- Baju yang cocok
Adira membuka semua lemari pakaian yang berisi pakaian yang serupa, tetapi berbeda warna. Gadis itu mencari pakaian yang cocok untuk dikenakannya sebentar, karena boss dari pusat datang berkunjung.
Tentu saja pakaiannya harus rapi dan terlihat enak dipandang. Saat melihat dirinya di kaca besar, seketika sekelebat bayangan memenuhi pikirannya. Bayangan kejadian di kantor tadi siang. Jantungnya pun kini bertambah sesak saat pria yang dicintainya merendahkan dirinya seperti tadi.
"Lupain aja, tapi nggak bisa ...." celetuknya lagi sembari Meremas rambutnya dengan frustrasi.
Bagaiman bisa, Adira melupakan pria yang selama dua tahun terakhir memenuhi pikirannya. Pria yang membuat dirinya semangat bangun pagi dan berangkat ke kantor.
Seketika Adira merunduk sedih dan melangkah lesu menuju ranjangnya. Gadis itu begitu binggung sekarang, apa dirinya harus mengikuti ucapan dari pria yang dicintainya atau melupakan pria itu.
Pintu kamarnya diketuk pelan, memunculkan setengah kepala dari sang adik membuat Adira mendengus melas melihatnya.
"Kak, boleh masuk nggak? Hello ... Kakak Adira yang gemesnya nggak tertandingi ini, gue boleh masuk nggak?" tanya Gevan membuat Adira menyahut pelan. Mempersilahkan sang adik tersayang masuk ke dalam kamar.
"Kenapa lo?" tanya Adira, curiga melihat sang adik yang masuk ke kamarnya.
"Kata Bibi, pas pulang kantor muka kakak masam banget ... Kakak kenapa sih, ada masalah di tempat kerja?" tanya Gevan sembari melipat pakaian di ranjang sang kakak yang tercecer memenuhi ranjang.
"Gini Gev, kakak binggung nih. Besok kan boss kakak datang berkunjung ... Nah, setelah itu, kita diwajibkan pake pakaian bebas sih, kakak binggung mau pake baju apa besok." kata Adira membuat Gevan sontak mengangguk mengerti.
"Terus sekarang udah dapat bajunya?" tanya Gevan membuat Adira Menggelengkan kepala lesu. Gadis itu masih mengobral-abrik lemari mencari pakaian yang cocok dan menurutnya bagus.
"Belum, Gev. Gue binggung." sahutnya pelan membuat Gevan terdiam sembari menatap gamang pada pakaian di ranjang lalu memilah satu persatu untuk mencocokkan pada tubuh sang kakak.
"Sini, Gev bantu. Soalnya Gue juga bosan kak, jadi gue bisa bantu!" ujar Gevan riang membuat Adira sontak tersenyum lebar.
"Makasih, Gev. Bantuin kakak yah." ujar Adira lembut membuat Gevan mengacungkan kedua jempol tanda setuju.
Saat sedang memilah pakaian tersebut, pandangan Gevan terjatuh pada gaun unggu yang sangat bagus dan sepertinya cocok saat saat dikenakan Adira.
"Coba yang ini dulu, kak. Sepertinya cocok." ujar Gevan berbinar membuat Adira menatapnya tak yakin.
"Gue nggak yakin, Gev. Tapi kakak coba dulu yah. Gue ganti dulu di toilet." ujar Adira pelan sembari menerima baju dari genggaman Gevan dan melangkah menuju toilet.
"Udah belum?" tanya Gevan sembari memilah lagi baju yang sekiranya cocok juga, jaga-jaga saja, siapa tahu sang kakak tak menyukai baju tersebut.
Ceklek
Pintu toilet terbuka sedang Gevan sendiri sudah menatap takjub gaun pilihannya. Pria itu begitu tak percaya, dirinya hebat dalam memilah pakaian yang cocok untuk sang kakak.
"Nggak cocok yah? Iya nih, keknya badan kakak makin buntel deh." kata Adira tak percaya diri sembari menunduk mengelus perut. Gevan sendiri pun tersadar dari lamunan.
"Keren kok, kak. Cocok banget. Kakak keren pake baju gini. Aku cuman kaget aja gitu, jago juga milih pakaian. Btw, kakak warna bajunya bebas kan?" ujar Gevan yang mendapat anggukan singkat dari Adira. Gadis itu mendekati cermin dan menatap dirinya yang begitu cocok saat memakai gaun ini. Tubuhnya seperti tidak terlihat gemuk, dengan berat badan tujuh puluh lima kilogram. Justru terlihat biasa saja. Seperti berat badan ideal gadis pada umumnya. Tentu saja Adira tersenyum haru pada sang adik.
"Ah, makasih, Gev. Kalau aja lo main ke rumah teman lo lagi, gue nggak yakin bisa dapat gaun ini tadi." ujar Adira sembari memeluk Gevan dengan erat sehingga pria itu sesak napas.
"Kakkk, gue nggak bisa napas!" teriaknya tercekat membuat Adira seketika melepas pelukannya dan terkekeh ringan.
"Sorry my brotherku, jadi kakak bisa pakai ini kan besok? Terus pakai make up juga iya?" ujar Adira membuat Gevan memutar bola mata jengah.
"Yaiyalah kak, orang kalau kau ketemu orang penting gitu yah harus diperhatikan penampilannya. Harus dandan, tapi jangan dandan sampai kakak kek bencong!" cerca Gevan membuat Adira memukul pelan pundaknya sembari terkekeh geli.
"Ada-ada aja lo. Okelah, makasih lo, Gev. Kakak nggak harus pusing cari baju lagi." kata Adira setengah curhat, Gevan terkekeh mendengarnya.
"Btw, kak ... Saran aku sih, kakak kenapa nggak nurunin badan aja. misalnya olahraga gitu, jadinya kan kakak nggak susah pakai pakaian dengan ukuran segitu." ujar Gevan membuat Adira terdiam.
"Masih belum mikir soal olahraga atau merubah diri, Gev. Kakak masih sibuk sama kerjaan kakak." jawab Adira sekenannya. setelah itu melangkah menuju toilet berganti pakaian. Gevan terdiam di tempat lalu menutup mulut dengan kedua tangan. Cukup merasa bersalah sudah menyinggung sang kakak.
Lantas dengan langkah pelan mendekati pintu toilet dan menghela napas sebelum mengangkat tangan ke udara hendak mengetuk pintu.
Tok tok tok
"Kakak ... Maaf yah, gue nyinggung kakak yah? Yaudah deh, gue ke kamar dulu, good Night, kak." kata Gevan mengakhiri pembicaraan, lalu melangkah keluar kamar sang kakak.
Begitu pintu toilet dibukakan, Adira tidak melihat keberadaan sang adik. Adira menghela napas berat.
"Seburuk itu yah, makanya diminta untuk dikurusin badannya ..." gumam Adira pelan sembari menatap tubuhnya pada cermin dihadapan.
Adira menghela napas berat melihat; kaki, perut serta pahanya yang begitu berisi membuat dirinya meringis melihat itu.
"Gue nggak mau jadi orang lain, gue nggak mau. Gue bahagia kok sama diri gue sendiri." monolog Adira pelan. Lalu membayangkan tubuh kurus, Adira merasa bahwa dirinya berubah. Dan Adira tidak ingin itu terjadi.
Dengan langkah pelan, Adira menggapai ponsel pada nakas kamar, lalu membaringkan tubuh pada ranjang. Gadis itu akan menelusuri internet, Adira hendak melihat-lihat tips yang sedikit diterima oleh tubuhnya.
Tak lama, pintu kamar Adira kembali terbuka. Riana masuk dan mendekati sang putri. Menatap pad Adira yang kini sudah terlelap dengan ponsel masih digenggaman.
Riana menghela napas berat mendengar cerita dari putra bungsu mengenai Adira yang tidak ingin menguruskan badannya.
"Mama binggung harus gimana lagi ngasih tahu kamu kalau kesehatan itu penting. Mama nggak mau kamu sampai obesitas lalu dijadikan bahan pembicaraan orang lain. Rasanya nggak enak, Non." gumam Riana dengan napas memberat lalu mengelus puncak kepala sang putri dengan sayang setelahnya mengambil ponsel dari genggaman sang putri lalu menyimpan pada nakas.
Menarik selimut sampai pada pundak sang putri lalu setelahnya mematikan lampu kamar sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya.
To be continue
Yey! Adira mau ketemu Bos ganteng nih hehehehe
Vote dan Komennya boleh dong!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
OH MY FAT! END (REVISI)
RomancePertemuan pertama dengan sang boss baru, Liamdro jeams yang datang berkunjung ke kantor cabang membuat perubahan signifikan pada diri Adira.