16. Janji

54 4 0
                                    

Gadis itu masih mengarahkan pandangannya kearah lain seakan mengacuhkan ucapan Nathan yang membuat bulu kuduknya merinding

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gadis itu masih mengarahkan pandangannya kearah lain seakan mengacuhkan ucapan Nathan yang membuat bulu kuduknya merinding.

Pria itu masih menyetarakan tubuhnya didepan Zila yang terlihat acuh tak mengeluarkan satu suara pun, terlihat sekali dari wajahnya yang bingung harus berbuat apa. Jantung Zila benar benar berdetak kencang tidak bisa terkontrol, jujur Zila disaat itu sangat bingung harus mengatakan apa, memang jika didekat Nathan ia merasa lebih nyaman dan namun dia masih bimbang dengan hatinya sendiri.

Nathan berdiri tegak lalu, "yok turun ke bawah, bunda udah nungguin tu." ucapnya langsung menggandeng jari-jari tangan Zila untuk turun ke meja makan. Gadis itu hanya terbengong dan mengikuti langkah Nathan untuk turun.

"Ya ampun dari mana aja kalian?"

"Bunda panggil panggil dari tadi gaada jawaban hemm." ujar bunda Nathan yang melihat mereka berdua turun dari tangga dengan tangan yang bergandengan.

Nathan dan Zila duduk di bangku yang berdekatan.
"Oh ya bund, Nathan belom kasi tau bunda ya?" Cetus Nathan tiba tiba.

"Hem kasih tau apa gantengku?" Tanya balik bunda Nathan yang terlihat mempersiapkan piring untuk mereka makan.

"Em Zila sama Nathan udah resmi jadian." jawabnya memperjelas sambil menolehkan kepalanya kearah Zila dengan senyum tipisnya.

Zila yang sedang duduk terbengong seketika melototkan bola matanya, padahal ia belum menjawab sepatah katapun tentang ucapan Nathan dikamar tadi untuknya, bunda Nathan memasang raut wajah senang, pasalnya putranya ini sangat susah sekali untuk dekat dengan wanita, apalagi sampai menjalin hubungan.

"Wah beneran nih? Hem bunda retuin ga ya?" Sautnya tersenyum mengarahkan pandangannya kearah Zila.

"Bunda ikut kalian aja deh, kalo putra bunda udah memutuskan berarti itu yang terbaik." Tuturnya senang, wanita paruh baya itu tidak protes sama sekali.

Zila hanya memasang wajah suram sekaligus terbingung dengan posisinya sekarang ini. "Tan Zila izin pamit dulu ya." ujarnya bergegas bediri untuk pergi meninggalkan meja makan.

Namun langkahnya dicekal oleh Nathan."tunggu makan dulu, habis ini gue anterin pulang!"

Zila sangat tidak enak untuk menolak, karna bunda Nathan sudah menyiapkan makanan sebanyak itu.
Dia pun kembali duduk kebangkunya.

"Oh ya nak Zila, panggil tante bunda aja, anggep aja bunda ibu kamu sendiri." pintanya tersenyum tulus ke Zila.

Sungguh seperti dia merasakan sosok ibu yang sebenarnya di bunda Dinda ini, sosok yang selalu ia inginkan dikehidupannya, jujur dia sangat iri dengan itu.

"i-iya bun." jawabnya tersenyum malu, Dinda mendekat kearah Zila lalu meraih luka yang sangat terlihat menonjol itu.

"Sakit banget ya nak?" Tanya nya ke Zila dengan satu Betadine yang ditotolkan kememarnya yang keluar sedikit darah. Nathan hanya memandang mereka berdua tersenyum terlihat setitik kebahagiaan yang terpancar diwajah tampannya.

OUR STORY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang