BAB 34

1.9K 167 3
                                    

Lindang| Ceritakan Padaku
****

Laki-laki berusia empat puluhan berwajah tampan itu berdiri sedikit gugup didepan sebuah pintu berwarna cokelat tua. Dia berdeham untuk menenangkan diri, sebelum dengan tenang mengangkat tangan lalu mengetuknya beberapa kali. Dia berdiri didepan dengan gelisah menunggu pintu dibuka. Namun setelah menunggu selama semenit, pintu tak kunjung dibuka. Bahkan tidak ada langkah yang berderap menuju ke pintu.

Dia mengangkat tangan, melihat waktu di arloji. Waktu baru saja menunjukkan pukul delapan malam, tidak mungkin orang itu tidur secepat ini, kan?

Tok! Tok!

Kali ini ketukannya sedikit lebih keras. Berharap ketukan kali ini berhasil memanggil si penghuni unit apart keluar. Benar saja, setelah beberapa saat menunggu terdengar langkah terburu dari dalam. Tidak lama kemudian pintu dibuka oleh seorang gadis berambut panjang yang dicepol asal dibelakang hingga membuat wajah bulatnya yang halus terlihat semakin jelas.

Mereka saling mengunci pandangan selama lima detik sebelum laki-laki itu dengan cepat membuang muka dan menyondorkan ponselnya kepada Fanda. "Nona, ada telepon untukmu."

Fanda memandanginya dengan sedikit cemberut. Melihat tangan besar itu terulur ke arahnya dengan ponsel diatasnya yang mati.

"Panggilannya terputus." Kata Fanda memberitahu.

"Se-sebentar lagi panggilan itu akan datang." Kata Reas terus menunduk. Dia tidak berani bersitatap dengan Fanda setelah pertengkaran mereka siang ini. Atau mungkin sejak kemarin? Karena setelah bertengkar, Fanda menjadi semakin lebih dingin kepadanya bahkan tidak mengajaknya mengobrol seperti biasanya.

Tidak lama setelah itu, ponselnya kembali berbunyi. Panggilan telepon dari ID familiar yang akhir-akhir ini menghubunginya. Fanda tidak menunggu lebih lama saat dia mengambil ponsel dari tangan Reas dan berjalan menuju ke beranda untuk menjawab panggilan. Sementara Reas membeku ditempat, sekujur tubuhnya seolah tersetrum ketika Fanda tidak sengaja menyentuh permukaan kulit tangannya ketika mengambil ponsel itu. Reas menelan ludah dengan gugup, berbalik, menatap Fanda yang berdiri memungunginya dari balik pintu kaca.

"Hallo?" Fanda menyapa dengan ramah.

"Aku ingin menanyakan sesuatu padamu." Kata orang itu sedikit tergesa namun nada suaranya terdengar tenang.

Fanda tanpa sadar mengangguk, "Tentu, apa yang ingin kamu tanyakan."

Orang itu diam selama beberapa saat. Fanda menunggu dengan sabar sembari memandangi pemandangan kota yang tampak indah dari lantai 14.

"Hubunganmu dan Bhira, kalian itu apa?"

Sebelah alis Fanda menukik naik. Dia terkejut dengan pertanyaan itu, namun masih terlihat tenang dan menjawab dengan percaya diri. "Tentu saja aku dan dia bersaudara."

"Lalu hubunganmu dengan Kakakmu? Maksudku, Tuan Saskara."

Bibir bawahnya tergigit kecil, dia tidak menjawab sampai merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti punggungnya. Fanda menoleh kebelakang dan menemukan Reas sedang menyelimutinya dengan selimut yang hangat untuk melindunginya dari dinginnya malam.

Fanda tidak mengatakan apa-apa, dia menerima selimut itu dan mengeratkannya agar menghalangi udara sejuk yang menerpa permukaan kulitnya. Setelah itu Reas kembali masuk dan berdiri jauh sambil mengawasi Fanda.

LINDANG [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang