SEMBILAN BELAS

221 14 7
                                    

Ren mengucek matanya pelan. Hari ini tubuhnya terasa segar. Ia merenggangkan badannya. Semalam rasanya dia tidur sangat amat nyenyak, tanpa mimpi. Kamarnya gelap tanpa sinar matahari, padahal biasanya sinar matahari berebut menerobos tirai kamarnya untuk membangunkannya. Ren menguap malas, dan tiba-tiba pintu terbuka, membuatnya terjengkit kaget. Sesaat kemudian ia menghela nafasnya lega sambil mengurut dadanya saat tahu yang masuk adalah Harry, kakaknya yang paling ajaib. Walau sudah genap sebulan Harry mengucapkan janji padanya untuk selalu ada dan melindunginya, nyatanya ketakutan terhadap ayahnya tidak bisa hilang begitu saja. Malahan ayahnya lebih keras memberikan hukuman dan sederet ancaman kepadanya, walaupun tentunya semua itu dilakukan tanpa sepengetahuan Harry.
"Morning kak"
"Morning ren. Nyenyak tidurnya?"
Ren mengangguk.
"Oh astaga, sekarang jam berapa? Ren harus siap-siap, harus cuci piring juga"
Harry terkekeh.
"Siap-siap kemana? Lihat dulu dong, sekarang jam berapa?"
Ren melotot saat melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 10.00. Ini gila, dia juga tidak mungkin sekolah. Sudah sangat terlambat.
"AA-Aduhh..a-astaga.aduh...gi-gimana ini.."
Ren panik, bibirnya digigit kuat dengan tampang memelas. Bisa mati dia kalau ayahnya tau.
Harry mengecup pipi Ren gemas.
"Ayah pergi toutou. Ayah pergi ke Rusia, mungkin 2 Minggu lagi baru pulang. Ada bisnis di sana. Mumpung bisa bangun siang, yasudah kakak biarin kamu. Sekali-sekali bolos, oke lah. Lagian, kamu tidur nyenyak banget, kayak babi"
Harry tertawa renyah setelah mengatai adiknya. Ren melotot lagi, tangannya dengan cepat melempar bantal yang sedari tadi ada di pangkuannya ke muka kakaknya. Bukannya marah, kakaknya itu makin tergelak.
"Sudah, sana mandi, terus turun ke bawah, kita sarapan"
Ujarnya sambil mengacak rambut Ren. Ren mengangguk, membawa tangannya untuk memutar badan Harry, menyuruhnya keluar tanpa suara, membuat Harry lagi-lagi terkekeh dengan tingkah menggemaskan adiknya.

~ooo~

"Ren, sekarang ganti baju ya, ikut kakak"
"Ke?"
"Adalah. Pokoknya ikut"
"Iya"
Harry mengacak rambut Ren gemas. Harry senang, Ren sudah mulai kembali seperti dulu. Adik kecilnya yang sangat dekat dengannya, tidak ada penghalang diantara mereka. Adiknya yang ceria, seenaknya, penurut, cuek, dan tukang ngambek. Ren dulu, nyaris tidak pernah berbahasa formal padanya saking dekatnya mereka. Itu baru Ren yang Harry kenal.
"Ren ke atas dulu kak, ganti baju"
"Oke. Kakak tunggu di ruang tamu ya."
Ren mengangguk, lalu membawa langkahnya menuju kamar. Ia melepas bajunya dan menatap kaca. Menatap miris tubuhnya yang terdapat banyak bekas luka, bahkan banyak luka yang masih belum sembuh benar dan masih baru, pasalnya ayahnya itu sempat memukuli nya 3 hari lalu. Ren menekan sedikit lebam di pinggangnya, memastikan apakah luka itu masih sakit, dan dengan segera ia mendesis sakit dan mendengus. Tangannya dengan cepat mengambil minyak lebam di atas meja dan mengoleskannya ke luka-luka di tubuhnya. Sekarang ia tak perlu lagi terlalu menghemat obat, sebab biasanya kakaknya rutin memeriksa stock obat-obatannya, terutama P3K seperti perban dan sebagainya. Tetapi biar bagaimanapun, Ren sebisa mungkin tidak terlalu sering memakainya. Ia tidak mau kakaknya sampai tahu bahwa ayah memukulinya lalu bertengkar. Itu kemungkinan yang paling ia hindarkan. Cepat-cepat ia merapikan bajunya dan keluar menemui kakaknya.

~ooo~

"Kak, mau kemana?"
"Hmmm...kamu mau kemana?"
Ren terdiam sejenak.
"Umm...a-ayah..kapan pulang?" Tanya nya hati-hati.
Harry tersenyum maklum.
"Ayah mungkin baru pulang 2 atau 3 Minggu lagi. Kamu bisa main dan istirahat sampai puas"
"Hehehe"
Harry menarik pipi adiknya. "Dasar" gumamnya pelan.
"Jadi? Mau kemana?"
Ren mengedikkan bahu.
"Terserah kak...Ren bingung juga..Ren kan ga pernah keluar rumah"
Ren menyahut sambil menghela nafas tanpa sadar. Harry spontan menepuk jidatnya melihat nada dan raut Ren yang mendadak murung. Astaga, adiknya ini sensitif sekali...
"Yasudah, gini aja. Ren pernah ke mall?"
Ren menggeleng.
"Oh, pernah sih, sekali, dulu waktu kakak ajak ren beli HP ini kan?"
Ujarnya sambil memutar HP dalam genggamannya. Harry melongo.
"Demi apa?! Itu pertama kali ren pergi ke mall?!"
Ren mengangguk lugu, sementara Harry diam-diam menghela nafasnya prihatin. Betapa terkucilnya adiknya dari dunia luar..banyak sekali yang ingin ia tunjukkan, dan ia bertekad mengenalkan dunia luar pada adiknya sebanyak waktu yang diberikan Tuhan padanya.
"Hmmm...oke, kalau gitu kita ke mall, gimana?"
"Sungguh?! Boleh?!" Ren menatap Harry senang dengan matanya yang berkaca-kaca. Harry mengangguk.
"Kenapa ga boleh? Ren boleh pergi kemanapun sama kakak"
"Ah..terima kasih kak..sungguh...makasih"
Ren menutup matanya dengan sebelah tangan. Ia bahagia, tapi kenapa dia menangis? Harry yang melihat ren menangis menepikan mobilnya, lantas merengkuh tubuh mungil itu dalam pelukannya.
"Ren... Ren kenapa? Apa kakak salah bicara? sudah, jangan nangis...please.."
Ren menggeleng pelan.
"Ma-maaf..ren..cuma senang"
Harry tersenyum.
"Yasudah dong, kalau senang, senyum, jangan nangis, gini nih"
Harry dengan gemas menarik kedua pipi Ren.
"Kakkk sakiiittt"
"Hahahaha iya iya maaf"
Harry melepas tarikan tangannya, dan segera melajukan mobilnya.

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang