Hello guys!! Aku comeback dengan cerita terbaru lagi!!
Cerita ini mengandung adegan dewasa, namun tidak secara eksplisit; pemikiran orang dewasa yang agak sulit untuk dimengerti oleh anak-anak. Dan juga beberapa adegan dewasa.
Aku udah ngasih tanda peringatan yah, untuk itu mohon lebih bijaksana dalam memilih bacaan!
•••
Gadis dengan tubuh gempal itu memakai celana jeans ukuran xl miliknya dengan susah payah. Dia––si Adira Amanta. Gadis yang memiliki berat badan tujuh puluh lima kilo gram.
Dengan wajah bulat, rambut sepinggang membuat dirinya semakin dipandang risih oleh orang-orang yang ditemuinya. Bahkan teman-teman di perusahaan tempatnya kerja pun tak ada yang mau betah lama-lama dengannya. Tentu hal itu bukan karena perihal berat badan saja, tetapi juga pakaian yang dikenakan terlihat begitu kolot, berbanding terbalik dengan teman-teman di tempatnya kerja yang begitu memperhatikan kemodisan dalam berpakaian.
Menatap wajah kuning langsat pada cermin yang tingginya hampir sama dengan tinggi badan Adira.
Gadis itu tersenyum cerah dan sudah siap untuk berangkat kerja meskipun banyak kendala yang akan dihadapi saat di tempat kerja nanti. Dan juga Adira tak sabar bertemu pria yang dikaguminya akhir-akhir ini.Tok tok tok
Pintu diketuk dari luar membuat gadis itu menoleh dan menyahut, "Masuk aja, Dira di dalam." tak berselang lama, pintu kamar pun terbuka dan mendapati sang mama pelakunya.
"Mama ... kirain tadi Bibi, belum berangkat kerja, Ma?" tanya Adira merasa bingung akan kedatangan sang mama di kamar. Gadis itu melangkah mendekati sang mama sembari mengambil tas selempang sebatas pinggang.
Wanita paruh bayah itu tersenyum sekilas, lalu berkacak pinggang." Mama nggak bisa berangkat kerja, kalau nggak ngeliat kamu makan. Mama udah bilang sama kamu untuk diet, Non. Turuti kata Mama dulu. kamu nggak takut obesitas huh? Ini untuk kebaikan kamu loh, Sayang!" ujar sang mama frustrasi membuat Adira mendengus malas pada sang mama.
"Ma, Pliss. Ini tubuh Dira ... Nggak usah urusin Dira deh, aku udah gede ... Aku bukan Gevan yang masih anak SMA!" ketus Dira membandingkan dirinya dengan sang adik. Gevan Bramanta. Adik bungsu dari Dira yang masih menduduki bangku sekolah menengah.
"Dira! Kamu nggak malu sama temen-temen Mama? Saat arisan atau bahkan temen kerja Mama datang berkunjung, terus ngeliat tubuh kamu kayak gini ... Oh no! Nggak! Mama nggak mau kamu jadi bahan gosipan mereka!" tegas sang Mama membuat Adira naik pitam.
"Oh, jadi mama malu karena tubuh aku kayak gini? Apa mama pikir aku mau punya berat badan kayak gini, iya? Salah siapa yang sering beri vitamin ini, vitamin itu untuk tubuh Dira! Sekarang udah badan gede malah nggak suka!" katanya dengan nada meninggi, lalu pergi keluar begitu saja dari kamar menuju meja makan.
"Dira! Mama belum selesai ngomong! Dira!!" teriak sang mama menggelegar sembari memijat pelipisnya yang ngilu.
"Astaga ... Anak gue kenapa keras kepala banget." gumamnya pelan, lalu getaran pada ponsel membuat Riana tersadar dari lamunan. Lantas mengambil dan mengangkat sembari melangkah keluar dari kamar sang putri setelah menutup pintu kamar.
Kedatangan Adira dengan wajah yang masam membuat sang Papa mengerutkan dahi binggung, setelah menyadari bahwa pasti ada kaitannya dengan teriakan menggema sang istri dengan wajah murung itu.
"Nona ... kenapa lagi? Masa mau berangkat kerja gini masang muka masam gitu sih, malu nanti sama boss-mu." ujar sang papa membuat Adira yang sedang menyendok nasi goreng pada piring terhenti.
"Mama tuh, Pa. Ngeselin deh, masa nyuruh Dira untuk diet. Nggak mau lah, Dira nggak suka nahan lapar," cetusnya pelan membuat sang papa mengangguk mengerti. Tak heran sang papa tak kaget tentang apa yang diceritakan sang putri—setiap hari, di rumahnya selalu mempermasalahkan hal tentang tubuh.
Menghela napas berat, Varion pun mengelus puncak kepala sang anak gadis dengan penuh kasih sayang. "Sudahlah, senyum dulu. Nggak usah dengerin kata mama mu itu, yang pentingkan Dira bahagia ...." celetuk sang papa membuat Adira tersenyum lebar. Sang Papa selalu membelanya. Dan Adira menyukai itu.
"Bela terus ... Anak - anak jadi pembangkang karena kamu manjain, Mas! Heran aku sama kamu, kenapa coba biarin Dira makan apa saja. Dia udah dewasa loh, udah harus jaga penampilan diri. Kamu mau anak kamu jadi perawan tua!" ujar sang Mama sembari menarik kursi dan duduk di samping sang suami, tanpa menoleh pada sang putri yang kini menghela napas berat.
"Nggaklah, anak aku tetap cantik. Pria siapa coba yang berani nolak anak manis Papa ini hum?" ujar Varion lagi sembari menoel pipi tembem sang putri—Adira tertawa kecil karena kegeliaan. Riana mendengus melihatnya.
"Dira, stop makan nasi goreng ... ini makan buah aja. Penting jaga kesehatan, kecantikan juga!" tegas Riana sembari menjauhkan sepiring berisi nasi goreng yang masih utuh dan menggantikan dengan sepiring buah apel yang sudah terpotong.
"Ma!" protes Dira, sang mama tak menghiraukannya. Sedang Varion, menghela napas berat melihat tingkah istri dan anaknya.
"Aku nggak mau makan!" kata Dira keras kepala dan menjauhkan sepiring buah apel yang sudah dipotong itu darinya. Adira pun beranjak dari kursi dan pamit pada sang papa untuk berangkat kerja.
"Nggak pamit sama Mama kamu?" tanya Riana ketus membuat langkah Dira terhenti. Menoleh dan berdecak pelan.
"Males." sahutnya pelan, lalu pergi begitu saja keluar dari rumah dengan langkah lesu.
"Laper ...."gumamnya dengan rengekan manja. Setelahnya memasuki mobil.
Alih-alih melajukan mobil ke kantor, gadis itu malah melajukan mobil menuju warung terdekat. Dira sungguh benar-benar lapar.
Setengah jam Dira memakan waktu untuk mengisi perut, kini gadis itu pun sampai di kantor. Dan tak ada perubahan yang signifikan yang perlu untuk membuat hati Dira berbunga-bunga, selain pria tampan yang sangat dikagumi Adira.
Namanya Abraham, pria pekerja keras, sangat gentle dan tampan tentu saja. Dira bahkan dibuat terkesima disetiap harinya. Abraham bekerja di divisi bagian marketing dan merupakan managernya.
Abraham adalah pemimpin semua kampanye pemasaran perusahaan dan mengatur semua strategi pemasaran yang dibuat. Bagaimana Adira tidak terkesima pada pria itu.
Sedangkan Adira, bekerja dibagian divisi personalia. Divisi departemen yang bertugas melaksanakan serangkaian kegiatan pengelolaan Sumber daya manusia untuk hal-hal yang terkait administratif guna mengatur hubungan kerja antara perusahaan dan karyawannya.
Baru saja menduduki kursi, Abraham melewati ruangan divisi personalia membuat Adira sontak merapikan rambut agar lebih rapi. Gekstur andalan untuk menarik perhatian Abraham. Tapi sayang pria itu tak melirik Adira sedikit pun. Adira hanya tersenyum kecut, gadis itu tidak akan menyerah untuk mendapatkan perhatian Abraham.
Membuka laci pada meja kerja dan Menatap pada kotak hitam kecil berhiaskan pita yang dibuat secantik mungkin. Adira membuka dan tersenyum saat melihat isinya. Jam tangan hitam mahal. Iya, itu adalah jam tangan royaleks yang Adira beli dengan uang gaji yang ditabungnya. Adira hendak memberikan pada Abraham di pria yang selalu disiplin soal waktu.
Adira yakin sekali, Abraham akan menerimanya. Bukan barangnya saja tetapi perasaan tulus yang Adira rasakan selama ini.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
OH MY FAT! END (REVISI)
RomancePertemuan pertama dengan sang boss baru, Liamdro jeams yang datang berkunjung ke kantor cabang membuat perubahan signifikan pada diri Adira.