BAB 29

2.1K 186 3
                                    

Lindang| Kegelisahan Hati
***

"Bhira? Apa kamu didalam? Ini kakak, tolong buka pintu nya!"

Saskara sudah lebih dekat dengan adiknya. Tapi rumah kecil dan reyot itu sudah tertutup rapat sejak ia datang. Saskara mengetuk, memanggil bahkan tak segan menggedor lebih keras dengan tidak sabaran untuk memanggil adiknya keluar. Sayangnya setelah bermenit-menit menunggu, pintu itu masih saja tertutup seolah penghuni menolak tamu yang datang.

Saskara mundur beberapa langkah kebelakang dan mendongak untuk memperhatikan setiap sudut dari rumah yang ditempati adik kecilnya itu. Saskara terperangah, dia memandangi setiap sisi dengan ekspresi tak percaya. Bagaimana mungkin adiknya tinggal ditempat kumuh yang sempit dan reyot selama berbulan-bulan lamanya? Apakah keluarga ini benar-benar miskin sehingga mereka tidak mampu membeli rumah yang lebih layak untuk huni? Rumah hewan peliharaannya dulu bahkan lebih mewah dari tempat ini, bagaimana mungkin Bhira bertahan dengan kehidupan yang ia jalankan dengan orang tua miskin itu.

"Tuan, kita tidak bisa memaksa masuk." Sang asisten mengingatkan saat Saskara mengambil ancang-ancang untuk mendobrak, "Kita tidak punya hak memasuki rumah orang lain tanpa izin. Seseorang akan melaporkan kita ke polisi jika kita memaksakan diri."

Ekspresinya berubah seolah tidak senang dengan kata-kata itu, namun segera menjadi tenang setelah dia memikirkannya lagi. Yah, mereka tidak bisa melakukan tindakan ceroboh atau mereka akan berurusan dengan polisi. Saskara memandang rumah itu sejenak sebelum menghembuskan napas panjang tanpa daya.

"Permisi tuan?" Kebetulan ada seorang laki-laki paruh baya dengan kepala plontos sedang mengajak anjingnya jalan-jalan disekitar. Asisten yang melihatnya mendekat segera memanggil, dan mendekati laki-laki itu dengan sopan. "Maafkan saya bila harus mengganggu waktumu. Saya ingin bertanya, apakah anda mengenal orang-orang yang tinggal dirumah itu?" Ia menunjuk ke rumah dengan beberapa laki-laki berpenampilan rapi didepannya.

Laki-laki tua itu memperhatikan ke arah tunjuk sang asisten kemudian menganggukkan kepalanya mengerti. "Iya, itu keluarga Avie dan Dias."

"Benar itu dia!" Sela Saskara tiba-tiba, menyelonong diantara dua orang itu dan menatap pihak lain dengan ekspresi putus asa, "Tolong katakan pada saya, mengapa tidak ada orang dirumah itu, apakah anda tahu kemana mereka pergi?"

Laki-laki itu berpikir sejenak, kemudian menjawab, "Saya pikir mereka telah pindah, rumah itu sudah kosong hampir setahun."

"Apa?" Jawaban itu membuat seluruh tubuh Saskara lemas seperti jelly. Kentara sekali, wajah bersemangat itu langsung berubah suram setelah semangatnya dipatahkan.

"Kalau begitu, apa anda tahu kemana keluarga itu pindah?" Tanya sang asisten mengambil alih.

"Maaf tuan, saya tidak tahu. Lagipula kami para tetangganya tidak terlalu akrab dengan keluarga itu, sehingga kami tidak tahu kemana mereka pergi."

Saskara terdiam sejenak sebelum mengeluarkan ponsel dari saku celananya, lalu menunjukkan foto Bhira pada laki-laki tua itu. "Apa anda pernah melihat gadis ini?"

"Oh?" Wajah laki-laki itu cukup terkejut, "Aku pernah melihatnya beberapa kali. Dia tinggal bersama keluarga Dias dan Avie."

Saskara putus asa. Dia dan Bhira hampir saja bertemu, namun sekali lagi dia merasa semua yang orang-orang bicarakan memberinya harapan palsu. Alamat ini menjadi satu-satunya harapan Saskara, dia berharap akan bertemu Bhira dan mengajak gadis itu pulang bersamanya. Tetapi ... mereka tidak menduga akan mendapatkan kabar buruk.

*

*

*

Elsyia melambai begitu melihat Fairel mendorong pintu masuk. Laki-laki berperawakan tinggi itu berjalan menghampiri Elsyia dengan kedua tangan didalam saku. Sejak memasuki toko, beberapa gadis yang duduk tidak jauh dari pintu masuk telah mengamati Fairel. Begitu mereka melihat Elsyia melambai, kesenangan diwajah mereka segera berubah mengkerut masam. Mereka dengan cepat menghilangkan ketertarikan kepada seseorang yang sudah punya kekasih.

LINDANG [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang