BAB 13

2.3K 180 0
                                    

Lindang| Mesin Uang Keluarga
***

Setelah menempuh perjalanan selama hampir dua puluh menit lamanya, akhirnya mobil pick up itu berhenti di depan sebuah rumah sederhana tanpa pagar. Tiga orang yang duduk berdesak-desakan didalamnya bergerak turun dengan segera. Bhira merasakan kedua kakinya berubah menjadi jelly ketika menapaki tanah, perutnya terasa mual dan bergejolak riuh seolah isi di dalamnya akan segera melompat keluar. Perjalanan itu seperti neraka tak berujung, laki-laki paruh baya itu mengemudikan kendaraanya secara ugal-ugalan yang membuat kepalanya pandangannya berputar dan pusing. Belum lagi aroma yang menguar dari tubuh sepasang pasangan tua itu nyaris membuatnya muntah di tempat.

Bhira memandangi rumah berwarna hijau zamrud yang tampak memanjang kesamping dengan satu jendela kecil. Sisi kanan dan kirinya di lingkupi padang rumput yang luas dengan beberapa tanaman hias yang di tanam cantik di samping rumah. Tidak ada pepohonan, melainkan hanya jalan berkerikil yang di tata di sisi jalan setapak menuju beberapa tangga yang terbuat dari kayu. Sekilas, dapat terlihat bahwa rumah ini asri akan pemandangan alam sederhananya. Namun sayangnya, hamparan hijau yang terbentang di sekitar rumah seolah tidak terawat dengan baik. Rerumputannya tumbuh memanjang dengan tidak rapi, di sekitar tanaman hias terdapat rumput liar serta daun kering yang di biarkan jatuh di atas pot tanpa dibersihkan.

Dari luar, terlihat bagaimana tidak terawatnya tempat ini. Bhira tidak tahu apa yang akan ia lihat ketika mulai memasuki rumah. Sepasang orang tua itu menyeret kopernya di atas kerikil, sementara Bhira masih sibuk memperhatikan sekitar sembari menyeret kopernya mengikuti dibelakang.

Dan begitu pintu terbuka, Bhira melangkah masuk mengikuti. Namun langkahnya tersendat saat sepasang pupil matanya sibuk memperhatikan setiap sudut rumah itu dengan ekspresi tidak percaya.

Rumah ini benar-benar jauh dari kata "rumah" bagi Bhira. Rumah untuk para asisten rumah tangganya bahkan lebih besar dari tempat ini. Bagaimana mungkin mereka hidup bertahun-tahun dirumah sekecil ini? Tak hanya rumahnya yang kecil, perabotan di dalamnya juga tidak banyak. Hanya ada TV, sofa, meja kopi serta karpet usang yang terdapat diruang tamu. Ada beberapa pintu dengan warna yang sama di belakangnya. Sementara itu jauh masuk kedalam, mereka segera menemukan dapur yang berada bersebelahan dengan kamar mandi.

Perempuan tua itu menoleh ke belakang saat merasakan Bhira tidak mengikuti. Dia memanggil Bhira masuk, dan kemudian berdiri didepan sebuah pintu kayu yang berada ditengah-tengah dua pintu kayu lainnya. Bhira menelan ludah dengan gugup, ragu-ragu, dia melangkah masuk dan menyeret kopernya masuk kedalam.

"Ini kamarmu, kamu bisa beristirahat, pasti lelah setelah perjalanan jauh. Aku akan membuatkan makanan yang enak untukmu." Perempuan tua itu membuka pintu lalu menyeret tubuhnya kesamping membiarkan Bhira melihat ruangan pribadi miliknya dengan jelas.

Matanya terbelalak tidak percaya, tertegun memandangi kasur papan kayu untuk satu orang spring bed tipis sebagai alasnya. Sebuah lemari kayu dengan dua pintu setinggi lehernya diletakkan berseberangan dengan tempat tidur. Ingin rasanya ja menangis melihat bagaimana pengapnya ruangan ini, meski ada satu jendela di atas kepala ranjang, tetap saja ruangan itu tidak lebih baik dari toiletnya di rumah.

"Ini kopermu," ujar laki-laki tua itu menyeretnya masuk kedalam sebelum bergegas keluar dan melemparkan seluruh bobot tubuhnya di atas sofa.

Bhira berdiri di ambang pintu cukup lama sampai terdengar pintu di samping kamarnya berderit terbuka. Dia menoleh, menemukan sebuah kepala dengan rambut hitam lebat dan lembut itu menyembul di balik celah pintu yang setengah terbuka seperti seorang anak yang mengintip orang lain dengan malu-malu.

Alis Bhira berkerut, dia memandangi kepala yang mengintip itu dalam kebingungan. Ketika pandangan mereka bertemu, tubuh Bhira membeku ditempat. Seolah anggota tubuhnya tersihir oleh sesosok yang nyaris mirip sekali dengan wajah miliknya. Hidung, alis, mata serta bibir terlihat persis seperti miliknya, jika saja laki-laki itu berambut panjang, mungkin saja Bhira akan berpikir mereka terlahir kembar.

LINDANG [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang