Zelin meletakkan buah yang tadi dibeli ke dalam kulkas. Tetapi dicuci dulu sampai dirasa cukup, kecuali pepaya. Cukup dipotong tapi besok saja sekarang lagi malas ingin cepat tidur.
Membuka pintu hingga melihat Ardan baru saja bersandar disandaran ranjang. Zelin melempar senyum manisnya saat ditatap Ardan.
"Kemari," Zelin mengangguk, menutup pintu tak lupa menguncinya. Biar aman.
Zelin merangkak mendekati Ardan hingga rebahan dengan bantalan paha Ardan. Agak keras sih. Zelin menatap Ardan dari bawah, terlihat masih tampan malah tambah tampan.
"Orang ganteng mau diapain tetep ganteng ya," ucapnya terkekeh geli.
"Alhamdulilah dong kalau bisa dapet suami ganteng, jadi ngak bosen lihatnya," sahut Ardan mengelus dahi Zelin dengan jari-jari besarnya.
"Iya ngak pernah bosen malah," Zelin kembali terkekeh.
"Mau tanya sesuatu boleh?" Minta ijin Ardan sebelum mengucapkan sesuatu.
"Boleh selagi aku bisa jawab, memangnya kakak pengen tanya tentang apa?" Tanya Zelin memiringkan wajahnya dan sedikit terkejut saat matanya langsung tertuju pada anu suaminya. Sedikit mengejap sebelum menaikkan pandangan.
Untung suaminya tidak sadar.
"Apa kamu akan selalu setia kepadaku? Apa kamu tidak akan mendua jika seandainya aku meninggal duluan? Aku tahu aku menggulang pertanyaan yang sama tapi aku ingin mendengarnya lagi," tanya dan jelas Ardan menghela nafas berat.
"Hidup sekali, masa nikah mau berkali-kali. Mungkin bisa saja kakak meninggal duluan dan pergi dari aku, seperti sumpah dan janjiku dulu. Kalau aku tidak akan mendua sekalipun harus hidup menjanda seumur hidup,"
"Kak, aku tahu mungkin terlihat aneh dengan pemikiranku. Bagaimana bisa seorang wanita bisa hidup mandiri atau sendiri tanpa seorang suami disampingnya. Tapi aku bisa menyakinkan diriku sendiri kalau aku bisa,"
"Awalnya memang berat ditinggal orang terkasih, tapi karena itu juga sebuah penantian bersama kembali akan terus tergambar dibenak kita."
"Sama halnya saat kakak pergi kerja, aku dirumah tentu akan terus memikirkan kakak. Bagaimana keadaannya? Sudah makan atau belum atau yang lainnya,"
"Sampai sini sudah paham? Umur juga tidak ada yang tahu, siapa diantara kita yang akan menghadap Ilahi terlebih dahulu, kak."
Zelin merubah posisinya menjadi duduk sila. Menatap Ardan yang terus menatapnya tanpa melupakan seinci apapun. Mata sayu penuh kehangatan diberikan kepadanya.
"Sini peluk biar tenang hatinya. Aku tahu kakak galau takut tiba-tiba nanti aku nikah lagi kan? Aku ngak bakal mau nikah lagi, sayang. Cintaku satu untukmu,"
Hati Ardan sedikit tenang. Ardan itu tipekal suami penuh cinta pada istrinya. Ardan tidak mau dibagi apalagi dilupakan cintanya. Mangkanya setiap melihat Zelin, Ardan takut ditinggal pergi.
Mengingat paras wajah Zelin yang dibilang sangat cantik.
Ardan lebih plong saat memeluk Zelin. Hatinya menghangat bagai dioven dalam temperatur panas. Namun bikin nyaman, senyamannya.
"Kita sudah lama perpisah dan selalu menantikan kembalinya kita bersatu,"
"Tak ku sangka juga, kamu menepati sumpah dan janji sampai detik ini,"
"Menghabiskan waktu berdua dengan anak kita, aku sangat senang walau terkadang aku sedih saat kamu menangisiku,"
"Hatiku terasa begitu sakit saat kamu terus menyeru namaku didalam akhir sujudmu istriku,"
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELIN untuk ARDAN ✔
قصص عامةFOLLOW DULU BARU BACA!! "Zelin ngak mau nikah Mak!! Jangan paksa Zelin atau Zelin bakal loncat!!" Ancam Zelin memegang erat erat pinggiran pembatas rooftop. "Loncat aja kalau berani. Bunda juga bakal ringan bagi harta gono gini ngak perlu dibagi," k...