Flashback

321 36 28
                                    

HUWAAAA PART BERAPA NI CYIN?

BALIK LAGI SAMA SAIYA!

'ABSEN DULU DISINI'

°°°


"Agib!"

Bocah perempuan berumur sekitar 5 tahun itu berteriak dengan lantang memanggil bocah laki laki yang umurnya hanya selisih 1 tahun dengannya sedang bermain pasir di perkarangan rumah mereka. Bocah perempuan itu nampak antuasias menghampiri bocah laki laki yang notabennya Abang dari bocah perempuan itu.

Tangannya menyeret gerobak mainan anak kecil yang biasa dimainkan anak perempuan, bocah itu berlari kencang saking tak sabarnya menunjukkan bahwa dirinya mempunyai mainan baru kepada abangnya.

Karena kaki mungil itu berlari cepat dan tidak memperhatikan jalan, bocah itu tersungkur akibat tersandung batu berukuran cukup besar, mainan yang dibawa nya pun ikut berserakan karena dirinya terjatuh.

Bocah laki-laki yang sedang bermain pasir itu mendongak dengan terkejut kala melihat adik kecilnya tersungkur mengenaskan, dengan langkah pendeknya bocah laki laki itu menghampiri adiknya yang sudah menangis kencang itu.

Gibran kecil berjongkok di hadapan Alesha kecil yang menangis tersedu sedu, matanya memerah karena menangis. Gibran beralih mengusap permukaan kulit kaki Alesha yang berdarah, saat Gibran merabanya Alesha justru menangis kencang dan mencubit dirinya habis habisan.

"Sakit, Agib! Hiks.., hiks," Alesha terus merengek dan beberapa kali mencubit Gibran tanpa kasihan.

"Jangan nangis. Mau Agib bilang bocil?" Bocah laki laki itu megusap pipi Alesha yang terus mengalir deras air mata.

"Ale tunggu sini ya? Agib mau ambil obat buat Ale?" ucapnya, Alesha langsung mengangguk dengan lengan yang mengusap hidungnya yang mengeluarkan ingus.

Gibran beranjak, dengan segera berlari memasuki rumahnya. Tak lama, ia kembali menghampiri Alesha dengan sekotak P3K yang dibawanya. Gibran agak sedikit kesusahan membawanya karena kotak itu lumayan besar.

Gibran menaruh kotak P3k itu di sebelahnya lalu mendudukan dirinya di hadapan Alesha yang masih sedikit sesenggukan karena menangis tadi.

"Ale cantik, jangan nangis ya? Agib obatin Ale mau?" pintanya sebelum memulai mengobati kaki gadis kecilnya yang terluka.

"Kalo sakit, Ale enggak mau. Hiks,"

Gibran tersenyum manis, "kalo dokternya Agib, enggak bakal sakit kok." Tangan Gibran menjulur mengelus rambut hitam Alesha.

"Beneran yak? Kalo boong, Ale gigit." Ancamnya membuat Gibran terkekeh renyah. Melihat wajah Alesha yang semakin memerah membuatnya mencubit gemas pipi Alesha sebelum mulai mengobati kaki Alesha.

Gibran kecil mulai meneteskan cairan antiseptik itu kepada kapas di tangannya. Sempat menatap wajah Alesha yang menatapnya takut ke arahnya sebelum mengolesi kapas itu ke permukaan kulitnya yang luka.

Terdengar ringisan kecil dari mulut Alesha sehingga Gibran semakin hati hati untuk mengobatinya. Saat langkah akhir, Gibran menempelkan plaster pada luka di kaki Alesha yang sudah di obati.

"Sakit engga?" Tanya Gibran kepada Alesha. Lantas Alesha menggelengkan kepalanya, namun nyatanya gadis kecil itu sangat kesakitan.

"Bisa jalan?" Tanyanya lagi, Alesha mendengus kesal lalu kembali menangis. "Enggak lah Agib! Sakit tau!" Rengeknya membuat Gibran kembali berjongkok lalu tersenyum gemas.

GIBRAN ALGHAFRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang