Lindang| Amarah Papa
***Cahaya matahari bersinar masuk melalui tirai sifon tembus pandang di dalam kamar, dengan lembut jatuh di sisi wajah seorang gadis berparas cantik yang sedang tertidur lelap diatas ranjang berukuran queen. Untuk sesaat ruangan itu terasa sunyi dan hening, seperti tak ada tanda-tanda kehidupan didalamnya. Tak lama setelah itu, ruangan diributkan oleh nada dering dari ponselnya yang terus berdering untuk waktu yang lama membuat gadis itu mau tak mau terjaga dan meraba ponselnya dengan malas-malas di atas nakas.
“Siapa ini?” Tanyanya dwngan suara khas orang bangun tidur.
Si penelepon terdiam selama beberapa saat dan berdeham untuk menghindari kecanggungan. “Maaf, Nona, saya ingin memberitahukan bahwa dekorasi yang anda inginkan telah terselesaikan. Jika anda punya waktu luang, silahkan datang untuk melihat.”
Setelah orang itu mengiformasikan maksud dan tujuannya menelepon, suasana di ujung telepon tiba-tiba menjadi hening. Si penelepon hampir menduga bahwa gadis itu tidak mendengarnya. Jadi mau tak mau dia bermaksud ingin mengulangi kalimatnya barusan sebelum dihentikan oleh keributan dari ujung telepon dan gadis itu menjawab dengan nada antusias. “Bagus, aku akan datang dalam waktu satu jam.”
“Baik, Nona. Kalau begitu saya--beep!” Dia belum selesai bicara saat tiba-tiba pihak lain memutuskan sambungan telepon secara sepihak.
Bhira dipenuhi oleh kegembiraan hingga matanya yang mengantuk segera terbuka dengan lebar. Dia menyibak selimut dengan asal dan berlari ke kamar mandi untuk membasuh diri.
Butuh waktu setengah jam untuk mandi dan berdandan. Dia baru saja selesai berdandan saat mendengar pintu kamarnya tiba-tiba diketuk dari luar.
"Nona, maaf mengganggu tidur nyenyakmu, tapi Tuan besar memanggil Nona turun karena sarapan sudah siap.”
Bhira tidak punya waktu untuk menyahut. Dia menatap pantulan cermin guna memastikan kembali dandanannya. Setelah puas melihat, ia bergegas membukakan pintu. Tangan asisten rumah tangga menggantung di udara saat pintu terbuka dan sesosok Nona muda dengan penampilan rapi, wangi dan cantik muncul. Tanpa melirik sosok di depan pintunya, Bhira melengos pergi meninggalkan aroma manis dari parfum yang dibelikan Saskara minggu lalu.
Di ruang makan, orang tuanya duduk dikursi dalam diam. Bhira menarik kursi kosong di samping Saskara dengan santai, tidak memperhatikan suasana di ruangan itu. Tangannya terulur mengambil selembar roti tawar dan mengolesinya dengan selai kacang sambil sesekali bersenandung kecil dengan suasana hati yang baik.
Tiba-tiba suara berat Wira menghentikan pergerakan mengolesnya. “Bhira, Papa ingin menanyakan sesuatu padamu.”
Dia mengangkat mata dan menemukan suasana aneh di antara mereka.
Bhira menatap Wira dan Milya secara bergantian dalam kebingungan. Meski tidak seharmonis keluarga lain pada umumnya, mereka bahkan tidak akan peduli satu sama lain dan fokus pada makanan jika tidak ada hal penting yang ingin dibicarakan, namun mereka tidak pernah berada di situasi canggung seperti yang ia rasakan hari ini. Hal besar apa yang terjadi hari ini sehingga membuat suasana turun ke titik beku?
Wira memandangi putrinya dengan ekspresi serius. Dia menghela napas dan berbicara dengan nada pelan mencoba menahan diri. “Kemana uang-uang itu kamu hambur-hamburkan?”
Setelah pertanyaan itu dilontarkan seluruh tubuh Bhira menegang. Roti di tangannya meluncur jatuh di atas piring dengan gerakan slow motiom. Bola matanya bergerak gelisah, jantungnya berdebar kencang, dan bagian lehernya mati rasa. Kepalanya mencoba berpikir keras. Dia harus menemukan alasan yang tepat untuk menjelaskannya pada Wira atau semua usaha dan persiapannya akan berakhir berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINDANG [Terbit]
RandomTERBIT! Assalamu'alaikum, hai sahabat pena. Novel Lindang kini terbit lho, tentunya versi cetak lebih ringkas dan lebih rapi. Info untuk pembelian novel Lindang Versi cetak ada di shoppe, bisa langsung klik link-nya di bio atau bisa check out di @fi...