Ren

719 35 11
                                    

Dan detik dimana baju itu tersingkap, ia mencelos.

Harry spontan berdiri kaget, melihat begitu banyak lebam yamg ada pada tubuh adiknya. Banyak jejak kekerasan di sana. Ada memar membiru, bahkan menghitam di sana. Di beberapa bagian juga ada banyak goresan seperti luka cambukan yang sudah mulai hilang.

Sebenarnya apa yang di alami adiknya selama ini? Ren dapat menangkap sorot sedih dari mata kakaknya, sebelum kemudian dengan cepat berubah menjadi marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya apa yang di alami adiknya selama ini? Ren dapat menangkap sorot sedih dari mata kakaknya, sebelum kemudian dengan cepat berubah menjadi marah. Tangan Harry dengan cepat meraih kursi dan membantingnya, membuat Ren semakin bergetar ketakutan.
"Sialan...sialan...."
Dia terus bergumam marah sambil mengepalkan tangannya erat. Ia merasa gagal. Gagal menjadi seorang kakak. Kakak mana? Kakak macam apa yang rela meninggalkan adiknya untuk disakiti sampai seperti ini? Ia marah. Sangat marah. Pada ayahnya, juga pada dirinya sendiri. Ia bahkan sedikit menyalahkan ibunya yang telah tiada, juga sedikit protes kepada Tuhan. Kenapa harus begini? Kenapa adiknya harus mengalami ini? Gemelut pikirannya di buyarkan oleh ujaran lemah diruang yang kini terasa sepi mencekam.
"M..ma-ma-af...re-ren-"
Ren bergerak gelisah. Kepalanya menunduk dalam, tak berani sama sekali menatap mata kakaknya yang kini menatapnya tajam, masih mengandung amarah.
"Mm..mma..af..re-ren..salah" cicitnya ketakutan. Harry mencelos melihat adiknya yang bertelanjang dada itu bergetar ketakutan. Tatapannya melembut, lalu dengan satu rengkuhan halus ia merengkuh badan yang menurutnya terlalu kurus itu, merasakan tubuh adiknya menegang, lalu perlahan rileks di pelukannya.
Ren bingung saat mendengar isak tangis pelan dari kakak yang baru kemarin malam di temui nya setelah tak bertemu bertahun-tahun lamanya. Harry tersenyum saat tangan kecil itu melingkari tangannya dengan kaku dan tegang, terasa takut dan ragu.
"Maaf...maafkan aku ren...maaf"
Perlahan Ren menguatkan sedikit pelukannya, lalu mengelus punggung nya dengan ragu. Harry melepas pelukannya, menatap lembut adiknya yang kini mulai takut-takut mencuri pandang kepadanya.
"Apa...aku..melakukan kesalahan lagi?"
Harry menggeleng mantap. Sungguh, adiknya tak pernah salah.
"Tidak..maaf. Aku bukan marah padamu"
Ren kini mulai berani menatap wajah Harry.
"Benarkah?"
Harry tersenyum, dan menganggukkan kepala.
Diam-diam Ren menghembuskan nafasnya yang sedari tadi terasa tercekat. Harry membuka pintu saat seseorang memencet bel kamar, menerima sarapan yang dibawanya, lalu duduk di kursi sebelah kasur. Ia meletakkan bubur itu di atas nakas, dan sambil menunggu bubur itu mendingin ia mulai berkosentrasi mengobati luka-luka Ren dengan hati-hati.  Setelah Ren memakai bajunya kembali, ia menyodorkan sesendok bubur kepada Ren, membuat ren ingin protes, namun tak berani.ia masih harus menyimpan tenaganya untuk hal-hal yang mungkin akan terjadi. Jadi ia membuka mulutnya, menerima sendok demi sendok bubur yang di sodorkan kakaknya. Dan setelah melewati ritual pagi yang panjang tapi cukup menyenangkan bagi Ren, ia menerima kuk dari Harry, lalu pergi ke sekolah.
Sepanjang perjalanan,matanya berbinar cerah. Ia berharap kakaknya benar-benar menyayanginya. Mungkin...kali ini ia bisa percaya pada kakaknya. Mungkin, dengan ini ia bisa membagi sedikit saja bebannya pada kakaknya. Karena ia merasa ia sudah setengah hancur. Fisik, maupun batin. Semoga....

To be continue

....
Tolong tinggalkan jejak ;)
TFR ;)

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang