BAB 16

2.1K 164 1
                                    

Lindang | Mencuri Seperti Pencuri
***

Bhira duduk menghadap dinding kaca, matanya dalam, namun ekspresinya kosong. Dibelakangnya, Morise sedang sibuk membantu Jovan mengatur dan memasang lego dengan mata yang terus mencuri-curi pandang ke arah Bhira seolah dia penasaran akan sesuatu namun menahan diri untuk tidak meludahkannya atas permintaan sang Ibu.

Ketika Jovan mulai fokus bermain sendiri, Morise mengundurkan diri dan mendekati Bhira. Dia berdiri disamping menghadap keluar dinding dengan mata menyipit. Cahaya mentari sedikit menyilaukan, dia berpaling ke arah Bhira yang sudah duduk selama sepuluh menit tanpa bergerak dari tempat duduknya. Jika Bhira tidak berkedip, Morise akan percaya gadis ini bukan manusia melainkan manekin.

Setelah sekian lama berdiri, Morise mendudukkan dirinya disamping Bhira dengan menjaga jarak, lalu berceletuk, "Kalian cukup mirip."

Tubuh Bhira tersentak ketika dia menoleh dan mendapati pemuda berambut gondrong itu telah mengambil tempat di sampingnya. Meski terkejut, Bhira tidak mengubah ekspresinya dan memalingkan wajahnya keluar jendela dengan acuh tak acuh.

Seolah tak peduli dengan sikap acuh pihak lain, Morise dengan ekspresi datar kembali bersuara, "Aku cukup terkejut saat melihat dia tiba-tiba membawa seorang perempuan. Ku pikir dia mulai tumbuh dewasa dan ingin memperkenalkanmu kepada kami, tapi yah, tentu saja itu tidak mungkin."

Bibir Bhira bungkam. Gadis itu tidak menanggapi kata-kata Morise dan tenggelam dalam pikirannya untuk waktu yang lama. Bhira masih sangat berharap semua yang terjadi hanyalah sebuah mimpi dan dia akan segera bangun setelah mimpi buruk itu menyertai perjalanannya. Tapi entah mengapa wajah Jovan seolah mengingatkannya bahwa semua yang telah terjadi adalah realita, dia tidak dapat menapik semua fakta yang ia pikir adalah ilusi. Bahkan sampai hari ini, Bhira masih belum bisa menerima keadaannya, dia ingin kembali, tapi dia tidak bisa berbuat apapun seolah dia pasrah.

Morise menghela napas ringan. Diamnya Bhira tidak membuat Morise berhenti bicara. Setelah hening sejenak, dia kembali membuka suara dan bercerita dengan nada ceria. "Sejujurnya, fakta bahwa Jovan memiliki kakak perempuan selain Fanda benar-benar mengejutkan. Selama ini Fanda selalu menemani Jovan dan tidak pernah membicarakan saudarinya yang lain kepada kami. Kedatanganmu hari ini sebagai pengganti Fanda benar-benar membuat kami cukup terkejut."

Bhira acuh tak acuh. Dia menghela napas seolah dia merasa bosan dengan pembicaraan itu. Dia tidak ingin merespon dan berbicara dengan orang lain apalagi bersikap ramah. Bhira sudah cukup kacau dengan permasalahan yang terjadi padanya saat ini, dia tidak ingin peduli dengan orang lain. Namun sebaliknya, Morise pantang menyerah, tindakan Bhira yang pendiam malah membuatnya lebih tertantang untuk mengganggunya. Sebelah sudut bibirnya tiba-tiba terangkat, dan dengan kurang ajar berkata, "Apa kamu sadar kalau kamu itu ..... lucu."

Kepala Bhira menoleh dengan cepat, matanya segera menjadi dingin dan dia memelototi Morise dengan tidak senang.

Alih-alih merasa takut, Morise semakin gencar mengganggunya. "Sejak kita bertemu, aku hanya mendengar dua kata dari mulutmu, ayo pulang! aku akan mengira kamu bisu jika aku tidak mendengar dua kata itu."

Bhira memutar bola matanya jengah. Dia tidak pernah bertemu dengan orang yang super cerewet seperti Morise walau dia mencoba mengabaikannya, pemuda ini tetap saja bicara dengan sangat santai padanya. Tiba-tiba Bhira teringat pada masa-masa ketika dia masih mengejar Fairel, dia akan menjadi super cerewet bahkan mencoba untuk sesekali memaksanya untuk melihat sesuatu yang ia tunjukkan dengan nada ceria. Sayangnya laki-laki itu hanya memasang ekspresi dingin dan mengabaikannya sepanjang waktu. Sekarang Bhira tahu bagaimana rasanya berada di posisi pemuda itu, dengan segala kecerewetan dari pihak lain dia ingin buru-buru meninggalkan tempat ini.

LINDANG [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang