01 |Si Kolot✅

13K 438 4
                                    

- Si Kolot

Kali ini, Adira tidak sarapan di rumah membuat Riana kebingungan. Awalnya wanita paruh baya itu berpikir bahwa anak gadisnya sudah mau menurunkan berat badan dengan diet sehingga Riana senang bukan main. Saking bahagianya, Riana menghadiahi sang putri peralatan makeup.

Namun, saat malam hari sepulangnya dari tempat kerja, Riana dibuat berang begitu melihat sang putri tengah duduk di kursi dengan semangkok bakso yang tengah disantapnya.

"God! kamu selalu buat Mama naik darah! Dira .... Kamu nggak diet Hidup sehat itu penting Non, kamu n ggak takut obesitas hah?" ujar Riana mnggelegar membuat Adira terkejut lantas tersedak.

"Astaga! Nona nggak baik makan siap saji apalagi mengandung sambal begituan, micin tinggi! Nggak sehat Dira" ujar Riana dengan berkacak pinggang sedang Adira sendiri sibuk dengan semangkok bakso yang sebentar lagi tandas itu.

"Ngomong sama kamu kayak ngomong sama diri Mama sendiri, yaudahlah. Terserah kamu. Mama capek ngomel!."ketus Riana sembari melangkah pergi meninggalkan Adira yang mengunyah dengan pikiran berisik memikirkan perasaan tak berbalasnya.

Begitu selesai dengan makan-makan, Adira rasa hormon dopamin sedang tidak berpihak padanya. Adira justru merasa sedih mengenai perasaanya. Mencuci piring bekas makannya lalu menuju kamar. Adira ingat, masih ada camilan untuk ngemil malam ini.

"Ciki gue mana? Jajanan gue mana!" ujarnya tak terima. Benar-benar merasa marah karena tak menemukan keberadaan Ciki-ciki yang di stoknya di dalam lemari pendingin. Semuanya ludes tak tersisa.

"Ma, ciki aku mana? Jajanan mana!" ujar Adira menghampiri sang mama yang tengah menuangkan segelas air rendaman timun pada gelas lalu diteguknya.

"Udah di kasih ke anak si Bi Nara siapa tuh namanya ... marni kalau nggak salah. Dira, kamu udah dewasa, nggak seharusnya makan jajanan kayak gitu. Diet sekarang! Nggak kira - kira kamu kalau soal makanan! Sana tidur!" tegas sang mama penuh marah sembari berkacak pinggang membuat Adira menatap sang mama penuh kecewa.

"Kenapa mama gini sih, kenapa nggak kayak dulu? Mama dulu selalu bilang sama aku kalau mau gemuk harus makan banyak, jangan takut makan. Malu dikatain krempeng sama tetangga. Kenapa sekarang malah kebalikan! Aku kesal banget! Aku nggak bisa mengekpresikan diri, Sekalian aja larang aku biar nggak makan, biar mati sekalian! " amuk Adira disela tangis lalu kembali melangkah ke kamar dan menutup pintu kencang.

Riana menghela napas berat lalu mengelus dada penuh kesabaran. Banyak hal yang perlu diluruskan, tapi untuk sekarang Riana memberikan ruang untuk sang putri sendiri.

"Cuman Papa sama Gevan yang ngertiin aku, Gevan juga ... kemana sih, main ke rumah teman sampai malam gini, nggak ada kan yang belaian pas Papa lagi tugas ke luar kota gini." sungutnya penuh Kekesalan sembari menghapus lelehan air mata yang mengalir dipipi.

Varion---sang papa bekerja sebagai seorang pilot sehingga tak heran pria paruh baya itu sangat jarang di rumah sedangkan Sang Mama---Riana bekerja sebagai dokter kecantikan sehingga tak perlu dipertanyakan lagi, wajah milik Riana sangat awet muda dan sehat. Namun, Adira sangat tak suka memakai make up di wajahnya atau merawat diri dengan barang-barang kecantikan yang Adira tidak tahu- menahu soal dunia kecantikan.

Merias diri menurut Adira sama halnya seperti membuat dirinya sangat berbeda. Di lemari make up Adira sangat banyak dan Adira tak pernah memakai sama sekali. Adira benar-benar ingin makanan bukan makeup.

***

Kunjungan boss dari kantor pusat membuat seluruh pekerja di perusahan sibuk. Adira jadi kebingungan lantas beberapa sedang mmebahas soal drees code untuk penyambutan sang boss besar.

"Hem, Sindy ...." panggil Adira pelan membuat Sindy sontak menoleh dengan malas.

"Kenapa?" jawabnya dengan enggan. Adira tersenyum sekilas.

"Kok pada bahas baju yah? Setau aku kunjungan boss besok tetap aja pake baju kantor kan?" katanya pelan mendapat putaran mata dari gadis bersurai panjang dengan dandanan sangat modis itu.

"Adira please deh, makanya baca grub. Lo kudet amat sih, ponsel mahal, tapi kayak nggak ada guna banget." cibir sindy membuat Adira terdiam. Gadis itu tak memikirkan perkataan Sindy, dirinya masih memikirkan pakaian apa yang perlu dipakainya besok.

"Oke, terima kasih Sindy." kata Adira dengan sangat lembut, tetapi hanya dibalas deheman singkat dari Sindy.

Ketika Adira kembali ke tempat duduk semula, Adira pun mengambil ponsel yang menganggur begitu saja di meja kerjanya. Adira memantau grub chat umum perusahaan dan mulai membaca informasi baru.

"Kalau besok waduh berarti nggak ada kerjaan dong. Pesta yah, gue punya baju yang bagus nggak yah? Haduh puyeng gue!!" gumamnya memekik pelan lalu melirik sekitar yang kini fokus pada kerjaan masing-masing.

Tak lama kemudian, pintu di ketuk membuat atensi semua yang berada di ruangan kerja itu terlalihkan pada asal suara. Begitu Adira menatap lama dan jantungnya seketika berdetak kencang.

"Halo Pak Abra!"sapa semua dengan ramah yang dibalas pria pemilik nama Abraham Dengan tak kalah ramah.

"Halo juga semuanya!"

Adira menyapa bahkan melambai membuat Abraham tersenyum sembari mengerutkan hidungnya. Melihat itu saja, Adira hampir menceburkan dirinya pada air di toilet perusahaan saking salah tingkahnya. Namun, tak berselang lama perasaan berbunga itu hanya seperkian detik begitu Adira melihat pria idamannya datang dengan tujuan menemui Astrid--rekan kantornya.

"Saya permisi yah!"ujar Pak Abraham sembari menarik lengan Astrid lembut keluar dari ruangan disusul godaan dari beberapa rekan kerja.

Astrid cukup membuat Adira merasa tak percaya diri. Astrid Gadis yang paling cantik di divisi Personalia. Pria itu berbicara dengan Astrid dengan begitu intim dan sangat romantis membuat jantung Adira terasa remuk dan cara pak Abraham menatap Astrid sungguh membuat Adira ingin pergi dari ruangan yang entah mengapa terasa panas dan pengap untuknya.

"Astrid cantik kan? Cocok banget dia sama Pak Abraham ... uh, couple paling sweet tahun ini." kata Sindy yang entah sejak kapan sudah mendekatkan kursi miliknya mendekati Adira yang menidurkan kepala pada meja.

"Iya."jawab Adira seadanya membuat Sindy mengendikan bahu lantas kembali menuju meja.

"Ehm, pak Abraham pacaran sama Astrid?"kata Adira pelan sembari mengangkat kepala hingga kini bertatapan dengan Sindy.

"Otw, masih pdkt sih, gue mah, selalu dukung si Astrid. Gue netral. Asal kalau udah jadian yah party!" ujar Astrid sembari melirik Adira dengan mata memicing curiga. Adira seketika gelagapan.

"Lo kenapa? Nggak setuju sama mereka berdua? Atau lo punya perasaan sama Pak Abra?" kata Sindy telak berhasil membuat Adira membulatkan mata terkejut lantas setelahnya menggeleng cepat.

"Oke, sekiranya nggak ada bibit -bibit pelakor kayak gue."ujarnya sembari tertawa membuat Adira mengerutkan dahi kebingungan.

"Saran gue .... Lo jangan suka sama Pak Abra, soalnya si Astrid udah suka banget sama beliau dari awal masuk perusahaan ... Astrid udah kejar pak Abra udah lama banget. Gue nggak tahu, apa yang bakal Astrid lakuin kalau semisal dia tahu lo punya perasaan sama Pak Abra."jelas Sindy telak berhasil membuat Adira menelan Saliva susah payah. Apa sangat kentara sekali Adira menyukai Pak Abraham. Pria yang digaum-kagumi banyak orag itu.

"N-nggak kok."ujar Adira terbata. Adira mulai merasa tak nyaman lantas menjauh dari Sindy dan menghela napas berat. Menatap layar monitor yang masih gelap lalu Adira mulai fokus kerja meskipun dalam benak masih mempertanyakan soal tebakan Sindy yang sangat tepat sasaran.






To be continue

OH MY FAT! END (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang