24.💮

698 50 26
                                    

Zelin dengan tetap santai memakan, makanannya yang diambil tadi di acara pernikahannya. Padahal Tia sedang mengomelinya sejak masuk ke dalam kamarnya, lagi.

"Kamu ini Bunda bilang kok malah santai gitu sih!? Mana makan lagi," omel Tia membuat Zelin mendongak.

Piring bekas makannya di letakkan terlebih dahulu di nakas sampingnya. "Zelin udah nikah Bunda?"

Tia terdiam, ia baru menyadari fakta itu padahal tadi ia mengikuti langsung acara akad. Tia menatap teduh mata Zelin yang menatapnya dengan lugu.

"Selamat ya, Sayang. Sekarang kamu sudah menjadi istri dar—" Tia mengedipkan dua kali, hampir keceplosan.

Namun Zelin kurang memperhatikan apa yang di ucapkan Tia, ia terfokus saat Tia mengatakan jika ia sudah menikah. "Kok nikah sih, Bund?"

Tia mengubah mimik wajahnya menjadi lebih riflek saat Zelin tidak menanyakan mengapa ucapannya di gantung.

"Bisa dong, kamu kira dengan kamu mengurung di kamar, kamu ngak bisa nikah gitu? Hahaha ngak bisa stay," ejek Tia.

"Ish Mak! Aku serius, kok bisa nikah? Sah ngak nikahnya? Pasti ngak, kan aku ngak ada," enteng bersedekap dada.

"Kalau ngak sah, ngapain Bunda bilang selamat, Sayang." Tia terkekeh melihat wajah terkejut Zelin.

"Gini ya, Sayang. Bunda pikir juga gitu tadinya, Bunda gedor gedor biar kamu bangun tapi gobloknya perangkat kedap suaranya kayaknya kamu aktifin. Trus ayah kamu datang dan bilang, ngak papa kamu ngak ikut acara akad nikah yang penting suami kamu ngucap ijab kobul," jelas Tia.

"Yah ... jadi percuma kalau aku tidur sampai sesiang ini?" Keluh Zelin merosotkan bahunya.

"Percuma banget sih, yaudah sekarang kamu mandi gih setelah itu nanti Bunda bantuin make up. Kalau manggil tukang make up keburu pulang para tamunya," titah Tia menepuk pelan bahu Zelin.

"Mak ngak mau nikah! Zelin mau kebebasan, Zelin ngak mau nanti di kekang sama suami," rengek Zelin di lengan Tia.

"Udah terjadi, sekarang terima saja. Lagipula suami kamu tidak akan mengekang kamu jika itu baik untuk diri kamu sendiri," jelas Tia.

"Ya tapikan, Mak—"

"Sudah jangan banyak ngomong, buruan mandi atau mau Bunda mandiin?" Tawar Tia yang jelas tidak akan pernah di terima oleh Zelin.

"Memangnya aku bayi, di mandiin," gerutu Zelin sembari mengambil baju handuk warna merah menyala.

Tia pergi ke ruang ganti untuk mengambil baju akad nikah, baju akad dengan umumnya wara putih itu terlihat elegan di mata Tia.

Baju panjang dengan renda-renda bagian belahan itu menambah kesan cantik, Setelah meletakkan gaun, Tia kembali untuk mengambil krudung putih yang sama dengan warna gaun.

Awalanya Zelin menolak karena pasti keluarganya tidak ada yang memakai krudung, namun karena Tia mendesaknya terus menerus membuat Zelin pasrah juga akhirnya.

Tok ... tok ... tok ...

Tia menoleh lalu membuka pintu itu. "Bunda mau masuk,"

"Yaudah masuk aja, tapi kamu udah makan belum?" Tanya Tia mempersilahkan sahabat perempuan Zelin dengan senang hati.

Gadis dengan gaun ungu terong itu menggeleng pelan, "nanti aja, Bunda."

Ceklek

"Wah seksi sekali, pasti kak Ardan langsung klepek klepek kalau lihat lo kayak gini," entah itu pujian atau ejekan Zelin tidak memperdulikan itu.

ZELIN untuk ARDAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang