Zelin termenung dalam kelas yang hanya terdengar suara guru mengajar. Otaknya telah melayang memikirkan pembicaraannya kemarin dengan Tia.
Pernikahan bukan masalah sepele baginya, bahkan Zelin bertekat hanya menikah sekali dalam seumur hidup. Jika begitu, butuh pemikiran matang-matang agar tidak salah memilih.
Tapi di sisi lain, ini adalah pilihan orang tua bahwasanya Zelin sangat percaya jika orang tua berkata pasti itu yang terbaik untuknya.
"Lo masih kepikiran sama omongan Bunda?" Tanya Azizah melihat sejak tadi Zelin diam.
Tadi pagi Zelin bercerita tentang hal perjodohan dengan Azizah, mungkin bisa mengurai beban pikirannya.
"Hm, gue bingung."
"Kalau gue boleh kasih saran. Mending lo terima perjodohan ini, bunda lo ngak mungkin salah nerima orang buat jadi suami lo. Gue juga masih inget lo itu punya prinsip ngak bakal bisa nolak keinginan dari orang tua lo, apalagi bunda," ucap Azizah.
Dia mengerti kebimbangan yang di sebabkan Zelin, di umur yang baru saja boleh mendapat SIM itu malah di suruh nikah. Padahal Zelin anak yang ingin bebas sebelum dewasa.
"Ngak ada pilihan, kan?" Zelin menengkurapkan wajahnya di lipatan tangan. Lebih baik tidur daripada pusing memikirkan hal yang akan tetap terjadi sekalipun Zelin menolak.
"Jangan ada yang berdoa sebelum semuanya selesai," titah bu Dina membuat semua siswa saling pandang kemudian menatap bangku Zelin.
"Len! Bangun woi, kalau tidur nanti aja di rumah. Kita juga mau pulang kalik!" Pekik Brian membuat Zelin mendongak terkejut.
"Eh maaf," Zelin langsung merapikan buku dan alat tulisnya lalu duduk rapi dan memberikan senyum pada beberapa siswa yang masih menatapnya.
"Ayo, silahkan ketua kelas memimpin doa," ucap bu Dina. "Di tempat duduk, siap grak! Berdoa mulai!"
Semua murid menunduk agar kusyuk dalam doa, namun seperti pada umumnya pasti ada yang buru-buru. Dalam hitungan detik sudah mengucapkan amin.
"Gue duluan ya," pamit Zelin segera pergi setelah mendapat anggukan dari Azizah.
Terlihat buru-buru menuju parkiran, lalu mencari montor aerox, montor milik tukang kebun di rumahnya. Sebenarnya montor itu adalah hadiah ulang tahun dari Nino dan kebetulan Zelin suka meminjam montor apa aja yang ada.
Zelin melajukan sepedah montornya dengan kecepatan standar, banyak kendaraan yang melewati Zelin atau biasanya Zelin menyalip.
BRAKKK!!!
"Eh piye to lek!"
BRIAKKK!!!
Suara hantaman dari sepedah montor dengan pembatas jalan yang di saksikan banyak orang itu tentu membuat orang orang menatap miris sambil berjalan cepat mendekati korban kecelakaan tunggal itu.
Zelin yang bertepatan tidak jauh tentu melihat dengan jelas bagaimana seorang bapak bapak menabrak pembatas jalan. Benda mati aja di tabrak apalagi benda hidup.
"Itu matanya dimana sih? Masa pembatas jalan segede itu di tengah, tadi juga gimana ceritanya orang montor di sebelah kiri jadi di kanan." Gerutu Zelin menghentikan sepedah montornya setelah mendekati kerumunan itu.
Terdengar korban berteriak kencang berulang kali namun tidak ada yang mau membantu, malah asik membuat vidio. Tentu sebagai anak yang baik dan sholehah, Zelin menerobos dengan merangkak.
Zelin diam saat korban bergerak kesakitan dengan posisi olahraga berbaring kemudian bergerak ke kanan dan ke kiri. Korban berterik lagi membuat Zelin tersadar dari lamunannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELIN untuk ARDAN ✔
Fiksi UmumFOLLOW DULU BARU BACA!! "Zelin ngak mau nikah Mak!! Jangan paksa Zelin atau Zelin bakal loncat!!" Ancam Zelin memegang erat erat pinggiran pembatas rooftop. "Loncat aja kalau berani. Bunda juga bakal ringan bagi harta gono gini ngak perlu dibagi," k...