Rumah sudah didekorasi dengan simple karena memang acara untuk satu malam saja. Ada dua pihak keluarga yang sedang duduk mengisi sofa.
Seserahan yang dibawa pihak laki laki sudah tertata rapi diatas meja hingga dekat kaki meja juga. Makhlum mereka keluarga terpandang, apalagi calon mertua laki lakinya.
"Assalamualaikum saya sebagai bapak dari pihak laki laki sekaligus perwakilan dari anak saya karena ada tugas penting yang tidak bisa di batalkan."
"Kedatangan kami sekeluarga ini ingin menyambung tali persaudaraan dengan berniat mengkhitbah putri bungsu pak Nino yaitu Zeline Zakeisha," lanjut dari bapak pihak laki laki, Dino.
Ardino Galaksen adalah sahabat Nino Putra Aksarana sejak kecil, mereka tumbuh bertiga namun sayangnya salah satu teman mereka lumayan sibuk jadi tidak hadir tapi nanti saat pernikahan pasti datang.
Raden dan Cia sekaligus paman dari Nino juga turut hadir bersama anak anak dan para istrinya. Umurnya memang tidak jauh dari Nino kisaran 4 tahun.
Nino tersenyum mendengar niat temannya yang kurang bisa merangkai kata indah di telinga, tapi ia paham maksudnya.
"Ngak usah formal banget No, gue sebagai pihak perempuan tentu senang menerima lamaran ini, lagipula ini adalah impian kita untuk memperluas tali persaudaraan," jelas Nino membuat keluarga tersenyum lega.
"Tapi kembali ke putri gue, dia mau ngak nerima lamaran dari lo," lanjutnya menoleh ke samping di mana Zelin duduk menunduk malu saat semua menatap ke arahnya.
"Bagaimana nak Zelin?" Tanya Dino.
"Sebenarnya saya ingin sekali menolak tegas, apalagi diumur saya yang masih sangat muda. Saya saja masih menjadi beban keluarga tapi mau di khitbah tanpa persiapan apa apa, saya takut calon suami saya di rugikan karena saya," jelas Zelin.
"Nak, calon suami mu sebelum meminang mu tentu sudah mempertimbangkan baik buruknya. Jika dia saja mau mengkhitbah mu tanpa melihat mu dari segi apapun, pernikahan itu bukan cuma ibadah tapi sekaligus saling melengkapi satu sama lain," jelas Ibu pihak laki laki, Dona.
"Tugas suami juga menuntun dan membimbing istri nak, jika masalah beban rumah tangga lambat laun kamu pasti terbiasa, mama juga tidak menuntut punya menantu yang sempurna," lanjutnya.
Zelin tersenyum haru mendengarnya. Jika seperti ini pasti Zelin tidak akan pernah beradu mulut seperti Tia dan Zelin.
"Bismilah, kemarin sudah saya pertimbangkan dengan baik, saya memutuskan untuk...," Zelin menggantung ucapannya karena tiba tiba tubuhnya tremor.
"Untuk?" Tanya hampir seluruh keluarga.
"Menerima lamaran ini." Lanjutnya cepat lalu menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Nino, menahan rasa malu serta rasa panas di pipinya.
"Alhamdulillah!"
Dona mendekati Zelin yang di gandeng oleh Tia, gadis itu masih menunduk malu dengan bibir di lipat kedalam. "Sayang," panggil Dona.
"I-iya?" Gugupnya.
Tia menggeleng kecil melihat putrinya yang tidak seperti biasanya, terlihat aneh lantaran sikapnya sangat berubah drastis. "Kalau di ajak ngomong itu lihat matanya jangan kakinya, memangnya kamu mau menyentuh di kakinya?" Omel Tia.
"Ish Mak, ini bukan di India ngapain SK," bisik Zelin kesal namun rupanya semua mendengarnya hingga terkekeh bersama.
Sk=Sentuh Kaki
Dona lebih dekat lagi membuat Zelin menoleh dengan polos, wajahnya sedikit ditaburi bedak dan lipglos jadi terlihat sangat cantik. "Terima kasih, sayang." Ucap Dona memasang cincin pertunangan lalu memeluk gemes Zelin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELIN untuk ARDAN ✔
Ficção GeralFOLLOW DULU BARU BACA!! "Zelin ngak mau nikah Mak!! Jangan paksa Zelin atau Zelin bakal loncat!!" Ancam Zelin memegang erat erat pinggiran pembatas rooftop. "Loncat aja kalau berani. Bunda juga bakal ringan bagi harta gono gini ngak perlu dibagi," k...