Zelin masih berdiri dipojokan, kakinya sudah kesemutan namun ada rasa takut jika ia berani beranjak dari sudut kamarnya ini.
Ardan sendiri baru saja mandi malam, tubuhnya yang sangat kekar dengan tetesan air sisa mandi masih terjun bebas di tubuhnya. Handuk putih yang melilit di pinggangnya menambah kesan sexsi.
Ardan berjalan santai menuju ruang ganti baju, mengambil baju yang telah ditatakan oleh pembantu di rumah ini. Rupanya mama Dona telah memasukan baju yang tepat untuknya.
"Masih belum ingat apa kesalahan mu?" Tanya Ardan pada Zelin tanpa menoleh.
"Iya ingat, ngak boleh deket deket sama laki laki lain tapi aku malah ngobrol asik. Padahal teman lama dan aku sama dia baru hari ini ber—"
"Mau ditambah lagi masa hukumannya, hm?" Potong Ardan membuat Zelin membekap mulutnya sendiri sambil menggeleng keras.
"Ngak mau," cicitnya.
Tok ... tok ... tok ...
"Ayo makan malam!" Pekik orang di luar.
"Sebentar, Bunda!" Jawab Ardan.
Kemudian menatap Zelin dengan datar lagi, rupanya gadis itu tidak berani menatapnya, persis seperti anak kecil habis dimarahi orang tuanya.
"Makan di kamar saja, aku akan mengambilkan makanan sedangkan kamu segeralah mandi dan sholat," jelasnya meninggalkan Zelin sendiri.
"Huft ... setelah menikah kenapa aku jadi takut suami, ya? Padahal dulu aku sama kak Ardan biasa-biasanya tuh, kenapa setelah menikah kak Ardan kayak galak gitu, ya?" Ucapnya pada diri sendiri.
"Kok masih berdiri di situ? Masih betah?" Suara berat dan dingin itu membuat Zelin gelagapan.
"Eng-ngak! I-ini mau mandi," sahutnya terbata bata kemudian pergi ke kamar mandi.
Ardan meletakkan nampan makanan lalu berjalan mendekati pintu kamar mandi. Mengetuknya agar Zelin segera membukanya.
"Ke-kenapa, lagi?" Tanya Zelin was was.
"Main masuk saja, memangnya sudah bawa handuk?" Zelin mengejap beberapa saat, menoleh kedalam untuk mencari keberadaan handuk.
"Hehehe, aku kira ada jadi langsung masuk," cengirnya didapati Ardan memutar mata jengah.
"Nih dan jangan mandi lama nanti masuk angin," ucap Ardan menyodorkan baju handuk lalu membalikkan tubuhnya.
"Kan ada air panas," cicit Zelin membuat Ardan terdiam sebelum melanjutkan langkahnya.
"Walaupun terlihat masih marah, dia juga peduli," gumannya terkekeh geli.
Setelah mandi dan sholat isya', Zelin mendekati kursi yang berhadapan sama Ardan dengan pembatas meja.
Ardan meletakkan mangkuk bekas makannya di meja, menatap Zelin yang masih diam tanpa berucap atau mengambil makan malamnya.
"Maaf,"
"Maaf," ucap keduanya.
"Kakak ngak perlu minta maaf, di sini aku yang salah kok. Harusnya setelah belanja, aku langsung pulang dan ngak ngobrol sama cowok di depan umum," ucap Zelin menyesal.
Sebenarnya bisa saja Zelin langsung pulang tetapi mengingat baru hari ini bertemu dengan teman kecilnya setelah bertahun tahun pergi tanpa kabar.
"Jadi kalau ngak di depan umum, mau ngobrol leluasa gitu?" Ardan melontarkan pertanyaan. Kenapa pemuda ini sangat sensi sih?
"Bukan gitu ih, jangan debat lagi, intinya aku minta maaf untuk masalah tadi dan jangan ngungkit ngungkit lagi. Aku capek setelah berdiri berjam jam," ucap Zelin sebal beranjak ke ranjang dan berbaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZELIN untuk ARDAN ✔
Fiksi UmumFOLLOW DULU BARU BACA!! "Zelin ngak mau nikah Mak!! Jangan paksa Zelin atau Zelin bakal loncat!!" Ancam Zelin memegang erat erat pinggiran pembatas rooftop. "Loncat aja kalau berani. Bunda juga bakal ringan bagi harta gono gini ngak perlu dibagi," k...