64 | Awal yang baru (Ending)

5.1K 117 3
                                    

Happy New Year Guys!

***

Setelah acara pertunangan selesai, aku dan Liamdro diboyong ke rumah kami berdua bersama keluarga Liamdro. Tentu saja permintaan dari ayah dan ibu Liamdro. Aku pun mengigit jari begitu mereka akan melihat rumah kami.

"Wah rumahnya keren dan elegan. Buat tamu yang datang jadi nyaman."ujar ibu dari Liamdro dengan wajah berbinar. Aku terkekeh pelan sembari mencari kesana kemari wajah Liamdro yang tidak ku dapat batang hidungnya.

"Adira dipanggil nona yah di rumah? Itu sapaan untuk anak perempuan?"tanya ibu Liamdro membuat aku ikut mendekat dan duduk di sofa bersama ibu Liamdro.

"Iya, ibu. Itu sapaan untuk anak perempuan dari NTT."ujarku membuat ibu Liamdro mengangguk paham.

"Kalau begitu, Ibu boleh nggak panggil kamu nona?"ujar Ibu membuat aku hampir tersedak. Sungguh?

"B-boleh dong Ibu."ujarku dengan terbata karena terkejut.

"Kamu bukan pacar Liam lagi, tapi kamu tunangan Liam, calon istri Liam yang sebentar lagi akan menikah."ujar ibu membuat aku terdiam dengan senyum teduh. Ibu menarik punggung tanganku dan mengelusnya lembut.

"Terima kasih yah, sudah mau sama Liam. Ibu tahu banget sama sifat Liam yang keras kepala itu, tapi kamu Sabar. Ya namanya jodoh yah nggak sih."ujar Ibu membuat aku mengangguk menyetujui. Meskipun terkadang sifat menyebalkan Liam akan membuat kesal, tetapi justru hal itu tidak menimbulkan rasa benci pada Liamdro. Itu namanya kasih.

Setelah beberapa lama aku dan ibu Liamdro berbincang, aku pun menyiapkan diri untuk berangkat kantor. Tentu saja ini aku lakukan karena sudah cuti dua Minggu lebih. Aku juga dipulangkan lebih awal, sedangkan papa, mama dan Gevan yang tetap berada di Labuan Bajo untuk menemani pengobatan Oma hingga sembuh.

"Hallo Dira, udah selesai liburannya? Kerjaan lo, gue yang beresin."ujar Cindy dengan wajah sinisnya sembari kembali fokus pada layar komputer. Aku tentu merasa bersalah karena tugasku dilimpahkan pada Cindy.

Aku pun merogoh tasku, lalu mengambil coklat yang aku simpan di tas sebagai simpanan ketika aku merasa bosan. Aku menyodorkan kotak coklat itu pada Cindy dengan senyum teduh.

"Terima kasih yah Cindy. Gue nggak bermaksud kok, karena kemarin juga gue buru-buru makanya cuti."ujarku menjelaskan seadanya. Cindy melirik coklat pemberianku dan tersenyum lebar.

"Makasih coklatnya, udah mahal lagi coklatnya. Beli oleh pak Liam yah. Wah enak bener jadi lo, ketumpahan rezeki."ujar Cindy sembari memakan satu coklat dengan mata melirik sekilas padaku. Aku hanya terdiam, lalu mengendikan bahu tak peduli dan kembali menarik kursi untuk aku duduki.

"Guys! Gue punya berita lebih heboh terkait sama perusahaan!"teriak Cindy sembari kembali menyuapkan coklat pada mulutnya. Semua menoleh tak terkecuali aku yang sedang sibuk membalas pesan dari Liam.

"Kemarin pada heboh banget. Ternyata Adira udah tunangan yah ... masa parah banget nggak ngundang divisi kita."ujar Cindy berhasil membuat aku terkejut dengan tubuh menegang. Aku mengalihkan tatapan pada semua orang yang kini menatapku penuh tanya.

"Ah, itu. S-soryy ... buru-buru banget. Lagian tunangan aku acara kecil-kecilan aja."ujarku beralibi. Aku menoleh pada ponsel yang terus berdering pertanda Liamdro terus mengirim pesan beruntun.

Aku berdecak, lantas mematikan ponsel begitu saja. Lalu menghembuskan napas begitu melihat Cindy mulai berulah kembali.

"Ngapain sih harus ngerasa rendah diri, padahal kan kita juga mau ikut ramaikan sebagai bentuk kekeluargaan kalau lo bagian dari Divisi personalia."ujar Cindy begitu asal ceplos membuat aku merutuk wanita itu di dalam hati. Gimana mau undang, bos loh noh calon gue! Ingin sekali Aku berteriak demikian, tetapi tidak akan aku biarkan itu terjadi. Aku masih harus lebih profesional.

Astrid tiba-tiba menghampiri mejaku, aku pun mendongak dan menatapnya dengan alis terangkat. "Lo beneran udah tunangan?"tanya Astrid setelahnya. Aku terdiam lama menatapnya, lalu mengangguk. Hal itu berhasil membuat semua rekan mendekat pada meja kantorku.

"Dira kok lo nggak ngundang kita sih, padahal sedivisi itu yah harusnya sih ngundang. Itu namanya ngehargai kita sebagai sesama divisi."ujar Santi gadis berkacamata besar yang menatapku heran. Aku juga merasa bersalah, tapi keadaan calonnya ini yang dipermasalahkan. Liamdro adalah direktur di kantor.

"Guys! Udah lihat foto ini nggak!"teriak Sisil memasuki ruangan dengan layar ponsel yang memperlihatkan sebuah postingan.

"Ini Pak Liam bukanya!"teriak heboh Cindy begitu mendekat menyipitkan mata menatap layar ponsel milik Sisil dengan mata membulat terkejut. Mendengar kehebohan itu, Astrid ikut mendekat dan memperhatikan dengan wajah tak dapat dibaca. Aku terdiam kaku dalam duduk. Bahkan ruangan  hanya terdengar suara ponselku yang bergetar.

"Jadi ...  Lo beneran pacaran sama Pak Liam! Berarti bener yang gue lihat selama ini!"teriak Santi dengan wajah kaku. Wanita itu sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan saking terkejutnya. Aku tercekat bahkan untuk menelan ludah rasanya sulit. Tanganku sampai berkeringat.

"Yang bener Lo!"teriak Cindy ikutan heboh. Bahkan wanita itu berlari mendekati Santi guna memperjelas akan perkataan Santi. Aku, masih terdiam kaku dengan wajah menatap datar pada layar monitor yang menampilkan grafik keuangan awal bulan ini.

"Iya bener, aku pernah lihat dia sama pak Liam makan-makan sama kolega bisnis pa Liam."ujar Santi lemah membuat aku merasakan jantungku berdetak sangat kencang dan bahkan kini tanganku berkeringat.

Astrid menarik dagu ku agar mendongak. Begitu tatapan kami beradu, aku menatap Astrid datar. Wanita itu menatapku penuh kebencian. Lantas apa alasan tatapan itu begitu penuh kebencian. Aku bertanya-tanya dalam benakku.

"Lo ngambil segala hal punya gue. Sekarang Lo ambilnya yang di atas gue. Lo benar-benar penghalang kebahagiaan gue."ujar Astrid penuh dengan ngos-ngosan bahkan menatapku dengan begitu muaknya.

Aku melepas dengan kasar kuku lentik milik Astrid yang menekan kulit daguku. Aku tidak ingin hal ini menjadikan aku wanita lemah.

"What? Penghalang kebahagiaan? Yang bener aja. Lo aja yang kurang bersyukur sama yang lo punya. Kalau kata  gue sih, pantas aja pak Abra mendua."ujar ku sembari berbisik pada telinganya, lalu melangkah keluar meninggalkan Astrid yang menegang di tempatnya.

Namun, beberapa langkah mencapai pintu, aku menghentikan langkahku lagi. "Oh iya, hati-hati sama makanan yang lo makan, takutnya nggak salah apa -apa dimuntahin."ujarku melanjutkan dengan wajah datar, lalu setelahnya benar-benar keluar.

Begitu aku keluar dari ruanganku yang begitu menyesakkan, aku mendengar teriakan menggema Astrid yang memakai diriku. Aku tidak peduli. Untung saja Manager sedang melakukan perjalanan keluar kota.

Aku melangkah menuju lift, tapi Lift masih belum terbuka. Aku menatap jam tangan sembari menunggu lift terbuka dan sekitar dua menit aku menunggu, akhirnya Lift pun terbuka. Baru saja hendak masuk, justru aku mendapati Liamdro yang menatapku dengan tatapan berbeda. Pria itu keluar dari lift dan menghampiriku.

"Babe ... It's okay?"tanya Liam mendekatiku lalu menggendongku ala bridal style dan memasuki lift kembali.

"Liam ... Aku boleh nggak cuti sebentar aja. Hati aku sakit banget." ujarku sembari menyandarkan kepala pada dada bidang Liamdro. Puncak kepalaku dihadiahi kecupan lama.

"As you wish, Sayang."gumam Liamdro penuh kelembutan membuat aku terisak karena rasa haru. Aku bersyukur memiliki Liamdro ditengah aku harus mengalami hal buruk di tempat kerja.

Dibenci bukanlah hal yang mudah, tetapi caraku menyikapinya. Lagipula dibenci itu adalah perasaan si pembenci. Aku tidak bertanggung jawab akan hal itu. Dibenci hal yang di luar kendaliku.

End!

Holaaa, terima kisah guys sudah membac 'OH MY FAT' sejauh ini! Aku sedih banget karena cerita kesayangan teman-teman sudah berakhir. Tapi aku juga masih sementara menulis untuk sequelnya yah. Nantikan saja. Aku akan informasi lebih lanjut soal sequel nya🎉🎉

OH MY FAT! END (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang