Lindang| Malam Mencekam
***Pada tengah malam, hujan turun sangat deras di luar. Petir melesat melintasi langit, dan seluruh ruangan menjadi terang sesaat. Bhira duduk bersandar di kepala ranjang, menggulung diri dalam selimut dan memeluk kedua lututnya dengan tidak nyaman. Bukannya ia takut akan petir, melainkan Bhira tidak bisa tidur walaupun ia telah berusaha memejamkan kelopak matanya sedari tadi.
Tidak lama setelah itu Bhira mendengar suara ketukan di pintu, dia membuka pintu dan melihat Jovan dengan ekspresi takut berdiri didepannya, mengeluh. "Rara, aku takut. Bisakah aku tidur bersamamu malam ini?"
Bhira menarik pemuda itu masuk kedalam kamarnya dan menutup pintu. Ranjang mereka cukup sempit untuk dua orang dewasa, namun Bhira tidak keberatan membiarkan adiknya tidur dibagian dalam dan ia duduk di sisi ranjang sembari menyelimuti Jovan.
Petir kembali menggelegar di langit. Jovan memejamkan kedua matanya sembari memeluk selimut dengan takut-takut. Tapi sepertinya Bhira tidak ikut berbaring, Jovan membuka kelopak matanya menatap Bhira yang setengah melamun. "Rara, ada apa? Kenapa kamu belum tidur?"
Bhira menyunggingkan senyum tipis dan menjawab, "Aku belum mengantuk. Jo, ada yang inginku bicarakan denganmu."
Jovan memandangi Bhira dengan tatapan polos tanpa mengatakan sepatah katapun seolah memberi Bhira kesempatan untuk melanjutkan kata-katanya. Gadis itu terdiam dalam waktu yang lama, dia menghela napas, mempersiapkan diri untuk bicara.
"Jo, apa kamu benar-benar ingin selalu bersamaku?"
Pertanyaan Bhira yang tiba-tiba lantas membuat Jovan tertegun sejenak, sebelum menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Tidak keberatan jika aku yang merawatmu?"
Mata Jovan berkedip cepat beberapa kali sebelum kembali menganggukkan kepalanya.
"Lalu," jeda Bhira sejenak. "Kamu ingin pergi bersamaku?"
Setelah pertanyaan ini dilontarkan, Bhira tidak langsung mendapatkan jawaban dari pemuda itu. Jovan menatap Bhira tanpa berkedip seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Rara, kemana kita akan pergi?"
"Jo, maafkan aku. Sepertinya aku tidak bisa tinggal disini lebih lama."
"Kenapa?" Jovan bangkit mengubah posisinya menjadi duduk, dia memandangi Bhira dengan ekspresi sedih.
"Seperti yang sudah terjadi, aku tidak cocok berada dilingkungan ini, maksudku keluarga kita. Aku sudah berencana untuk meninggalkan tempat ini dan aku ingin membawamu bersamaku. Kamu akan ikut, kan?" Tanya Bhira di akhir kalimat dengan ekspresi berharap.
Kening Jovan berkerut. Ekspresinya dari bingung menjadi sendu. Jovan tidak dapat mengambil keputusan saat dia memikirkan kedua orang tuanya serta rumah yang telah mereka huni sejak lama. Memikirkan ide ini, Jovan tidak ingin meninggalkan kenangannya ditempat ini dan melarikan diri. Namun dia juga tidak bisa membiarkan Bhira pergi seorang diri dan meninggalkan dia disini. Jovan menjadi bimbang dan sedikit ragu. Dia dengan sedih berkata, "Rara, bisakah kita tinggal disini saja? Aku suka rumah ini."
Bhira dengan keras kepala dan keputusan yang telah ia ambil, menggelengkan kepalanya. "Maaf, Jo, aku tidak bisa."
Keheningan menyelimuti ruangan itu sejenak, Bhira melihat Jovan menundukkan kepalanya perlahan dengan sedih seolah tidak setuju. Bhira mengerti bagaimana kalutnya perasaan Jovan saat ini. Ada banyak kenangan yang tertinggal bersama Fanda dirumah ini, memikirkan pindah, Jovan merasa sangat sedih. Ini seperti dejavu. Bhira sudah pernah merasakan perasaan seperti ini beberapa bulan yang lalu, memang tidak nyaman. Namun Bhira tidak punya pilihan lain selain mengambil langkah agar mereka bisa meninggalkan tempat ini dengan segera.
KAMU SEDANG MEMBACA
LINDANG [Terbit]
RandomTERBIT! Assalamu'alaikum, hai sahabat pena. Novel Lindang kini terbit lho, tentunya versi cetak lebih ringkas dan lebih rapi. Info untuk pembelian novel Lindang Versi cetak ada di shoppe, bisa langsung klik link-nya di bio atau bisa check out di @fi...