....
HARI BERIKUTNYA segalanya tampak kembali normal ketika June terus menyenggol siku Taehyung, mereka berdua berjalan melalui rak-rak toko kelontong mencari satu atau dua barang untuk dibeli. June biasanya akan kesal dengan ejekan Taehyung yang terus-menerus, tapi hari ini berbeda. Bahkan, dia merasa senang.
Benar-benar bahagia.
"Jadi, apakah ada sesuatu yang terjadi semalam?" Mata anak laki-laki itu melebar ke arahnya, seringai licik muncul di wajahnya.
Sebagai jawaban, June memutar bola matanya, tertawa kecil pada dirinya sendiri dan bertanya-tanya mengapa dia bahkan memberitahunya tentang hal itu sejak awal. "Tidak, idiot. Kami hanya ngobrol."
"Aku tidak percaya." Taehyung menanggapi, memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya, matanya mengamati produk yang ada di rak. "Tidak mungkin kau berada di apartemen pria saat larut malam dan tidak melakukan hal itu."
"Aku tidak paham dengan kalian para lelaki." June menyempitkan alisnya. "Kenapa laki-laki dan perempuan perlu melakukan hal itu ketika mereka sendirian di kamar? Mengapa mereka tidak, entahlah, ngobrol misalnya?"
Taheyung mengangkat alis ke arahnya, sudut bibirnya perlahan menarik ke atas. "Kau bercanda, kan?"
Gadis itu menghela napas berat, memegang keranjang belanja di satu tangan saat dia memegang produk di tangan lainnya, dengan hati-hati membaca bahan-bahannya. "Apakah semua laki-laki seperti itu? Karena aku perlahan kehilangan semua harapanku untuk seluruh populasi laki-laki."
Tapi Taehyung hanya menggelengkan kepalanya, menghindari untuk menjawab pertanyaannya saat dia mengambil sekantong keripik kentang dan secangkir ramen dari rak, melemparkannya ke keranjang yang dipegang June.
"Kukira kita akan membeli makanan dan bukan sampah."
Anak laki-laki itu hanya tersenyum malu. "Yang ini untuku."
Keduanya terus berjalan di antara rak selama beberapa menit, tidak banyak bicara sebelum Taehyung membuka mulutnya lagi, melontarkan pertanyaan lain untuk June tentang tadi malam. "Tapi apakah kau akan melakukannya?" Dia menggaruk bagian belakang kepalanya. "Jika dia memintamu, apakah kau akan melakukannya?"
Terkejut, kakinya berhenti berjalan saat dia menatap anak laki-laki itu dengan ekspresi bingung di wajahnya. "Kenapa juga kau perlu tahu itu?"
Taehyung mengangkat bahu, mengunyah permen karetnya sambil berpura-pura tidak tahu alasan sebenarnya ia ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi antara Jimin dan June. Dia biasanya bukan tipe pria yang pencemburu, tapi ada sesuatu tentang Jimin yang dibenci Taehyung. Bukan fakta bahwa Jimin menarik atau bahwa June sangat mendambakannya, melainkan rasa takut akan digantikan.
Bagaimanapun, June dan Taehyung tumbuh bersama, mereka berbagi hampir seluruh masa kecil mereka. Tidak peduli apa yang terjadi, segala hal akan selalu diceritakan di antara mereka berdua. Tapi sekarang sepertinya Taehyung perlahan-lahan kehilangan gadis itu di bawah jangkauannya, menyadari bahwa suatu hari dia akan ditinggalkan sendirian dalam kegelapan, tanpa ada yang berdiri tepat di sampingnya. Dan memikirkan hal itu, membuatnya sangat takut.
"Kau tahu aku bukan gadis seperti itu." June membela. "Lagi pula, kau adalah temanku dan kau tahu bahwa aku akan selalu memberitahumu segalanya, kan?"
Taehyung tersenyum selama sepersekian detik sebelum bel kecil yang terpasang di pintu masuk berbunyi. Keduanya menoleh ke kanan untuk melihat orang yang masuk.
Itu adalah seorang gadis, tertawa dan tersenyum lebar sambil menyelipkan sehelai rambut hitamnya ke belakang telinga. Namun, dia tidak sendirian. Dia berpegangan tangan dengan seorang anak laki-laki yang masuk ke dalam toko kelontong tepat di belakangnya. Anak laki-laki itu juga tersenyum, suaranya yang merdu membuat punggung June merinding saat perutnya melilit.
Rambut cokelat yang sama, pipi tembam yang sama, dan bibir padat yang sama.
Dan kemudian dia menyadari, bahwa anak laki-laki itu adalah Jimin.
KAMU SEDANG MEMBACA
June | PJM
Fanfiction"dia adalah separuh lainnya, tetapi terserah padanya untuk memutuskan apakah dia akan menjadi sisi yang lebih baik atau lebih buruk darinya." gadis itu memandangnya berdansa setiap malam, dalam diam. Satu yang ia tak tahu adalah, laki-laki itu menya...