Delapan

388 17 15
                                    

Hari ini lagi-lagi terasa panjang untuk Ren. Ia menghela nafas, berharap pelajaran cepat usai. Bagaimanapun Ren juga murid yang bisa jadi penat karena materi di sekolah bukan? Bel yang dinanti penghuni sekolah akhirnya berdering, membuatnya spontan menghembuskan nafas lega bersamaan dengan helaan nafas murid-murid lainnya yang mulai memasukkan barang-barang mereka ke dalam tas dan meninggalkan ruangan setelah memberi salam pada guru mereka.
"Ren, bisa kau tinggal sebentar?"
Suara guru sejarah menghentikan langkahnya yang hendak meninggalkan kelas dan memutarbalikkan langkahnya.
"Ren, jujur ibu mulai khawatir dengan nilaimu. Nilaimu untuk 2 ulangan berturut-turut bahkan tidak mencapai 50. Kau juga jarang mengerjakan tugas hingga tuntas. Apa kau ada masalah? Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, kau bisa mengatakannya pada ibu, atau pada guru BK"
Ren menahan air matanya yang mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia sudah berusaha..Ren menggeleng pelan.
"Sa-saya.. ti-tidak...apa-apa bu..sa-saya hanya..ku-rang belajar...sa-saya benar-benar minta maaf...saya akan berusaha lagi Bu Risa"
Risa menghela nafasnya.
"Baiklah. Aku harap kau belajar lebih giat lagi Ren. Sebentar lagi ujian akhir semester. Kau harus belajar yang giat. Sebagai pelajar, ingatlah kewajibanmu"
'Kewajibanku adalah menebus dosaku pada ayah, ibu, kakak, dan dunia ini'
"Baik bu...saya akan berusaha"
"Kalau begitu kau boleh pergi"
Ren menunduk hormat dan melangkah cepat keluar kelas. Air matanya mulai merebak keluar.
"Uuuhhh lihat ini! Apa ibu guru membuat Ren kita menangis?aaawww"
Wibi tiba-tiba menghalangi langkahnya dan dengan cepat menoel pipi ren dengan gerakan yang menjijikkan.
"Apa yang sudah di katakan Bu guru sayangku? Sini katakan pada kakak, nanti biar kak Wendy pukul! HAHAHAHAHA"
Air mata Ren semakin merebak melihat perilaku teman-temannya. Mereka tidak mengerti. Sama sekali tidak mengerti.
PLAK
Wendy menampar pipinya keras.
"Kan aku sudah bilang ceritakan! Kau tuli hah?!"
Ren memejamkan matanya, tangannya menyentuh pipinya yang panas.
"FUCK! Kau memang tidak bisa di ajak bicara!"
BUGH
Ren jatuh terduduk setelah menerima tendangan pada dadanya. Nyaris tersungkur, ia menahan berat tubuhnya dengan sikunya,  membuat sikunya terluka dan mengeluarkan darah. Ren tercekat dan berusaha untuk tidak berteriak. Ia harus melakukannya atau mereka akan semakin senang.
"Ayo pergi, aku muak melihat dia"
Wendy berjalan menjauh dengan mulut yang masih menggerutu setelah menendang perut Ren sekali lagi. Ren masih terduduk di sana walaupun ia tahu teman-teman nya sudah pergi. Ren meremas perutnya yang terasa perih. Padahal biasanya ia di pukul lebih dari  ini, tapi kenapa kali ini dia kesakitan?
'Ugh...ini sakit sekali!'
Ren membuka tasnya, mengambil smartphone yang diberikan Harry beberapa beberapa minggu yang lalu. Ren mendengus lucu saat mengingat wajah lucu kakaknya saat tahu ia sama sekali tak punya barang elektronik. Ia bersyukur sekali, kakaknya mulai bisa mengumpulkan tawanya kembali setelah lewat sebulan. Ia menyalakan HP nya dan menggigit bibir bawahnya pelan saat melihat jam sudah hampir pukul setengah tiga dan mendapati banyak panggilan tak terjawab dari atasannya. Ia terkejut saat ponselnya bergetar.
"Ha-Halo, se-selamat siang"
"Halo Ren, apa kau tidak pergi kerja hari ini?"
"U-uh..ma-maaf pak, ta-tadi a-ada sedikit masalah, Bu guru me-meminta Ren untuk tinggal sebentar di kelas. Ren be-benar-benar minta maaf"
"Baiklah. Kau bisa kesini? Atau kau mau libur sekalian? Cafe sedang sibuk"
"Sa-saya bo-boleh ke sana pak?"
"Tentu. Cepatlah. Aku tunggu"
"Ba-baik pak..te-terima kasih banyak"
Ren bernafas lega. Setidaknya ia masih bisa dapat gaji walaupun akan di potong. Ia berusaha untuk berdiri, tangannya menumpu pada tembok saat tubuhnya terhuyung. Sial, perutnya perih sekali, seperti di remas dari dalam. Keringat dingin mulai bermunculan di keningnya. Ia membawa langkahnya untuk berjalan ke tap water. Ia semakin kepayahan, dan tiba-tiba merasa mual. Ia memuntahkan isi lambungnya yang hanya berupa cairan itu, dan terengah-engah disana. Apa dia masuk angin? Ia membasuh sikunya yang terluka dan mencuci mukanya, lalu mengisi perutnya dengan air. Baru berapa teguk, ia merasa mual kembali, tapi ia mengabaikannya. Ia tau harus mengisi perut sebanyak-banyaknya dengan air agak tidak kelaparan. Tubuhnya semakin lemas setelah muntah, dan sakit perutnya juga belum hilang. Dengan kaki gemetar ia berjalan menuju cafe yang terletak lumayan jauh dari sekolah dan rumahnya. Ia tak boleh di pecat lagi. Memang ia harus bekerja ekstra keras, tapi tak apa. Ia harus bisa mandiri dan berjuang untuk keperluannya sendiri. Butuh waktu lumayan lama untuknya bisa sampai di cafe walaupun ia sudah berusaha melangkah secepat mungkin. Cafe benar-benar sibuk saat ini. Ren langsung menuju ke pintu belakang dan berganti pakaian pelayan secepat mungkin dan pergi ke dapur.
"Ren? Kau datang? Ayo bantu kami!"
"Ah..baik...maaf pak..sa-saya terlambat"
Ren membungkuk hormat pada alasannya yang sedang sibuk menggoreng kentang. Aldo, pria paruh baya yang menjadi atasannya itu mengibaskan tangannya sambil terkekeh.
"Sudahlah. Aku juga pernah sekolah dulu. Ini, tolong antarkan ke meja dua"
Ren mengangguk,menerima sepiring kentang goreng yang di berikan atasannya dan mulai bekerja.

To Be Continue...

Author's notes :

Thank you guys yg udah sempetin baca...specially buat kalian yang selama ini udh ngikutin, like, comment and vote. Maaf lama update nya 😁
Please jangan lupa tinggalin jejak kalian, really hope for it..
Love you guys 😘😘

Regards
Grey

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang