"REEEEENNNN MAKAAAAAN"
"IYAAAAA"
Ren tertatih berjalan menuruni tangga. Ia sudah biasa makan di meja makan sekarang, tentunya kalau ayahnya tak ada. Ia duduk di meja, menunggu kakaknya menuang makanan terakhir ke dalam mangkuk. Harry bersenandung, sementara ren terlihat mengerutkan keningnya. Harry yang tidak menyadari masih melanjutkan senandung nya sambil melirihkan beberapa bait lagu. Ren memegang kepalanya, semakin lama sentuhan itu menjadi jambakan yang kian kasar. Sakit sekali kepalanya, seperti ada palu besar yang memukul kepalanya bertubi-tubi. Ren menggigit bibirnya keras, berusaha menahan erangan yang sudah diujung mulutnya. Harry masih bersenandung sambil membawa alat bekas masaknya di dapur sampai suara erangan Ren memasuki indera pendengarannya. Sontak ia menoleh, hatinya kalut setengah mati saat mendapati ren sedang menjambak kepalanya brutal sampai terengah.
"REN! Astaga....ren! Kamu kenapa? Kepalamu sakit? Astaga ayo kita ke rumah sakit!"
Ren hanya diam, otaknya tak mampu memproses suara panik Harry yang masuk ke telinganya. Telinganya berdengung keras, kilasan cepat datang ke kepalanya, lalu hilang begitu saja. Ren tersandar lemah di dada bidang kakaknya, menarik bajunya pelan tanpa kata. Sakit kepalanya sudah hilang, tapi badannya langsung lemas. Harry menatap adiknya khawatir. Ia tahu adiknya tak mau di bawa ke rumah sakit.
"Masih sakit?"
Ren menggeleng pelan. Harry menggendong Ren ke kamar dan membaringkannya, lalu memencet interkom untuk membawa sarapan mereka ke atas.
"Beneran udah gak sakit?"
Ren mengangguk. Nafasnya masih tersengal, wajahnya dipenuhi keringat dingin.
"Kapan-kapan, kalau ketemu Ru, kita tanya sekalian ke om ya.."
Ren hanya mengangguk.
"Kayaknya ren tau kenapa..."
Atensi harry sepenuhnya kini tertuju pada mata ren.
"Ren...mungkin mulai ingat..."
Harry mengerutkan kening, bertanya 'maksudmu?' lewat telepati yang langsung dipahami ren.
"Ren mulai ingat kenangan yang ren lupakan kak. Senandung tadi...sangat familiar. Ibu sering menyanyikannya juga saat memasak bukan?"
Harry melebarkan matanya. Ia mengangguk cepat, matanya Berkaca-kaca. Disisi lain ia senang, tapi di sisi lain ia juga khawatir...tidak banyak kenangan indah dalam ingatan ren.
BRAAAK
Mereka terperajat kaget saat pintu kamar Ren terbuka kasar. Ren langsung tersedak ludahnya sendiri, ia beringsut takut saat melihat sosok sang ayah menatapnya dengan wajah luar murka. Tiap langkahnya menjadi horror bagi Ren. Dan belum sempat mereka menetralisir rasa kaget, suara pukulan bergema. Ren tersungkur dengan bibir robek, sedangkan harry spontan berdiri, memasang badan untuk melindungi adiknya.
"Minggir"
Suara bass nan dingin itu masuk ke indera pendengaran mereka, membuat Harry mematung dan ren bergetar hebat.
"Ma-af..."
Harry menatap nyalang ayahnya, sedangkan yang ditatap malah semakin murka.
"Ayah mau apa? Kenapa lagi?"
Frank mendengus, berusaha meredakan emosinya agar tidak sampai membentak anak kesayangannya.
"Minggir. Ini bukan urusanmu. Berikan anak itu!"
"Tidak akan! Apa dulu salahnya ayah? Apalagi salahnya?"
Frank melotot marah. Anaknya bahkan berani membantahnya hanya untuk anak sialan ini.
"KEMARI KAU ANAK SIAL!" Frank akhirnya berteriak marah. Ren sudah terisak. Tanpa Harry sadari, Ren mulai beringsut mendekat pada ayahnya. Frank mencekal tangan Ren kasar, lalu menariknya keras hingga terjembab di belakang tubuhnya, membuat Harry yang bahkan belum sempat bereaksi kaget. Frank menarik kerah Ren kasar. Mencekiknya saat melihat Harry hendak beranjak melawannya. Ren terpekik kecil. Tangannya berusaha mengendurkan cengrkaman ayahnya, tentu saja gagal.
"Berani kau mendekat?!" Frank mengancam Harry dengan nada dingin. Harry tidak peduli. Ren di tangan ayahnya terlihat kesakitan. Harry melangkah mendekat.
BUGH!
Harry dan Ren sama-sama tercekat saat tangan ayahnya meninju perut Ren keras.
"UHUK!"
Ren terbatuk dengan nafas tersendat.
"AYAH! STOP! REN SAKIT AYAH!"
Harry berteriak frustasi saat melihat Ren meronta lemah dalam cekikan ayahnya. Ren merasa dadanya terhimpit, lehernya yang di tekan sang ayah terasa amat sakit.
Frank menghela nafas keras, lantas menghempaskan tangannya kasar saat melihat wajah sangat anak yang sudah sangat merah. Ren dengan rakus mengambil nafas. Frank yang sudah siap menendangnya sontak berhenti saat mendengar bunyi mengi yang keras. Ren. Anak itu kini mencengkram dadanya. Ia kesulitan bernafas. Wajahnya terlihat jelas kesakitan. Walaupun sudah tak ada mencekiknya, udara seolah tetap menjauhinya. Frank mematung. Entah kenapa khawatir sedikit hadir. Ia lupa anaknya itu punya asma akut, persis seperti mendiang istri tercinta. Tak mau berfikir aneh, ia segera melangkahkan kaki menjauh, memilih tak peduli pada kedua anaknya yang sedang kacau. Frank membenci Ren, dan tetap akan membencinya. Karena manusia itu yang membuat semuanya kacau. Manusia itu membuat istrinya tiada, dan membuat anak kebanggaannya cacat, serta....membekukan hatinya yang semula hangat, menjadi es yang tak akan pernah tercairkan. Anak itu, merenggut semua kebahagiaan dan dunianya.To be Continue
GREYS NOTE :
HALOOO SEMUAAA
Maaf banget buat semua yg udah nunggu lama, maaf udh jarang banget update. Mulai skr bakal grey usahain up minim 1 bulan sekali yaaa
MOHON DUKUNGANNYA KEMBALIIII 😘Grey sekarang juga hadir di karya karsa. Tolong di cek ya...tolong di beri tips juga kalau berkenan ehehehe.
Tolong comment, vote, dan like nya juga yaaaaTHANKYOUUU
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY
General FictionMaaf. Maaf sudah lahir ke dunia. Maaf sudah membuat ayah malu Maaf sudah membuat ibu tiada Maaf sudah membuat kakak cacat. Maaf sudah merebut semua kebahagiaan kalian Maaf sudah membawa kesialan Dalam keluarga ini Maaf...Karena aku sudah mencintai k...