12.💮

828 56 2
                                    

Zelin berjalam dikoridor sekolah yang sepi, mungkin karena waktu jam pelajaran. Membelokkan tubuh agar bisa ke lantai dua, dimana kantin berada. Kantin yang sangat jarang dikunjunginya karena kelasnya ada dilantai dasar.


Mendekati stand penjual makanan yang terlihat mendengus keras. Entah apa yang dipikul sampai wajahnya terlihatlah lelah.

"Mbak Nor?" Panggil Zelin mencondongkan tubuhnya yang membuat wanita paruh baya itu terkejut.

"EH OTOKE OTOKE!" latahnya dengan mata membulat yang menunjukkan ia benar benar terkejut.

"Ish ndok bikin kanget saja," omelnya.

"Tapikan aku cuma manggil Mbak," ucap Zelin tidak mau salah.

"Iyain biar cepat. Tumben kamu kesini? Trus juga baju kamu kok gitu?" Tanya Nur melihat Zelin masuk kedalam standnya dan duduk dikursi sampingnya.

"Lagi kangen sama Mbak Nor mangkanya aku mau mangkal disini.  Hari ini, aku ngak sekolah trus ke sekolah mau nganter surat ijin," jawab Zelin mengambil roti coklat kesukaannya yang harganya cukup seribu rupiah.

"Hilih, kangen tapi jajan dikantin dasar," menye Nur mencibikkan bibirnya.

Zelin menyengir kuda, "Kan kangennya hari ini, bukan yang lalu lalu."

"Mbak tadi kenapa kok aku perhatiin cemberut penuh tekanan gitu?" Tanya prihatin Zelin membuat Nur mengubah raut wajahnya menjadi sendu.

"Mbak pengen berhenti aja deh jadi mbak kantin," ujarnya menatap suasana kantin yang sepi.

"Loh? Kalau Mbak Nur berhenti, aku ngak bisa kasbon lagi dong," ucap Zelin sedih yang mendapat delikan tajam.

"Jangan sampe, mbak misuh misuh ya disini," kesal Nur yang dihadiahi cengiran lebar khas Zelin.

"Tadi, Mbak bilang mau berhenti. Kenapa? Padahal Mbak kantin kesayangan, loh." Ujarnya dengan muka menyebalkan.

"Iya kesayangan karena boleh kasbon. Kalau dapet sangu banyak aja, larinya ke kantin dasar," cibirnya mendengus kesal.

"Hehehe Mbak tau aja. Jadi kenapa tadi Mbak bilang mau berhenti kerja?"

"Sepi dan suka diminta kasbon. Sekali ditangih bilangnya ngak dapet uang jajan eh waktu istirahat malah jajan dikantin bawah," keluhnya menyugar kasar rambutnya.

Sepertinya janda anak dua ini sangat prustasi dengan anak sekolah di sini. Hanya dia yang menetap di kantin atas, karena sebagian besar memilih di kantin bawah. Awalnya juga ingin ikut tapi melihat tidak ada kios kosong membuatnya tetap menetap.

"Ehm mungkin aku bisa kasih saran buat Mbak. Mending Mbak bikin sesuatu yang belum ada di kantin bawah, contohnya gado gado, nasi pecel atau hal lainnya,"

"Mbak, kan tau hampir dagangan Mbak sama kayak di kantin bawah. Harusnya Mbak lebih inovatif lagi, biar bisa narik perhatian anak anak. Nah nanti kalau Mbak udah bikin hal baru, jangan lupa kasih diskon biar makin menarik," lanjut Zelin memberi saran yang menurutnya efektif.

"Gitu ya? Tapi jika ganti daftar menu juga bakal nambah biaya, sedangkan sebagian uang simpanan Mbak juga dari utangan anak anak,"

"Aku pinjemin mau? Nanti kalau udah jalan lancar baru dikembaliin  ngak papa," tawar Zelin mengambil lagi roti.

"Ehm mau deh tapi ngak pakek bunga kan?" Tanya Mbak Nur. "Aku bukan pegawai bank, jadi tenang aja. Jangan sungkan sungkan mijem uang sama aku, Mbak."

"Trus yang ini gimana?" Tanya Mbak Nur menunjuk seluruh dagangannya.

ZELIN untuk ARDAN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang