Bab 11

3.6K 228 5
                                    

Kenapa?

Selama setahunan ini, pertanyaan itu sering bercokol di kepalaku tak peduli seberapa sering aku berusaha mengusirnya.

Kenapa mereka melakukan ini padaku?

Kenapa bisa-bisanya mereka mengkhianatiku?

Kenapa selama ini aku sebodoh itu sampai tak bisa melihat bahwa suami dan sahabatku saling mencintai?

Tapi sejak kapan?

Aku mengingat-ingat lagi perjalanan hidupku bersama Satya dan Rayna. Bisa dikatakan aku cukup yakin bahwa saat Satya memintaku menjadi pacarnya, dia mencintaiku. Dia juga masih mencintaiku saat memintaku menjadi isterinya. Lalu sejak kapan perasaannya dan Rayna tumbuh? Setelah mereka sekantor kah?

Rasanya aku sudah tidak kenal lagi dengan laki-laki yang kunikahi lebih dari tiga tahun lalu. Satya yang kukenal bukan hanya laki-laki yang mencintaiku tapi juga selalu meletakkan kebahagiaanku di atas kebahagiaannya. Nyatanya aku salah besar. Ternyata Satya tak pernah ragu-ragu menyambar kebahagiaannya sendiri meski tahu itu bisa menyakitiku.

Bisa jadi saat itu pekerjaan mereka sedang kosong jadi Satya berpikir mereka bisa melepas rindu sebentar sebelum menemuiku setelah makan siang. Memikirkan dia berencana tidur dengan Rayna lalu menemui dan membawaku ke dokter untuk melakukan program kehamilan sehingga kami bisa membangun keluarga sendiri, benar-benar membuatku mual.

Lalu Rayna, mungkinkah dia sudah mencintai Satya sejak dulu? Apa Irwan cuma pelariannya saja? Selama ini tingkah laku mereka memang seperti kucing dan anjing. Rayna tak segan-segan menunjukkan ketidaksukaannya pada Satya. Dia juga bisa dibilang tak setuju saat kami menikah meski pada akhirnya berkata turut berbahagia untukku. Mungkinkah itu untuk menutupi perasaan yang sebenarnya?

Kalau saja dulu Rayna berkata dia menyukai Satya, aku pasti tak akan menerima pernyataan cinta lelaki itu. Sisters before misters, right? Bahkan, aku saja tak menyadari perasaanku pada Satya kalau saja saat itu Rayna tak membuka mulut. She encouraged me. Jadi kenapa dia baru memutuskan untuk mengambil Satya setelah kami menikah? Kalau begitu mungkin perasaannya pada Satya memang baru tumbuh setelah mereka sering bersama.

Pertanyaan-pertanyaan itu, sebetulnya bisa saja kutanyakan ke orangnya langsung saat ini.

Zainab mendapatkan tugas luar ke Jakarta jadi hari ini aku hendak menemuinya. Kami janjian di kafe dekat hotelnya. Saat aku hendak masuk, pasangan kekasih itu baru akan keluar. Kami bertiga berserobok di depan pintu.

Tampaknya aku berharap terlalu tinggi pada keberuntunganku. Sebelumnya kukira aku tak akan pernah bertemu lagi dengan mereka berdua. Tapi ternyata takdir masih senang bermain-main dengan hidupku.

Pertemuan antara mantan isteri dan mantan suami yang sedang bersama kekasih barunya yang kebetulan merupakan mantan sahabat si mantan isteri bukanlah jenis pertemuan yang akan dikategorikan oleh siapa pun ke dalam pertemuan ideal. Terlihat jelas kami bertiga sangat terkejut. Rayna bahkan sampai melongo. Anehnya aku bisa melihat kalau kami bertiga bernasib sama. Sama-sama kehilangan berat badan selama setahunan ini. Baguslah. Aku tak senang kalau jadi langsing sendirian.

Satya adalah orang pertama yang tersadar dan melakukan tindakan. "Sayang..." Dia memanggilku dan maju selangkah untuk meraih kedua bahuku. Ya ampun dia betul-betul gila ya. Bisa-bisanya memanggil mantan isterinya 'Sayang' di depan pacarnya sendiri.

Tentu saja aku melakukan hal paling masuk akal yang bisa diharapkan dari seorang mantan isteri yang disakiti. Aku memberi mereka pandangan berapi-api dan senyuman sinis sebelum kemudian berbalik pergi. Segera kutelepon Zainab untuk membatalkan pertemuan di kafe. Lebih baik kami bertemu di hotelnya saja.

Ancai (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang