Ren lelah. Lelah sekali. Bekas kekerasan ayahnya kemarin masih sakit, lalu di perparah dengan tendangan di pagi hari, belum lagi ulah Wibi cs tadi. Para pelayan menyambutnya di pintu depan ruang utama. Sambil membalas sapaan para pelayan dan menyerahkan kruknya, dia terpincang pelan menyusuri ruang utama. Ia merasa kepalanya kembali berdenyut sakit, dan perutnya semakin perih. Ia tak sadar wajahnya sudah pucat pasi. Ia mulai menapak anak tangga menuju ke kamarnya di lantai dua. Tapi perutnya yang tiba-tiba melilit dan kepalanya yang berputar cepat membuatnya nyaris terjatuh. Ia memutuskan untuk duduk sejenak. Mengabaikan resiko akan bertatap muka dengan ayahnya. Dengan lelah ia menyandarkan kepalanya ke tembok.
Beberapa saat disana, keadaannya tak kunjung membaik. Dari pada nanti ia bertatap muka dengan ayahnya, ia lebih baik meneruskan langkahnya ke atas. Nafasnya mulai tersengal menahan sakit pada perutnya. Belakangan perutnya kadang sakit seperti ini, ia juga tak tahu kenapa. Akhirnya ia kembali berdiri dengan tubuh membungkuk, berusaha melipat perutnya karena mungkin itu bisa mengurangi rasa sakitnya. Tapi baru beberapa langkah, ia tak kuat dan kembali terduduk. Tak ada pilihan lain, ia merangkak menaiki tangga. Yang penting ia masuk kamar dulu. Menaiki tangga berasa berat dan sangat melelahkan. Tubuhnya sudah berkeringat dingin, dan saat tangannya berhasil menyentuh daun pintu kamarnya, di berjalan secepat mungkin, membanting tubuhnya di atas kasur dan meringkuk kesakitan. Nafasnya memburu. Ia menekan perutnya kencang meskipun lebam yang ada di sana membuatnya kesakitan. Sudah sekitar satu jam ia menahan sakit perutnya, tapi tetap tak kunjung membaik. Apa dia kelaparan? Tapi apa kelaparan bisa sesakit ini? Lagipula dia cuma tak makan siang kan? Dia sudah biasa tidak makan siang. Pelayannya juga tidak membawakannya makan siang. Apa karena ayah ada di rumah?
Tok tok tok
Ren mempersilahkan masuk dengan lemah. Ternyata Harry yang masuk, dan berjalan cemas kearahnya yang meringkuk di kasur.
"Toutou,Kau kenapa?"
Ren meringis mendengar panggilan Harry padanya. Kata Harry, itu panggilan sayang darinya, ajaran dari ibu yang ternyata adalah orang jepang. Otouto artinya adik laki-laki. Kakaknya juga bilang dia dulu selalu memanggilnya nii-san. Ia tidak akan menolak. Malahan ia merasa hangat. Ia hanya belum terbiasa. Seumur hidupnya ia hanya di panggil dengan sebutan iblis, devil, pembawa sial, dan beragam kutukan lain yang menyakitkan.
"Toutou?"
Ren menggeleng pelan.
"Im fine kak"
Harry menyentuh tangan ren.
Dingin, dan basah. Seluruh tubuh adiknya di penuhi keringat dingin.
Ren melenguh pelan saat perutnya makin sakit, menekan perutnya semakin dalam dan meringkuk lebih rapat.
"Toutou, kenapa? Kau sakit perut?" Ujarnya mulai cemas. Saat dilihatnya adiknya menggeleng, ia mendecakkan lidahnya.
"Kau sudah makan siang?"
Ren menggeleng.
"Oh bagus...bagus sekali. Teruskan. Kenapa tak makan?!" Ujarnya mulai kesal. Kenapa tak makan? Kenapa ceroboh sekali? Ia sudah bisa menebak apa yang membuat adiknya meringkuk tak karuan begitu.
Dengan nafas yang semakin memburu, Ren menjawab pelan "Re-ren...tidak pernah..haahh..hhahh...makan siang kak"
Rasa sakitnya sedikit mengurangi rasa takut melihat sang kakak sudah mulai kesal.
Banyak pertanyaan yang terlintas di benak Harry, tapi ia menahannya. Ia bisa mengurus itu nanti.
"Tunggu sebentar"
Ia berjalan ke kamarnya, mengambil obat maag didalam kotak p3k lalu kembali ke kamar Ren. Ia mengingatkan dirinya sendiri untuk membeli kotak p3k nanti, karena di kamar Ren sama sekali tidak ada obat-obat an. Mungkin ayahnya sengaja..
Harry menggelengkan kepalanya cepat. Berfikir apa dia barusan? Ayahnya tak mungkin setega itu. Frank yang ia kenal adalah sosok yang tegas,lembut, dan sangat mengayomi keluarganya. Setelah mengintruksikan Ren mengunyah obat yang diberikannya, dia turun ke bawah, membuat 2 gelas air gula dengan kandungan gula yang tak main-main banyaknya, lalu menyuruh koki membuat bubur untuk Ren. Dibawanya dua gelas itu ke atas, lalu menyuruh Ren meminumnya sekaligus. Ren merasa mual, tapi kakaknya memaksanya menghabiskan 2 gelas air gula itu.
Ajaib, perutnya mulai membaik setelah beberapa waktu.
"Sudah mendingan?"
Ren mengangguk pelan.
"Terima kasih kak"
Harry tersenyum tipis dan mengacak rambut adiknya. Tak perlu menunggu lama, bubur datang, dan setelah ren memakannya, perutnya mulai membaik. Jauh lebih baik.
'Apa aku benar kelaparan?'
Ren segera menepis pikiran bodohnya. Kelaparan tak mungkin sampai seperti ini.
"Oh ya ren,kalau kakak boleh tau..kenapa kau tak pernah makan siang?"
Ren memandang nya polos dan heran seolah Harry adalah orang bodoh.
"Tentu saja kak...Ren berangkat sekolah pagi, lalu pulang sore. Mau makan bagaimana?"
"Ada yang namanya kantin,baka"
"Tapi kan Ren tidak ada uang kak...baka itu apa?"
"Lupakan. Ayah tidak memberimu uang?"
Ren menggeleng polos.
"Ren tidak pernah punya uang"
Harry mendengus kasar.
"Lalu kau juga tak bawa bekal?"
Ren menggeleng lagi.
"Hmm...Kata ayah, sekolah cuma butuh buku,otak dan alat tulis...lagipula..ren..ren...tidak mau bawa bekal"
Harry melihat Ren yang mulai menunduk.
"Kenapa?"
Ren menggeleng. Ayahnya sudah cukup mengancamnya.
"Tidak...cuma...tidak mau..."
Harry mendengus lagi.
"Yasudah. Kakak keluar dulu sebentar. Istirahatlah dulu"
Ren menghela nafas lega.
"Terima kasih kak"
Harry menutup pintu dan berjalan tergesa. Berteriak memanggil Shizu, kepala pelayan yang di percaya mendiang ibunya dan di bawa dari jepang.
"Shizu, kenapa Ren tak pernah bawa bekal? Kenapa tak di buatkan?"
"Maafkan saya tuan muda. Sebenarnya dulu saya pernah membuatkan bekal untuk tuan muda Ren, tapi setelah pulang sekolah....tuan muda di pukuli oleh tuan besar hingga sempat masuk rumah sakit selama satu minggu..akibatnya absen nya membuat tuan muda kurang mengerti dalam pelajarannya, mendapat nilai merah dalam raportnya, lalu...tuan besar..memukul tuan muda Ren...hingga nyaris tewas...tuan muda koma...selama 2 minggu tuan. Sejak itu, tuan muda tidak berani makan jika kami tidak mengirim makanan, dan kami juga tidak berani memberikan makanan jika tidak di perintahkan tuan besar. Maafkan saya tuan"
Nafas harry serasa tercekat mendengar cerita pelayannya. Yang benar saja. Ayahnya setega itu pada anaknya? Apa yang di lakukan ayahnya sampai adiknya koma 2 minggu? Apa saja yang sudah dialaminya selama ini? Harry mengerang marah. Untuk pertama kalinya ia merasa benar-benar menyesal akan keputusannya di masa lalu.
.
.
.
.
.
To be continue :)Thankyou for reading, give me vomment, please :)
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY
General FictionMaaf. Maaf sudah lahir ke dunia. Maaf sudah membuat ayah malu Maaf sudah membuat ibu tiada Maaf sudah membuat kakak cacat. Maaf sudah merebut semua kebahagiaan kalian Maaf sudah membawa kesialan Dalam keluarga ini Maaf...Karena aku sudah mencintai k...