Enam belas

51.9K 5.1K 71
                                    

-Happy Reading-

Setelah kejadian menegangkan sebelumnya, Rama langsung pergi meninggalkan ruang keluarga dengan perasaan kesal. Tak lama yang lain ikut membubarkan diri, Pak Rahardi memilih menyusul anaknya sedangkan Rama mengikuti Mama Rani ke dapur, dengan alasan makan siang.

"Nggak usah di dengerin ya si tante." Tiga perempuan muda itu ternyata mengikutinya, keduanya sepupu Rama dan satu lagi adik lelaki itu.

"Iya, orangnya emang gitu, ya di setiap keluarga pasti ada aja kan yang julid." Sahut yang lain dan mereka mulai julid juga.

"Untung anaknya lagi gak bisa ikut," timbal adik Rama yang langsung mendapatkan pelototan ancaman dari Mama Rani.

Laras nyaman saja dengan ketiganya, umur mereka tidak terlalu jauh dan obrolan mereka nyambung walaupun memang yang dibahas adalah opini tentang pendidikan sampai masa depan, deep talk istilahnya.

"Apa yang di omongin sebenernya ga salah juga, Mas Rama itu idaman banyak perempuan, itu kenapa aku juga harus punya sesuatu buat ngimbangin dia, biar hal kayak gini ga terulang lagi." Tepuk tangan dari adik lelaki itu menggelegar, gadis satu tahun dibawahnya itu mengacungkan jempol kagum.

Setelah itu Ayah Rama memasuki ruangan, membuat Laras langsung diam menunduk sopan, dia masih canggung dengan mantan Dosennya itu, dan sejujurnya dia agak kesal dengan Rama, kenapa tidak pernah cerita kalau Pak Rahardi adalah ayahnya?.

"Susulin Rama gih Ras, Dia lebih emosi daripada kamu kayaknya," ucap lelaki itu sebelum akhirnya duduk di sebelah putrinya.

"Ah, iya biar Laras susul Mas Rama pak, permisi." Pamit Laras langsung berlari keluar menemui sang pacar.

Pak Rahardi tersenyum sambil menggeleng tak percaya, "Masih aja canggung."

Shinta -Adik Rama- tertawa, "Papa mukanya galak sih."

"gini-gini Papa suka bercanda kalau ngajar dulu."Bela lelaki paruh baya itu, tidak terima dengan omongan putrinya.

"Mahasiswa Papa ketawa?" 

Lelaki itu memasang wajah sombong, karena jawabannya pasti tidak seperti yang putrinya inginkan, "Iya dong."

"Itu mereka gak enak aja, takut kalau mau ga ketawa." Sangat menohok sekali jawaban itu, pada akhirnya dia memang harus mengalah pada putrinya.

Sementara itu Rama dan Laras berdiri di tepi kolam, sibuk memberi makan ikan-ikan di sana sementara belum ada obrolan di antara mereka. 

"Mas seneng kamu kayaknya deket sama Mira, Cantika dan Bila." Akhirnya lelaki itu memulai obrolan, dia berjalan menuju kursi dan di ikuti dengan Laras.

"Mereka dan yang lain welcome banget kok mas," jujur Laras, memang tidak semua orang, tapi mayoritas keluarga lelaki itu mau menerimanya, dan dia bersyukur dengan itu.

"Mas minta maaf tentang tadi, gimana tanggapan kamu tentang keluarga ku?" Lelaki itu menatap serius, tapi laras diam memandangnya bingung.

"Emmm baik," jawabnya sedikit berfikir.

"Itu yang juga mereka lihat dari kamu."

"Apa itu cukup mas?" Ragu gadis itu, bagaimanapun dia sadar diri.

"Cukup, kamu cukup jadi diri kamu Laras." Menurut Rama, Laras adalah gadis sederhana dan memiliki mimpi tinggi, dia tau apa yang dia inginkan dan apa yang harus dilakukan, hanya memang butuh waktu untuk dia bangkit dari masa lalunya.

Gadis itu mengangguk, dia percaya pada Rama, lelaki itu tidak pernah melihatnya hanya dari satu sisi, dia percaya Rama seperti bagaimana lelaki itu selalu percaya Laras.

Lelaki itu mengubah posisi duduknya yang awalnya menghadap depan menjadi menghadap Laras, menatap gadis itu serius, "Karena menikah itu bukan sekedar sah, tapi juga kebahagiaan karena itu ibadah seumur hidup."

"Mas boleh aku memastikan sesuatu?" Sepertinya Laras harus mencoba menanyakan ini sekarang, walaupun dia tau bagaimana Rama.

"Hmm" Dia hanya bergumam dan mengangguk meng-iya-kan.

"Pernikahan menurut kamu itu apa mas?" Rama kembali menegakkan tubuhnya, menyadari gadis di hadapannya ini melakukan wawancara serius.

"Ibadah seumur hidup." 

"Terus tugas masing-masing dari suami dan istri? Mas tau sendiri masalah masak aku masih amatir." Gadis itu sedikit meringis, malu dengan pengakuan sendiri.

"Tugas suami ya menafkahi dan bertanggung jawab dengan keluarganya, itu kenapa tugas utama istri itu taat sama suami, tapi kamu berhak dengan diri kamu sendiri, pokoknya apapun itu komunikasikan sama mas, terus masalah masak, aku juga bisa masak, Mas tau kamu juga bukan orang yang gak mau belajar, kamu kan suka eksperimen di dapur juga, gimanapun hasilnya." Laras mengangguk paham sampai kalimat terakhir membuatnya cemberut, dia memang suka mencoba memasak banyak hal, me-recook menu-menu viral di internet, tapi tak sedikit juga yang gagal.

Laras sedang memikirkan bagaimana rumah tangganya nanti jawaban-jawaban pacarnya sesuai dengan prinsipnya, "Kita bisa diskusikan mau menjalani rumah tangga yang bagaimana," lanjut Rama membuat gadis itu menatapnya.

"Emang lagi bahas kita?" 

"Kamu jangan berusaha berbelit ya, lupa lagi ngomong sama siapa?" Oke, Laras menyerah, Rama memang bukan lelaki yang mudah di alihkan perhatiannya, dia teliti dan tidak pelupa seperti Laras.

"Ras, gak ada yang perlu kamu khawatirkan, Mas tau impian-impian kamu dan gak akan menghalangi itu," ucapnya lalu meraih tangan Laras ke dalam genggamannya, lelaki itu sangat paham apa yang dikhawatirkan Laras, gadis itu masih muda dan memiliki mimpi tinggi.

"Gimana kalau misal suatu saat kita gak bisa punya anak?"

"Ya gak apa-apa, sekarang banyak pengobatan medis, atau bisa adopsi juga." Wah, ringan sekali lelaki itu menjawabnya.

"Aku sih antisipasi Mas, aku gak mau di poligami,' jawab Laras sedikit ketus, menarik tangannya dari genggaman lelaki itu,takut terhipnotis kenyamanan.

Rama menghela nafas,"Begini, ketika pasangan suami istri belum atau tidak bisa memiliki keturunan, itu bukan salah istri, bukan selalu istri yang bermasalah, lelaki juga bisa mandul." Bagaimana lagi, di negara ini sering kali orang-orang menutup mata dan telinga soal itu, ketika sulit mendapat keturunan maka pihak perempuan yang akan disalahkan.

Kembali mengangguk paham, Laras menggumamkan kata "Okeee."

"Jadi kapan?" tanya Rama tiba-tiba, pacarnya tentu saja memasang wajah tidak mengerti.

"Nikahnya."

Laras melotot, melirik lelaki itu sinis, "Ya nanti nunggu aku lulus dong om."

Rama tertawa kecil mendengar panggilan itu, Laras sering menggunakannya untuk menggodanya atau saat gadis itu kesal, katanya Rama dan dirinya seperti remaja dan om-om, padahal Rama rasa dia tidak terlihat tua sekali.

"Setidaknya kenalin aku sama keluargamu dulu Ras, biar mereka tau aku dan aku bisa menunjukkan keseriusan dari sekarang, biar tau anaknya udah ada yang seriusin," pinta Rama untuk kesekian kalinya.

"Iya, lagian siapa sih yang mau ngembat aku juga, sama orang sekampung aja gak terlalu kenal."

"Ya biar kamu ga di ledekin jomblo mulu."

"Nggak apa-apa, aku asal masih bisa makan di acara keluarga sih itu gak terlalu aku dengerin." Bohong sekali, dia memang akan sibuk makan di acara tapi sampai rumah akan overthinking, bukan cuma masalah pasangan, masalah prestasi, sampai fisik pun dibahas, lengkap sudah pecutan mental di acara keluarga.

BERSAMBUNG...
Akhirnya update lagi, sebelumnya aku minta maaf dulu nih karena jumat kemaren gabisa update, lagi sakit sampai lemes banget, belum lagi minggu kemaren tugas datengnya kayak hujan, rame bener sampe nangis...
Tapi seneng banget minggu ini ranknya naik 😭 kemaren ada di peringkat 50 Chicklit dan sekarang ada di posisi 31 hehe, makasih yang udah mau mampir dan vote, apalagi follow.
Pokoknya peluk penuh cinta buat kalian semua, dan selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan.
Ketchup jauh.
Peony 🌷

Pollow media sosial aku juga nih

Pak Pacar [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang