Fadzi lagi

323 31 2
                                    

•••HAPPY READING •••

Votmennya ya temen-temen!

Follow juga biar kalian dapet notif kalau aku update!

Share cerita ini ke temen-temen kalian ya. Skrinshoot bagian yang kalian suka!

Ohya! Siap mengisi komentar di setiap paragraf? Harus siap dong! Yuk ready!

Komen di setiap paragraf ya? Kalian boleh komen juga kalau ada kata-kata typo.

HAPPY READING!

•••••

Senja mulai menampakkan dirinya. Perasaan kalut dalam diri Gibran semakin menjadi-jadi. Jam yang melingkar di pergelangan tangan cowok itu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Susah hampir malam namun dirinya tak sedikitpun mendapatkan kabar dari adiknya itu. Sebenarnya ini salah Gibran yang dengan segan membebaskan cewek itu dan berakhir lalai dengan pengawasannya? Atau Alesha memang sengaja membuatnya khawatir? Itu tidak mungkin 'kan?

Gibran berkendara dengan kecepatan rata-rata. Matanya hanya terfokus pada jalanan yang mulai ramai itu. Bianca terus mengeratkan jaket yang dipakainya. Dingin. Udara sudah mulai terasa dingin sampai menelusup pada kulitnya.

Tak ada percakapan diantara keduanya. Hening. Mereka hanya berdiam diri sedari tadi. Gibran pun sepertinya enggan membuka topik obrolan dengan Bianca. Pasalnya Gibran hanya fokus dengan jalanan, dan Bianca tebak pasti isi fikirannya hanya Alesha. Ya, Alesha. Tak pernah pun Gibran peka dengan dirinya yang merasa kedinginan. Padahal Gibran itu paling mengenal Bianca. Sejak kecil mereka sudah bersama. Tentu sudah mengenal baik sifat dan kepribadian satu sama lain.

"Gibran?"

"Apa?" Balas Gibran terdengar sangat dingin. Benar-benar dingin. Entah, mungkin emosi cowok itu sedang tidak terkontrol.

Bianca tersenyum tipis. "Lo jangan terlalu khawatir gitu ya nanti lo engga fokus sama jalanan. Gue yakin pasti Alesha engga bakal kenapa-napa." Ujar Bianca. "Mungkin aja dia main dulu ke rumah Tiara kan? Dan lupa ngabarin lo?" Kata Bianca lagi mencoba memberikan asumsi positif kepada Gibran.

Gibran terdiam sebentar. Dia melirik kaca spion yang memantulkan wajah Bianca disana. Laki-laki itu menghela nafas. "Alesha engga pernah begini. Kalo kemana-mana dia pasti izin dulu sama gue," jelas Gibran. Laki-laki itu tahu betul dengan sifat Adiknya. Selalu izin kepadanya jika ingin bepergian. Karena cewek itu tidak mengabari. Pasti cowok itu akan marah dan bertingkah semena-mena.

"Gue tau perasaan lo gimana. Sebagai seorang Kakak pasti lo khawatir. Tapi apa engga sebaiknya lo engga berlebihan gini sama dia?"

"Maksud lo?" Gibran mengerutkan kening tidak mengerti.

"Lo kaya ngekang dia Gib. Terlihat berlebihan," ucap Bianca.

Gibran berekspresi tidak suka. "Gue sama sekali engga ngakang dia Bi. Gue rasa gue juga engga menghambat kebebasan dia. Gue cuma nyuruh dia nurut dan selalu izin sama gue. Biar kalo ada apa-apa gue bisa sigap jemput dia," jelas Gibran begitu panjang lebar.

Bianca yang mendengar itu pun hanya menghela nafas kasar. Sebenarnya ada perasaan janggal yang ada di dalam hati cewek itu.

"Se-sayang itu, ya?" Bianca berkata sedikit pelan.

Dibalik helm yang dipakainya Gibran tersenyum lebar. "Tidak bisa di utarakan saking besarnya."

Bianca tersenyum kecut. Kata-kata yang indah itu. Kata-kata yang membuat seorang hati perempuan akan terkagum pada sosok yang mengatakan itu. Namun sayang sekali. Kata indah itu, tulus sayang itu bukan disampaikan untuknya walaupun dia yang mendengarnya.

GIBRAN ALGHAFRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang