Bab 13

3.8K 248 7
                                    

Serius tanya: cari dukun santet dimana sih?

Begitu melihat sosok-sosok yang ada di dalam kafe, aku betul-betul ingin menyantet Dimas. Sementara itu, orang yang ingin kusantet hanya menunjukkan tampang pura-pura tak bersalah sembari mengeratkan pegangannya padaku. Lo bego buangettt, Aini, sumpah! Bisa-bisanya lo masuk wilayah musuh dengan kemauan sendiri!

"Are you kidnapping me?" Desisku marah.

Satya yang menyadari kami sudah datang langsung berdiri menghampiri. Dia memegang lenganku yang satu lagi lalu menyuruh Dimas pergi.

"Lo tunggu di luar..." Perintahnya.

"Apa-apaan...?!" Aku sudah tidak dapat mengontrol volume suaraku lagi.

"Sayang, please, kita duduk dulu. Ada hal yang harus dibicarakan."

"Semua udah dibicarakan di pengadilan!" Aku meronta, mencoba melepaskan diri dari pegangannya. Tapi tak berhasil.

"Aku enggak akan pernah ngelepasin kamu lagi. Hari ini semuanya mesti clear."

"Enggak mau. Lepas!" Aku masih terus mencoba tapi Satya tak bergeming. Akhirnya setelah sadar semua ini tak ada gunanya malah semakin membuatku menjadi tontonan orang-orang, aku pun memutuskan untuk mengikuti permainan.

"Fine! Kamu mau ngomong? Oke!" Aku mendahului melangkah ke meja mereka. Satya segera mengikuti tapi tetap tak melepaskan pegangannya.

Aku memperhatikan siapa-siapa saja yang ada di situ. Rayna (tentu saja), seorang laki-laki paruh baya yang tak kukenal, dan... Dito?

"Di sebelah sini, Sayang." Satya menunjukkan dua bangku kosong di seberang lelaki tak dikenal itu. Kami berdua duduk dan Satya memindahkan pegangannya ke telapak tanganku. Genggaman kami begitu erat. Ya ampun, apa pikiran pacarnya kalau melihat dia seposesif ini padaku. Penasaran, aku melirik Rayna. Tapi ekspresinya biasa saja. Dia bahkan tersenyum padaku.

"Oke..." Kataku tak membalas senyum itu. "Kalian mau bicara kan? Silahkan bicara sekarang." Asal jangan bicara tentang pernikahan itu. Konyol banget kalau mereka melakukan ini hanya untuk meminta restu.

Tapi apa hubungannya dengan Ardito?

"Belum. Kita tunggu satu orang lagi." Kata Satya.

"Itu mereka!" Seru Rayna yang duduk di seberang kami jadi pandangannya bisa tertuju langsung ke arah pintu masuk.

Aku menoleh ke belakang. Pandanganku tertuju pada Dimas yang sedang memegang erat seorang wanita. Persis seperti yang dia lakukan tadi padaku. Wanita itu juga meronta, dan sama sepertiku dia juga tak berhasil lepas. Dimas menyeretnya ke meja kami.

Tania?

"Oke, karena sudah berkumpul semua mungkin Pak Tiyok bisa mulai?" Kata Satya pada lelaki tak dikenal itu.

*

Sembari mendengarkan penuturan Pak Tiyok, aku bertanya-tanya apakah seseorang sudah mencerabutku dari kehidupan yang normal lalu memasukkan diriku ke dalam novel dengan alur yang buruk. Pada awalnya aku bisa mendengarkan dengan seksama tapi lama-kelamaan kepalaku pusing. Aku tak terlalu bisa mencerna seluruh obrolan itu. Apa yang disampaikannya benar-benar mengguncang seluruh realita yang kutahu selama ini.

Sekali lagi, duniaku musnah.

Aku tak tahu harus berpijak di mana. Aku tak tahu siapa yang harus kupercayai. Aku betul-betul gamang.

"...jadi berkat penyelidikan itu saya bisa mengambil kesimpulan kalau semua terjadi karena dimanipulasi Bu Tania. Dengan dibantu Pak Ardito tentu saja."

Ancai (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang