Bab 10

4.2K 210 2
                                    

Satu tahun yang lalu

Aku terbangun sendiri pagi itu. Satya sudah berangkat ke kantor, sengaja membiarkanku tidur lebih lama karena dia tahu aku kelelahan. Kami bercinta dua kali tadi malam dan satu kali setelah subuh tadi. Balas dendam, katanya. Mumpung kami cuma berdua di rumah, enggak ada si Betty la fea di kamar sebelah. Aku menepuk bahu Satya pelan karena dia sudah meledek sahabatku tapi juga tanpa malu-malu menuruti ajakannya.

Ketika bangkit dari tempat tidur, badanku terasa sedikit pegal. Hal yang biasa terjadi saat kami melakukannya beronde-ronde. Ketika menatap cermin bisa kulihat seluruh tubuhku dipenuhi jejak-jejak pemujaan suamiku. Melihatnya, aku jadi terbayang betapa liarnya kami tadi malam.

"Semoga si Dedek jadi ya..." Satya meletakkan telapak tangannya di perutku yang sayangnya tak serata perut para model. Dia sering mengatakan itu tiap kali kami selesai. Hal yang sangat manis menurutku dulu, tapi akhir-akhir ini mulai terasa membebaniku.

Sedari awal menikah, aku dan Satya berkomitmen untuk tak menunda punya anak. Meski masih muda, kami berdua merasa sudah siap menjadi orangtua. Tapi sayangnya anugerah itu belum hadir juga walau kami sudah berusaha mendengarkan semua saran dari semua orang.

Aku keluar kamar dan melihat makanan sudah tersedia di atas meja. Ini yang aku suka dari Satya. Dia suka masakanku dan tak pernah protes apa pun yang kumasak, tapi saat dia tahu aku sedang tak bisa memasak maka Satya tak akan segan-segan mengambil alih. Dia juga tak pernah keberatan membantu pekerjaan rumah tangga lainnya.

Tapi wanita mana pun pasti lebih memilih laki-laki yang malas membantu daripada lelaki tukang selingkuh.

Saat hendak mengambil minum, tatapanku bersirobok dengan tempelan surat di kulkas, tempat kami biasa menempelkan segala macam pesan.

Aku pergi ya, Sayang.

Jangan lupa makan, nanti sakit.

Jangan lupa juga kalo aku udah bikin janji sama Dokter Indah nanti siang.

Love u

Ya ampun aku hampir melupakan janji itu!

Satya baru saja mendapatkan rekomendasi mengenai sebuah program kehamilan. Selama ini kami memang belum pernah mencari bantuan profesional karena beranggapan usia kami masih muda dan umur pernikahan kami pun masih belum terlalu lama. Tapi Satya jadi sangat bersemangat saat teman kantornya bercerita mengenai seorang kenalan yang sudah sepuluh tahun berumahtangga dan baru bisa hamil setelah datang ke Dokter Indah. Satya yang bersemangat langsung mengajakku ke sana, tak peduli kalau sekarang masih hari kerja. Tapi praktek Dokter Indah memang selalu penuh, terutama saat akhir pekan. Kami beruntung masih bisa mendapat nomor antrean.

Rencananya siang nanti aku akan bertemu Satya di kantor kliennya lalu kami akan sama-sama ke obgyn. Setelah selesai, Satya akan mengantarkanku ke rumah orangtuanya, tempatku menunggu sampai dia menjemput sepulang bekerja.

Karena hari sudah menunjukkan pukul sepuluh, kuputuskan untuk mandi dan bersiap-siap. Jadi pada saat panggilan telepon itu masuk, aku sudah hampir selesai berdandan.

Satya berpesan agar aku berangkat naik taksi, namun kali ini aku lebih memilih naik ojek online saja. Meski panas dan kurang nyaman, tapi rasanya tak sanggup jika harus menunggu lebih lama lagi. Jalur Depok-Jakarta bukanlah jalur tanpa macet.

Please this is not true..., kata-kata itu selalu kulafalkan dalam hati sepanjang perjalanan.

"Kirain ke sini karena urusan pekerjaan tapi mereka berdua mesra banget. Kadang gandengan, kadang ciuman." Kata-kata si penelepon itu sudah nyaris membuatku setengah pingsan.

Ancai (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang