06. IS : Rumah Baru

497 15 0
                                    

"I-tu, Ma. Anu-" Alisa tidak tahu harus menjawab apa.

"Sayang, kau ada di mana?"

Suara seseorang yang sedang menuruni anak tangga, mengalihkan semua pandangan. Kini, pandangan tertuju pada lelaki berkemeja putih yang sedang menerapkan kancing lengan kemejanya.

Alisa tersentak kaget mendengar ucapan laki-laki itu barusan, alisnya terangkat. Apa tadi dia bilang, Sayang? Sejak kapan Zain memanggilnya dengan sebutan itu.

"Oh, ternyata kamu di sini. Aku mencarimu kemana-mana." Zain menatap sekilas wajah istrinya itu, lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Zea.

"Kok kamu bengong sih, Sayang? Kamu kenapa? Lagi tidak enak badan, ya?"

Lagi-lagi pria itu membuat Alisa terdiam seribu bahasa. Gadis itu tak percaya jika suaminya memanggilnya dengan sebutan 'sayang'

"Nak, kau kenapa?"

Sentuhan tangan Maya membuyarkan lamunan Alisa.

"Ah iya, Ma."

"Aku sama sekali tidak sakit kok. Aku baik-baik saja," lanjutnya.

"Syukurlah kalau begitu."

"Kalau gitu, kapan istriku yang cantik ini menyajikan sarapan buat suaminya yang ganteng ini? Jangan buat suamimu ini mati kelaparan, Sayang."

"I-iya." Gadis itu pun mengambilkan sarapan buat Zain. Sedangkan laki-laki itu tersenyum kecut setelah mengucapkan kata-kata tadi.

Usai sarapan, Zain menyuruh Alisa untuk mengambilkan jasnya di dalam kamar.

"Ini tuan jasnya," ucap Alisa sambil menyodorkan jas milik suaminya.

"Apa tadi kamu bilang, Nak? Tuan? Kenapa kau memanggil suamimu dengan sebutan tuan?" tanya Maya.

"Setelah ini jangan menyebutnya dengan sebutan itu. Panggil dia dengan sebutan, Mas. Kau mengerti?"

Alisa hanya mengangguk.

"Oh ya. Beresi semua barang-barangmu dan barangku. Setelah aku pulang dari kantor, kita akan pindah. Kita tinggal di rumah baruku saja. Kau mengerti, Sayang? Kau bisa meminta pada Bi Minah atau pembantu lain untuk membantumu beres-beres."

"Zain, kenapa kau ingin pindah? Ini juga rumahmu 'kan? Kau bisa tinggal di sini sampai kapan pun itu," tukas Maya.

"Tidak, Ma. Kita kan sudah menikah. Zain hanya ingin tinggal berdua saja sama Alisa. Lagian kan kami baru saja kenal. Ya ... biar kita ini bisa lebih dekat gitu, ma. Boleh kan, ma?"

"Sepertinya Zain perlahan mulai berubah. Dia berkata benar, aku harus bolehin mereka tinggal berdua saja, agar mereka bisa saling cinta. Dan Zain bisa melupakan wanita ular itu," batin Maya.

"Iya, boleh. Asalkan kamu jangan buat istri kamu menderita. Kau harus mencukupi kebutuhannya, ya. Kau harus jadi laki-laki yang bertanggung jawab."

Zain hanya berdehem.

"Kau pikir setelah pindah dan kita tinggal berdua saja aku akan mencintaimu? Itu salah besar! Justru jika kita tidak tinggal serumah dengan mama. Aku lebih leluasa membuatmu menderita tanpa harus terlihat ataupun didengar oleh mama," batin Zain menatap Alisa tajam sambil tersenyum licik. Sedangkan gadis yang ditatap sedang berbicara dengan ibunya.

"Jangan berharap kau bisa menjadi istri seorang Zain Aditya Raharja," batinnya.

Sore harinya Zain dan Alisa sudah sampai di depan pintu rumah baru mereka. Rumah tersebut memang tak sebesar rumah orang tua Zain, rumah yang akan mereka huni itu terlihat minimalis dan elegan. Dilihat dari furnitur-furtinurnya saja, sudah pasti harganya sangat mahal.

IM SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang