Zelin dan Bintang sudah menghabiskan waktu bersama kurang lebih satu setengah jam. Itu belum termasuk, tujuan Bintang mengajak Zelin datang.
Masalah perasaan, Bintang masih memikirkannya nanti. Perasaaan yang membuatnya dilema besar.
Berkat duduk berdua di sini, mereka lebih dekat lagi dan tidak canggung dalam bicara. Zelin sudah membuka jati dirinya sendiri.
"Ayo pulang, udah mulai sore. Gue harus ada di rumah sebelum dia datang," kata Zelin mengajak Bintang segera pergi.
Bintang mengangguk pelan, mengambil kunci mobil di atas meja dan mengikuti Zelin dari belakang.
Zelin berhenti sebentar sambil menatap arah meja kasir. Zelin tersenyum penuh arti. Bintang mengatakan agar Zelin cepat berjalan.
Setelah sampai, Zelin menumpu sikuan tangan di meja kasir sambil memandang rendah segerombolan remaja di lampu merah.
"Eh ketemu lagi, ada apa kok belum kelar bayarnya?" Tanya kalem Zelin.
Zelin mengatakan demikian karena melihat mbak kasir terlihat menunggu mereka. Sedangkan mereka menatap uangnya sendiri.
Sedangkan segerombolan itu terkejut melihat Zelin tiba tiba ada dihadapannya. "Kami sedang menghitung uang," ketus remaja 2.
Zelin melirik yang di genggam oleh mereka. "Aduduh ... ngitung? Malu sama montor, pakek yang metic tapi duitnya receh. Kayak gue nih, Supra tapi lembaran merah,"
Dengan gaya sombong Zelin mengambil uang merah di dompetnya dengan melebarkan tempat uang yang di tata rapi. Menunjukkan seberapa banyak uang didalamnya.
"Ngak usah, gue kan yang ngajak lo," kata Bintang menutup dompet Zelin dan memundurkannya.
Bintang menyodorkan kartu ATM nya di tengah keduanya. "Sekalian punya adek ini juga ya, mbak." Kata Bintang melirik segerombolan itu.
"Baik, mas. Tunggu sebentar,"
"Terima kasih, kak. Kakak baik banget ngak kayak yang itu," ucapnya menekan kata yang dicetak miring.
"Ngak masalah, gue udah biasa ngebantuin orang yang sok sok an kek begini." Bintang memberi senyum singkat sebelum menarik tangan Zelin.
Kartunya tentu dimasukan kembali kedalam dompet, lagi.
Bintang melepaskan tangan Zelin, saat berhenti di samping mobilnya. "Lo tadi naik Supra?"
"Hm, montor lain pada ngak ada trus kalau mobil, gue kurang suka. Tinggal montor tuh doang," jawabnya menunjuk sepedah montornya yang disandarkan di pohon rambutan.
Bintang hanya bisa menganga melihat sepedah montor yang hampir nylungsep. Kenapa tidak ditaruh di tempat parkiran?
"Montor orang lu taruh sembarang. Nanti ada yang rusak disuruh ganti rugi lo," ucap Bintang memperingati Zelin.
"Yaelah santai aja kali. Itu montor juga ayah gue yang beliin buat rumah orang belakang. Kalau ada apa apa, ayah juga yang ganti," sahut Zelin mengentengkan.
"Btw gue pergi duluan ya. Takutnya dia sampai di rumah sebelum gue," pamit Zelin melihat jam di pergelangannya.
"Baiklah, gue juga cabut. Sampai ketemu lagi," ucap Bintang mengahiri pertemuannya.
Zelin pergi kearah montornya sedangkan Bintang mobil. Zelin mengalakan montornya yang tidak di stater. Untung pakek celana.
Menekan bel tanda duluan pada Bintang yang dibalas juga.
Zelin mengendarai dengan kecepetan rata rata namun saat lampu hijau menyala, Zelin buru buru mengegas kencang.
"Yah ngak sampai," desahnya melihat lampu merah padahal tinggal dikit lagi sampai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELIN untuk ARDAN ✔
Ficción GeneralFOLLOW DULU BARU BACA!! "Zelin ngak mau nikah Mak!! Jangan paksa Zelin atau Zelin bakal loncat!!" Ancam Zelin memegang erat erat pinggiran pembatas rooftop. "Loncat aja kalau berani. Bunda juga bakal ringan bagi harta gono gini ngak perlu dibagi," k...