Lindang|Bertemu Kebetulan
***"Bagaimana, apa kamu sudah menemukannya?" Tanya Saskara saat asistennya kembali.
Sang asisten dengan ekspresi kelelahan menggelengkan kepalanya. "Maaf, Tuan. Sepertinya jam tangan itu jatuh di suatu tempat."
"Tapi aku yakin tidak melepaskannya dengan sembarangan."
Saskara menggigit bibirnya gelisah. Dia sudah mencarinya ke berbagai sudut hotel bahkan meminta anak buahnya memeriksa semua bagian didalam mobil untuk menemukan arlojinya yang hilang. Saskara bisa saja membiarkan arloji itu dan membeli yang lain. Tetapi dia tidak bisa melakukannya karena Bhira membelikannya jam tangan itu beberapa tahun yang lalu sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke dua puluh enam. Arloji itu sangat berarti dan hanya satu-satunya didunia karena Bhira membuatnya istimewa dengan ukiran nama mereka.
Dia mencoba mengingat-ingat dimana terakhir kali mereka singgah. Kemarin saat Saskara menuju ke rumah Bhira, dia yakin masih memakai arloji itu bahkan sampai saat mereka pulang. Lalu kemudian mereka menepi untuk makan disebuah kedai yang ramai akan pelanggan. Dia menikmati nasi goreng dan merasa berkeringat lalu tanpa sengajaㅡ
ㅡtubuh Saskara mematung. Dia ingat dia melepaskan jam tangan itu saat merasa pergelangan tangannya berkeringat. Dia lupa memakainya saat mereka akan kembali. Karena pikirannya sedikit kacau, jadi dia meninggalkan tempat itu tanpa mengingat jam tangan yang ia lepas.
"Bos! Kemana kamu akan pergi, pesawat akan lepas landas sekitar satu setengah jam lagi." Asistennya berteriak saat Saskara bergegas keluar dengan tergesa-gesa.
"Pergilah lebih dulu, aku akan menyusul." Teriaknya sembari menghilang dari balik pintu.
Disisi lain, Bhira berdiri diambang pintu dapur sambil sesekali menolehkan kepala ke pintu keluar dengan harap-harap cemas. Dia merasakan kegugupan dihatinya sejak kedai itu dibuka, sambil memegang arloji ditangannya. Saat Bibi Nani memintanya untuk memasakkan beberapa hidangan, Bhira melirik keluar beberapa kali lagi bahkan kurang fokus dan terus memasukkan bahan yang salah ke dalam masakannya. Paman Tar beberapa kali sempat menyadarkan dan bertanya apa yang terjadi, namun Bhira enggan mengatakan apa-apa.
"Hanes, apa ada orang yang mencari jam tangannya?" Tanya Bhira untuk kesekian kali pada seorang laki-laki yang duduk dibelakang kasir.
Laki-laki bertubuh gembul itu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada siapapun yang mencari jam tangan itu. Ada apa, Rara? Sepertinya kamu sangat menunggu kedatangannya."
Bhira menggelengkan kepalanya dengan penuh kekecewaan. Wajahnya sedikit lesu, dia berjalan lunglai kembali ke belakang. Bertanya-tanya apakah Saskara melupakan jam tangan itu dan tidak akan kembali.
"Ada apa denganmu?" Morise yang baru saja mengantarkan hidangan ke pelanggan menghampiri Bhira yang sedang berdiri bersandar dengan lesu. Dia menjadi semakin penasaran karena tingkah Bhira yang dirasa aneh sejak tadi pagi. "Kenapa kamu sangat ingin bertemu pemilik jam tangan itu?"
Bhira tidak mengindahkan kata-kata Morise. Dia terbungkam lama, seolah enggan untuk bercerita. Tak hanya Morise, berapa banyak pun orang yang bertanya, Bhira tidak akan pernah memberi jawaban. Morise jadi semakin lebih yakin ada yang tidak beres dengan Bhira saat dia melihatnya diam-diam mengusap air mata sambil menatap jam tangan itu. Seolah ada arti tertentu dari jam itu namun dia menyembunyikannya dari semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINDANG [Terbit]
RandomTERBIT! Assalamu'alaikum, hai sahabat pena. Novel Lindang kini terbit lho, tentunya versi cetak lebih ringkas dan lebih rapi. Info untuk pembelian novel Lindang Versi cetak ada di shoppe, bisa langsung klik link-nya di bio atau bisa check out di @fi...