BAB 33

2K 154 0
                                    

Lindang|Bertemu Setelah Sekian Lama
***

Saat matanya terbuka, aroma desifektan dan obat-obatan yang menyengat segera membuat hidungnya berkerut. Untuk sejenak, Bhira tak dapat mengenali tempat dimana ia berada. Setelah mengamati ruangan dengan nuansa putih disekelilingnya, matanya melebar dengan ekspresi terkejut. Bhira bangun dari pembaringan, dia duduk sambil menatap ke sekeliling dalam kebingungan. Tampak linglung sembari mengingat kejadian sebelum dia pingsan.

Sepertinya dia baru saja bertemu dengan Saskara. Entah itu mimpi atau bukan, tetapi pelukan hangat itu seolah membekas ditubuhnya.

Saat pikirannya belum dapat memproses, pintu ruangan tiba-tiba dibuka dari luar. Bhira segera menolehkan kepalanya ke sumber suara, dan sesosok Saskara muncul bersama sebuah paperbag ditangannya. Pemuda itu berjalan mendekati brankar, matanya sembab, sisa air masih berkilau disudut matanya. Dia mencoba terlihat baik-baik saja didepan Bhira, sambil tersenyum bertanya, "Bagaimana perasaanmu, lebih baik?"

Bhira membuka matanya lebar-lebar karena terkejut. Seluruh sel didalam darahnya berdesir dengan kegembiraan. Dia linglung, jelas merasa sulit untuk percaya bahwa laki-laki yang ia rindukan ada dihadapannya. Bhira sempat berpikir bahwa keberadaan Saskara adalah mimpi semata. Dia tidak berharap itu akan menjadi kenyataan dan sekarang berdiri didepannya sambil menyungingkan senyuman.

Saskara menundukkan kepalanya dengan lesu. Berjalan lebih dekat dan menjatuhkan bokongnya disisi brankar. Tangannya sedikit gemetar ketika dengan lembut meraih tangan Bhira. "Maaf sudah membuatmu menunggu lama." Gumam Saskara. Air matanya jatuh setetes demi setetes membasahi punggung tangan Bhira yang tergenggam dikedua tangannya.

Cerita yang didengar dari Bibi Nani sungguh membuat dia marah, kesal, kecewa juga lega, semua perasaan itu bercampur jadi satu. Adik yang telah ia besarkan sejak kecil dan diberikan kasih sayang berlimpah, diperlakukan tidak adil dikeluarga kandungnya sendiri. Sejak melihat rumah reyot itu, Saskara sudah menebak bahwa kehidupan adiknya tidak baik-baik saja. Dan lihatlah bagaimana keadaan Bhira sekarang. Sebelah kakinya cacat, wajahnya dipenuhi oleh bekas luka dan keloid sepanjang lima senti. Dia tidak terlihat seperti adik kecilnya yang selalu merawat diri dengan baik. Hati Saskara hancur, dia menyesal terlambat menemukan Bhira. Seandainya saja dia bisa menemukannya lebih cepat .... tidak! Seandainya Saskara tidak meninggalkan Bhira dalam perjalanan bisnis, adiknya itu pasti akan baik-baik saja sampai saat ini.

Semuanya terlambat. Saskara menyalahkan dirinya atas keputusan yang ia ambil saat itu. "Maafkan Kakak, Bhira." Isakannya semakin keras saat Bhira dengan lembut menarik Saskara dan memeluk kakaknya dengan erat.

"Tidak ada gunanya meminta maaf. Kakak tidak bersalah," ucap Bhira menahan suaranya yang gemetar dan mencoba menahan air matanya yang nyaris mengucur. "Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Meskipun Kakak datang terlambat, aku tidak akan marah. Bahkan jika aku harus menunggu lagiㅡ"

Saskara menarik diri dari pelukan Bhira lalu dengan ekspresi serius dia menangkup wajah Bhira. Menggelengkan kepalanya kencang seolah tidak setuju dengan kata-kata Bhira. "Kakak tidak akan membuatmu menunggu terlalu lama. Sudah cukup bagimu menahan rasa sakit itu sendirian, sekarang kamu kembali dan kakak tidak akan membiarkan siapapun dari mereka menyakitimu lagi, oke?"

Bibir Bhira membentuk senyuman, dia mengangguk pelan dan setetes air mata yang ia tahan sedari tadi berhasil keluar. Mereka saling berpelukan dalam waktu yang lama untuk melepas kerinduan yang telah lama terpendam.

Setelah menata dadanya yang sesak, isak tangis Saskara akhirnya berhenti. Dia melepaskan pelukan Bhira sembari menyeka air mata, lalu dengan wajah serius dia menatap Bhira. "Apa kamu tahu apa penyebab kamu pingsan?"

LINDANG [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang