi berubah. Dia bahkan belum bicara sepatah kata pun denganku sejak kami menikah," batin Alisa, gadis itu mencoba menahan air mata yang sempat akan keluar dari sudut matanya.

Entah kenapa hati gadis itu juga berubah seketika. Bukannya dari dulu gadis itu tidak menyukai pria itu? Tetapi, setelah menikah rasanya berbeda. Baru kali ini Alisa merasakan sakitnya diabaikan, ditambah lagi suaminya pergi tanpa pamit pada dirinya yang kini sudah menjadi istri sah seorang Zain Aditama.

Maya menoleh ke arah Alisa. "Nak, kau tidak apa-apa?"

Alisa menggeleng, mencoba menyembunyikan kesedihannya. "Iya, aku tidak apa-apa, Ma."

"Zain pasti hanya keluar sebentar, nanti juga pasti pulang. Kita lanjutkan saja makan malamnya." Maya melanjutkan makan.

"Sudahlah, Zea tahu kau pasti sedih kan?" timpal Zea.

"Zea, panggil dia dengan sebutan kakak. Dia itu kakak iparmu, lagian umurnya juga lebih tua darimu 'kan?" seru Maya.

Kini hanya ada suara dentuman sendok yang terkena piring. Hanya ada tiga orang, tak lama kemudian Zea selesai makan malam dan beranjak dari tempat duduk menuju kamarnya untuk tidur. Sedangkan Maya wanita paruh baya itu membantu Alisa membereskan piring-piring.

"Udahlah, Ma, biar Alisa saja yang membereskannya. Mama pergi tidur saja."

"Apa kau tidak apa-apa mama tinggal sendirian?"

"Tidak, Ma." Maya pun meninggalkan Alisa yang masih berkutat dengan piring-piring kotor, dan sisa-sisa makanan.

Gadis itu mencuci piring kotor dan juga beberapa gelas yang tertumpuk di atas wastafel. Setelah selesai ia pun masuk ke kamar bernuansa hitam putih itu, kamar itu adalah kamar Zain. Tetapi sekarang, kamar itu sudah menjadi milik Alisa juga tentunya.

Tubuhnya terasa lelah, gadis itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang king size milik Zain. Eh, milik mereka berdua. Tak terasa, gadis itu sudah menutup kedua matanya, tidurnya begitu pulas.

Tiga jam berlalu, Zain pulang dan memasuki kamarnya. Matanya tertuju pada seorang gadis yang sedang tertidur pulas di ranjangnya. Laki-laki itu berjalan mendekati gadis tersebut.

"Bangun! Siapa yang menyuruhmu tidur di kasurku, hah?!" Zain berteriak, seketika Alisa kaget dan terbangun dari tidurnya.

"T-tuan sudah pulang? M-maaf, aku tidak sengaja ketiduran tadi." Alisa menunduk, tidak berani menatap suaminya.

Salah satu sudut bibir Zain terangkat ke atas, pria itu tersenyum smirk. Zain mengambil satu bantal yang berada di belakang Alisa, melemparnya ke lantai dengan santainya.

"Kau bisa tidur di sana." Zain berucap sambil melirik sekilas ke arah bantal yang ia lempar ke lantai tadi.

"Minggir! Aku lelah, aku mau tidur."

Zain mendorong bahu Alisa, gadis itu pun berdiri, beranjak mengambil bantal tersebut dan menidurkan dirinya di atas lantai. Sedangkan Zain, pria itu sudah merebahkan badannya di atas ranjang.

Di kamar Zain tidak ada sofa sama sekali. Jadi, jika tidak ingin tidur seranjang, salah satu dari mereka harus terpaksa tidur lantai. Dua jam setelahnya, tiba-tiba Zain terbangun. Diliriknya jam weker digital di atas nakas yang masih menujukkan jam setengah dua pagi. Tanpa rasa bersalah, Zain pun melanjutkan tidurnya kembali.

Lima menit berlalu, tanpa berpikir panjang laki-laki itu turun dari ranjang, mendekati gadis yang sedang tertidur membelakanginya itu. Tanpa aba-aba, Zain langsung mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya ke ranjang, merebahkan tubuh gadis itu yang sekarang berstasus sebagai istri sahnya.

"Menyebalkan!"

Bukan karena kasihan atau apa, tapi laki-laki itu takut jika mamanya mengetahui hal tersebut akan marah, bahkan beberapa jam yang lalu Zain sudah bertengkar dengan mamanya. Secara 'kan yang namanya suami istri harus tidur seranjang.

Laki-laki itu memilih untuk keluar mencari udara segar. Mungkin, setelah kembali dari mencari udara ia tidak akan kembali ke kamar, melainkan ke ruangan kerjanya. Zain menaruh bantal di samping Alisa sebelum akhirnya ia pergi keluar.

Hari sudah berganti pagi, burung-burung berkicauan satu sama lain. Alisa sedang berkutat di dapur, tapi hari ini dia sudah tidak sendiri. Semua pembantu sudah kembali bekerja ke rumah besar itu. Semalam Maya sudah meminta agar seluruh pembantu mulai bekerja lagi.

Usai memasak, Alisa menyajikan masakannya dan dibantu oleh beberapa pembantu. Dan lama setelah itu, Maya turun dari lantai atas bersama Zea, gadis itu sudah rapi memakai seragam.

"Pagi, kamu rajin banget sih, Nak. Jam segini sudah menyiapkan sarapan," ujar Maya seraya mendudukkan bokongnya di salah satu kursi makan.

"Pagi, Ma, Zea. Iya, Ma. Lagian ini bukan Alisa sendiri yang buat, Bi Minah juga. Dan Santi juga membantuku." Alisa menunjuk Santi-salah satu pembantu.

"Oh, iya. Di mana suami kamu?" tanya Maya sambil melirik ke arah Alisa.

"A-aku tidak tahu, Ma. Semalam aku ti-" Ucapan Alisa terpotong.

"Tidak, aku tidak bisa memberitahu mama soal aku dan Tuan Zain yang tidak tidur dalam seranjang," batin Alisa.

"Semalam apa?"

Ucapan Maya membuyarkan lamunan Alisa.

"I-tu, Ma. Anu-" Alisa tidak tahu harus menjawab apa.

"Sayang, kau ada di mana?"

Bersambung....

16 April 2022
alyafzyh_

IM SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang