Zelin menatap pantulan dirinya sendiri di depan cermin raksasa itu. Seragam dan kebutuhan sekolah sudah melekat ditubuh mungilnya.
Untuk Ardan suaminya masih berganti pakaian, di samping ruangannya. Beberapa detik baru keluar dengan pakaian biasa.
"Ngak kerja?" Tanya Zelin.
"Ini kerja,"
"Kok pakek baju biasa, memangnya kerja apa?" Tanya Zelin bingung.
"Kerja nguli, memangnya nguli harus berpakaian gimana?" Jawab Ardan terkekeh kecil.
"Aku serius, kak," sebal Zelin.
"Nanti juga tau sendiri, udah ayok sekarang sarapan dulu baru aku anter ke sekolah," Ardan menarik pinggang Zelin membuat gadis itu sedikit malu.
"A-aku bisa berangkat sendiri," tolak halusnya.
"Kenapa? Ngak suka kalau aku anter?"
"Bukan gitu, jangan suka ngambil kesimpulan sepihak gitu ih!" Kesal Zelin memukul lengan Ardan pelan.
"Trus?"
"Ngak ada alasan khusus sih, tapi pengen berangkat sendiri pakek montor," cengir Zelin.
Ardan mengeleng keras. "Kamu udah jadi tanggung jawab aku, pulang berangkat harus aku yang nganter ngak boleh nolak, boleh berangkat sendiri kalau aku ngak bisa nganter itupun naik mobil di supiran juga,"
"Yah sama saja dong," keluh Zelin.
Ardan tidak menanggapi keluhan Zelin, ia membuka pintu yang langsung menunjukkan suasana pagi hari di rumah keluarga Nino.
"Assalamualaikum," ucap Ardan.
"Pagi," ucap Zelin.
"Waalailumsalam," jawab empat orang yang duduk di meja makan.
"Pagi!" Ulang Zelin lebih keras.
"Pagi," sahut semuanya.
"Kamu ini udah nikah tapi kelakuan tetep kayak dulu," omel Tia.
"Memangnya harus berubah kayak utramen gitu? Nikah itu ngubah status bukan sifat atau kelakuan," ucap Zelin tidak mau kalah.
"Zelin, ngak boleh ngejawab kalau ditegur orang tua," tutur Ardan membuat Tia tertawa kecil sedangkan Zelin mendengus kesal.
"Dengerin tuh," Nino menggeleng kecil melihat tingkah keduanya. "Tia."
Mereka melaksanakan sarapan dengan santai, Zelin sebagai istri yang baik, cantik dan tidak sombong mengambilkan makanan untuk Ardan yang akan di letakkan di depannya.
Suara deringan ponsel milik Ardan mengalihkan perhatian semuanya, membuat Ardan kundur sebentar.
"Bunda, jangan kangen ya kalau besok aku ngak ada di sini," ucap Zelin sambil memakan roti yang sudah dilepaskan pinggirannya.
"Memangnya kamu mau kemana?" Tanya Tia bingung.
"Besok aku kerumah, Mama, seminggu. Kak Ardan ngak bilang kalau aku sama dia bakal tinggal selang seling?" Tanya Zelin menatap setengah penasaran.
"Oh ... ngak tau lupa tapi kayaknya pernah bilang. Nanti kalau di sana jangan ngerepotin dan bantu bantu juga. Biar ngak bikin malu, Bunda," nasehat Tia.
"Kalau masalah itu gampang, kata kak Ardan, Mama, udah tahu sifat sifat aku yang cuma bisa nambah beban, jadi mama ngak bakal kaget lagi," cengir lebar Zerin tanpa dosa.
"Hadeh kamu ini," guman Tia menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.
"Maaf semua, aku ngak bisa ikut sarapan bareng karena ada urusan mendadak jadi harus buru buru pergi," ucap Ardan baru kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELIN untuk ARDAN ✔
قصص عامةFOLLOW DULU BARU BACA!! "Zelin ngak mau nikah Mak!! Jangan paksa Zelin atau Zelin bakal loncat!!" Ancam Zelin memegang erat erat pinggiran pembatas rooftop. "Loncat aja kalau berani. Bunda juga bakal ringan bagi harta gono gini ngak perlu dibagi," k...