42. Snow

12 4 0
                                    

Kanan, kiri, kanan kiri. Begitulah cara kaki June terengah-engah menuruni jembatan, melewati stasiun kereta api dan relnya dengan begitu cepat sehingga dia hampir tersandung beberapa kali.

Seoul terlihat sangat berbeda pada malam seperti ini, tidak ada seorang pun yang hidup di hadapannya. Bahkan burung-burung pun berhenti terbang. Hanya ada angin, beberapa mobil, dan detak jantungnya sendiri yang menemaninya.

Di luar sangat gelap sehingga dia hampir tidak bisa melihat bayangan dari siluet yang ada. Indranya seolah meningkat dan dia bisa mencium aroma musim dingin di udara, merasakan bagaimana ia berlari menghabiskan semua energinya dan membuatnya merasa lemah, hingga kehilangan suhu tubuh yang hangat. .

June bisa merasakan telapak tangan dan kakinya semakin dingin, tubuhnya tanpa sadar membutuhkan panas sehingga dia meningkatkan kecepatannya. Berpikir bahwa semakin cepat dia berlari, semakin lambat otot-ototnya akan kehilangan kehangatan.

Ada salju di tanah dan ranting-ranting pohon yang berjatuhan. Bagaimana dia tidak menyadarinya semua itu sebelumnya, apa dia tidak hidup? Apa dia hanya bernapas?

Tapi entah kenapa semuanya menjadi jelas sekarang. Dia ingin bertemu Jimin.

Dia ingin berterima kasih padanya untuk malam di saat laki-laki itu menyelamatkan hidupnya sebelum kereta api menghapus keberadaannya. Dia ingin memberi tahu Jimin betapa ia menyukai ramen murah yang dibuatkan Jimin pada jam 3 pagi pada malam yang sama. Dia ingin memberitahunya betapa lucunya bocah itu karena mengadopsi seekor kucing dan meskipun itu laki-laki, dia masih memberinya nama feminin.

June ingin menatap mata rusa betinanya yang indah dan membuat mata itu percaya bahwa dia tidak perlu berpura-pura -rokok, alkohol, dan tindakan sok kuatnya. Gadis itu ingin memberitahunya, tidak apa-apa untuk menjadi diri sendiri.

Mungkin jika June meminta maaf lagi karena mengambil foto itu, polaroid itu tanpa izin, mungkin jika dia mengatakan kepadanya bahwa kecelakaan Jungkook bukan salahnya beberapa kali lagi, mungkin jika dia menceritakan tentang Taehyung sedikit lebih awal, semuanya akan berbeda. Mungkin Jimin akan membuka hatinya untuk June, bukan untuk alkohol dan botol plastik berisi obat-obatan yang dia minum entah sudah berapa lama.

June harus memberitahunya, semuanya.

Jimin harus tahu.

Angin bertiup dan gigi June bergemeletuk, beberapa kepingan salju tersangkut di rambutnya yang basah. Pemandangan di depan menjadi buram karena udara yang dingin. Namun, dia masih bisa mengenali jalan menuju studio dansa tua yang selalu dikunjungi bocah itu.

Dan mungkin, Jimin masih di sana.

June tidak banyak berpikir dan tidak menoleh ke belakang. Takut bahwa Jimin mungkin berpikir, berada di rumah lebih masuk akal daripada menari di studio tua pada tengah malam.

Jadi dia terus berlari, jaraknya perlahan menjadi lebih kecil, kakinya semakin lelah. Tapi June tidak peduli. Selama itu memberinya lebih banyak harapan - lebih banyak harapan bahwa June akan melihatnya lagi.

Dan ketika pintu yang familiar muncul di pandangannya, dia membuka dengan kedua tangan dan berlari ke dalam secepat yang dia bisa. Tapi tidak ada seorang pun di sana.

Studio itu kosong.

June | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang