Lengkuhan dari remaja perempuan terdengar jelas disuara seorang pemuda yang sedang asik menatap wajahnya.
Dia tersenyum singkat saat mata itu mulai terbuka hingga membulat sempurna karena melihatnya. "Bintang? Apa yang lo lakuin!?" Kata pertamanya setelah bangun.
"Menatap kamu sambil bermimpi jika kamu adalah istriku," jawabnya jujur. Ia berdiri dari duduknya lalu berpindah di sisi ranjang.
"Dasar gila. Teruslah bermimpi karena mimpimu tidak akan pernah terwujud," ketusnya memalingkan wajahnya.
"Ya, aku tau tanpa kamu beritahu."
Remaja perempuan yang bernama Zelin itu tidak menanggapi ucapan Bintang. Ia memalingkan wajahnya dengan muka menahan kesal.
"Kenapa lo bawa gue kesini!?"
"Sesuai ucapan aku sebelum kamu pingsan. Aku akan memilikimu walau sekali," jawabnya mengilangkan kakinya dan meletakkan tangan diatasnya.
"Gue ngak paham apa yang lo maksud. Tapi plis, lepasin gue. Kak Ardan pasti nyariin terus kalau lo sekap gue disini," ucap Zelin memelaskan air wajahnya.
"Ngak semudah itu setelah aku berhasil bawa kamu kesini. Tapi ya, kita bisa bikin kesepakatan yang saling menguntungkan," ujarnya memberikan senyum miring pada Zelin.
"Katakan?"
"Bersamalah denganku satu hari,"
"Kayaknya seluruh binatang sodara lo ya! Lo gila atau gimana ha!? Gue udah bersuami
dan lo malah minta sesuatu yang jelas jelas ngak seharusnnya lo minta sama gue!" Kata Zelin semakin kesal dengan Bintang."Kenapa? Bukankah itu mudah? Kamu hanya perlu menghabiskan waktu bersamaku, setelah itu kamu boleh kembali dengan dia," ucapnya tanpa menyebut nama.
Zelin mendengus sekeras mungkin. Ini adalah tanda dia sangat kesal. Namun otak kecilnya juga bekerja apakah menerima kesepatakan itu atau tidak.
"Gue mau tapi ada syaratnya,"
"Katakan,"
"Gue mau ngasih kabar suam--"
"Ssst ... cukup dia, aku sudah paham," potong Bintang.
"Ngasih kabar ke dia kalau gue baik baik aja dan dia ngak perlu nyariin gue," lanjut Zelin setelah ucapannya terpotong.
"Hm cukup sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimana jika dia melacaknya dan datang sebelum kita menghabiskan waktu bersama?" Tanya Bintang khawatir.
"Akan gue pastiin, dia ngak akan datang." Jawab Zelin yakin.
"Baiklah. Aku pegang ucapanmu," ucap Bintang. "Aku akan mengambil ponselku," Zelin mengangguk sebagai tanda setuju.
"Tapi tunggu, apa lo ngak pengen ngelepasin ikatan ditangan gue? Jika terus diikat, lengan gue bisa merah," ucap Zelin melirik tali putih yang melilit pergelangan tangannya.
"Baik tapi jangan berusaha kabur. Aku hanya memintamu untuk satu hari bukan selamanya, semoga kamu bisa mengerti," terang Bintang sambil melepaskan ikatan itu.
"Ck! Kalau ngak percaya sama gue mending ngak usah deh. Gue ngelakuin ini sebagai sahabat ngak lebih," sinisnya.
"Sahabat ya?" Lirihnya sebelum terkekeh kecil.
"Dah, gue pergi ambil dulu ya," pamitnya meninggalkan Zelin yang diam menatapnya.
"Gue tau perasaan lo tulus tapi cara lo salah. Andaikan dulu lo lebih cepet mungkin kita masih bisa bersama seperti janji kita saat kecil," guman Zelin.
Sedih? Atau senang? Entah Zelin tidak bisa mengerti perasaannya. Di satu sisi ia tidak pernah menyesal atas perasaannya kepada Bintang, dulu. Tapi di sisi lain ia kecewa dengan Bintang yang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELIN untuk ARDAN ✔
Ficción GeneralFOLLOW DULU BARU BACA!! "Zelin ngak mau nikah Mak!! Jangan paksa Zelin atau Zelin bakal loncat!!" Ancam Zelin memegang erat erat pinggiran pembatas rooftop. "Loncat aja kalau berani. Bunda juga bakal ringan bagi harta gono gini ngak perlu dibagi," k...