Bab 15

4K 174 4
                                    

"Kamu yakin enggak mau aku temenin?"

"I really appreciate that, Mas." Sama seperti Wildan, aku pun kembali memanggil Satya 'Mas.' "Tapi aku harus melakukan ini sendiri." Karena aku masih belum sanggup ketemu kamu.

Kemarin aku meminta nomor kontak Pak Tiyok dari Satya. Dia mengerti kalau aku ingin bertemu dengan detektif swasta itu sendiri tapi tetap menawarkan diri untuk mengantar.

"Bu Aini?" Pak Tiyok menyalamiku saat kami bertemu di kantornya. "Senang melihat Bu Aini membaik, tidak sepucat beberapa hari yang lalu."

Aku hanya tersenyum.

"Jadi apa yang bisa saya bantu, Bu?"

Setelah Pak Tiyok bertanya seperti itu, aku malah meragukan tujuanku sendiri. Apa yang sebenarnya sedang kulakukan sekarang? Tak bisakah aku percaya saja dan mengakui bahwa aku salah lalu meminta maaf pada semua orang?

"Saya... mungkin ini terdengar agak aneh, Pak. Tapi saya..."

"Kata Pak Satya, Bu Aini mau menyelidiki ulang?"

"Saya bukan mau menyelidiki ulang, Pak. Saya cuma..."

"Bu Aini butuh lebih diyakinkan?"

"Maaf kalau saya seperti tidak mempercayai Bapak." Aku merasa tak enak

Pak Tiyok menggeleng sambil tertawa. "Tidak masalah, saya mengerti." Kata-katanya sedikit meringankan hatiku. "Jadi Ibu mau mulai dari mana?"

"Bagaimana...bagaimana kalau Bapak yang menentukan?"

*

"Harus diakui dia cukup pintar karena tidak membeli secara online. Memang lebih mudah, tapi juga terlalu meninggalkan jejak." Pak Tiyok mengajakku berbincang setelah kami keluar dari tempat Tania membeli Gamma-hydroxybutyrate (GHB) yang dipergunakannya untuk membius Satya dan Rayna. "Saya cukup sulit untuk mencari tahu dimana karena dia membelinya secara tunai. Tapi saat ketemu, saya bahkan menemukan rekaman CCTV dari toko seberang yang dengan jelas menunjukkan itu dia. Membujuk penjualnya juga bukan hal yang sulit. Uang selalu punya kekuatan."

"Kemarin Ardito menghubungi saya. Dia bilang dia memutuskan mundur setelah mengetahui rencana tentang obat bius itu."

"Mungkin bisa dibilang seperti itu." Kata Pak Tiyok. "Kalau menurut penuturannya pada saya, Pak Ardito tidak pernah setuju penggunaan GHB dalam rencana mereka lalu Bu Tania menyetujui dan berkata mereka akan menjalankan rencana seperti biasa. Tapi ternyata sebelumnya Bu Tania sudah mengatur agar Pak Satya dan Bu Rayna meminum minuman yang sudah dicampur GHB di dalamnya. Saat itu Pak Ardito belum datang jadi dia tidak tahu persis bagaimana proses pemberian minuman tersebut. Ternyata waktu kedatangan Pak Ardito memang sudah diatur. Lalu dengan berbagai alasan Pak Ardito membawa Pak Satya dan Bu Rayna ke kamar yang sudah disiapkan. Setahu Pak Ardito, kamar tersebut diambil hanya agar mereka dapat akses untuk naik lift, bukan untuk dipergunakan. Rencananya di lorong kamar itu, orang suruhan Bu Tania akan mengambil foto dari angle tertentu sehingga Pak Satya dan Bu Rayna terlihat seperti sepasang kekasih gelap yang hendak check in. Itu adalah rencana yang diketahui Pak Ardito. Tapi ternyata obat tersebut bereaksi dan keduanya pingsan. Pak Ardito yang tak suka langsung pergi dan orang-orang sewaan Bu Tania yang mengambil alih. Kejadian berikutnya Ibu sudah tahu."

"Tapi...tapi bagaimana bisa Tania memikirkan hal ini? Apa dia penjahat profesional?"

"Kalau Bu Aini pernah membaca kasus pemerkosaan menghebohkan di Inggris beberapa waktu lalu yang dilakukan oleh Orang Indonesia, modus operandinya kurang lebih sama. Berita tentang pemerkosaan itu tersebar dimana-mana, termasuk caranya melakukan kejahatan dan jenis obat bius yang digunakan, semuanya diketahui publik. Saya rasa Bu Tania hanya mencontoh." Pak Tiyok menjawab pertanyaanku. "Bu Tania memang penjahat amatir tapi tidak bisa dibilang bodoh juga. Dia bahkan bisa berpikir untuk menghilangkan rekaman CCTV hotel. Tapi untungnya tetap bisa saya dapatkan."

Ancai (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang