"Apa-apaan kau Scooter!" Justin yang tadinya santai sekarang menjadi tegang.
"Ya kalian harus atau reputasi mu akan hancur." Ujar Scooter kepada Justin.
"Aku tid–"
"Tidak ada alasan, kalian harus." Ucapanku terpotong oleh Scooter.
"Lalu aku harus mengakhiri hubunganku dengan Selena?" Tanya Justin.
"Itu terserahmu. Well, siapa yang tahan melihat kekasihnya bermesraan dengan orang lain? Kurasa kalian harus mengakhiri hubungan kalian." Saran Scooter.
"Fuck it." Justin mengumpat di hela nafasnya.
Tidak ada pilihan lagi selain pasrah. Aku dan Justin menerima keputusan dengan berat hati, mau tidak mau. Rencana ini juga bisa nenolongku dari mama dan papa yang akan mengintrogasiku.
Ini semua salah Justin! Seharusnya dia tidak menciumku semalam. Persetan dengan dirinya dan kepercayaan dirinya. Dewi batinku bangkit dari kursi malasnya dengan kepalanya yang berasap-asap. iPhone ku bergetar telephone masuk, papa. Oh tidak! Aku mengangkatnya. "Hai." Sapaku, menjaga nada ku seperti tidak ada masalah.
"Kau harus pulang, jelaskan tentang berita ini." Ujar papaku dingin.
"Okay." Papa mengakhiri sambungan telephone.
"Aku harus pulang sekarang." Ujarku kepada Justin dan Scooter.
"Diantar Justin." Jawab Scooter, aku dan Justin sama-sama melotot pada Scooter. "Dan bermesraan didepan umum. Ini kesempatan kalian, karena diluar banyak paparazzi." Tambahnya. Aku dan Justin masih melotot, tidak bisa berkata apa-apa.
"I can't do that." Aku mengeluh, namun Scooter menatapku dengan tatapan you-do-it-or-you-die. Aku hanya menghela nafas dengan berat.
Aku bangkit dari dudukku. "Okay aku akan pulang sekarang." Justin ikut berdiri, dia menghampiriku dan menggandeng tanganku, aku ingin melepasnya tapi aku teringat bahwa aku dan Justin harus berpura-pura pacaran dan bermesraan di depan umum. Aku dan Justin berjalan keluar dari restaurant, sepanjang berjalan, semua orang menatap kami terkejut, bahkan menghampiri aku dan Justin. Aku dan Justin juga diikuti oleh 2 orang bodyguard nya, jadi aku dan Justin bisa terlindungi. Semuanya mengabadikan aku dan Justin melalui telephone genggam mereka, baik foto maupun video. Para fans Justin pun menghampiri kami dan meneriakkan nama Justin berkali-kali, tetapi mereka tidak bisa menghampiri kami karena dicegah oleh bodyguard. Sesampainya diluar mall, aku dan Justin berheni sejenak dan paparazzi menyerbu dengan potretan dari kamera dan cahaya yang menyilaukan. Sial! Justin tiba-tiba mencium bibirku, aku hanya bisa diam, diam mematung sampai dia berhenti menciumku. Aku dan Justin melanjutkan berjalan sampai depan. Bodyguard Justin melindungi kami dari paparazzi yang berisik dan silau. Mobil Justin berhenti di depan mall, kami dibukakan pintu dan Justin memegang bokongku, menyuruhku masuk terlebih dahulu, setelah itu Justin menyusul. Suasana menjadi hening, aku tidak tahu harus memulai bicara apa. Aku teringat kepada sahabat-sahabatku, meraih iPhone ku dan menelephone Matthew, sampai nada sambung kedua dia mengangkat. "Hallo?"
"Matthew, aku sudah pulang duluan." Ujarku.
"Dengan siapa kau pulang?" Tanyanya
"Manti kuberitahu, aku harus pergi, bye." Aku memutuskan telephone. Suasana kembali hening, aku harus bicara apa? Aku tidak suka keadaan canggung seperti ini.
"Ciuman tadi hanya bohong." Dia berbicara.
"Ya aku tahu, tanpa kau bilang juga aku sudah tahu." Jawab ku.
"Bagus." Gumamnya masih terdengar oleh ku.
"Darimana kau tahu aku berada di mall itu?" Tanyaku.
"Awalnya aku ingin berdiskusi berdua dengan Scooter di restaurant China itu, tetapi aku melihatmu bersama teman-temanmu tadi di dekat parkiran, jadi aku mengajakmu berdiskusi denganku dan Scooter agar aku tidak perlu memberitahumu hasil diskusi. Tetapi hasil diskusinya kurang menyenangkan. Jauh dari kata menyenangkan." Ujarnya.
"Dan darimana kau mendapatkan nomorku?"
"Scooter. Dia memproses semuanya tentang masalah kita dan dia memiliki identitasmu." Jelas nya. Aku mengangguk.
"Sampai kapan kita terus seperti ini?" Tanyaku lagi.
"Entahlah." Aku menaikkan sebelah alisku, dan mencoba tidak memikirkan lagi. Aku bersandar pada kursinya dan pandangan keluar jendela. Apa orang tuaku marah padaku nanti? Apa yang harus kukatakan dengan orang tuaku nanti? Apa aku harus mengaku pacarnya Justin?
"Hey, dimana rumahmu?" Tanya Justin membuyarkan pikiranku. Aku menunjukkan arah ke rumahku. Sesampainya didepan rumahku, aku ingin turun dari mobil, tapi sial! Ada paparazzi disini, bagaimana bisa tahu letak rumahku? Aku melephone Mrs. Ferald.
"Mrs. Ferald, tolong bukakan gerbang cepat, aku akan segera masuk." Aku menutup telephone. "Terimakasih atas tumpangannya." Ujarku pada Justin, Justin mengangguk. Aku turun dari mobil, berjalan saja susah sekali. mengahadapi wartawan yang menghadang, banyak pertanyaan dan flash camera. Aku bersusah payah menuju gerbang yang telah dibuka oleh Mrs. Ferald, aku masuk ke dalam.
"Cepat tutup gerbangnya." Ujarku pada Mrs. Ferald. Aku masuk ke dalam rumah dan di ruang keluarga, sudah ada mama dan papa menungguku. "Aku pulang." Ujarku.
"Van, kesini kamu." Ujar papa. Aku menghampiri papa dan mama, akupun duduk. "Jelaskan apa yang terjadi antara kau dengan Justin." Papa dan mama menatapku. Apa yang harus kukatakan? Jawab sejujurnya atau berbohong? Ucapan Scooter pun terngiang di kepalaku.
"Tidak ada yang boleh tahu tentang ini." Yatuhan, aku harus berbohong kepada orang tuaku? Persetan dengan Justin. Persetan dengan Scooter. Persetan dengan dunia. Okay, Ini demi kebaikan.
"Aku berhubungan dengan Justin." Ujarku. Papa dan mama melongo mendengar ucapanku barusan.
"Kau serius Van?" Tanya papa, aku mengangguk.
"Kau menjalin hubungan dengan Justin Bieber itu?" Tanya Mama, aku mengangguk lagi.
"Bisakah aku kembali ke kamarku? Aku butuh istirahat." Aku berdiri dan berjalan menuju kamarku. Kurebahkan tubuhku kekasur. Yaampun, aku sudah mengalami hari yang cukup panjang. Sampai kapan aku menjalin hubungan palsu dengan Justin? Bagaimana dengan Selena sekarang? Aku tersadar bahwa aku telah membohongi semua orang! Ini tidak biasa bagiku, sudah berapa banyak dosa yang kutanggung? Memikirkan semua ini membuatku pusing. Aku butuh berendam. aku mengambil handukku dan masuk ke kamar mandi. Mengisi bathub dengan air hangat dan menuangkan cairan aroma therapy ke dalam air, hm... wanginya menenangkan. Melepas semua pakaian dan masuk kedalam bathub, aku menenggelamkan tubuhku sampai leher. ini membuatku nyaman.
Setelah kurang lebih 10 menit aku berendam, aku menuangkan sabun cair ke tanganku dan menciptakan busa, melumuri semua bagian tubuhku. Setelah selesai, aku keluar dari bathub dan membuang airnya. Aku membungkus tubuhku dengan handuk. Aku tidak perlu gosok gigi karena tadi pagi aku sudah menggosok gigiku di rumah Lily. Mengambil celana panjang, kaus dan pakaian dalam, lalu memakainya. Beralih ke meja riasku dan mengeringkan rambutku dengan hair dryer. Setelah kering, aku menyisir rambutku, lalu memakai lipgloss. Aku mengecek iPhone ku dan ada 2 missed call dari Justin. Ada apa dia menelephoneku? iPhone ku bergetar, telephone masuk dari Justin. Aku mengangkatnya.
"Ada apa?"
"Darimana saja kau?" Gerutunya.
"Aku habis mandi." Aku memutar mataku.
"Okay, besok aku ada interview dan kau harus ikut denganku. Setelah itu Scooter ingin kita jalan-jalan." Ujarnya.
"Untuk apa aku ikut denganmu pada interview?" Aku mengerutkan keningku.
"Aku pasti ditanya soalmu juga."
"Kau bisa menjawabnya sendiri."
"Disana ada photographer, mereka pasti ingin photo kita berdua." Well, who the fuck am I?
"Okay terserah, kau akan menjemputku?" Tanyaku.
"Ya, aku akan menjemputmu jam sembilan."
"Okay." Aku mengakhiri sambungan telephone.
****
Hi... if u read, please comment or vote. Don't be a silent reader guys. And follow me pls, i'll fback. Thanks, Much love xx
KAMU SEDANG MEMBACA
Does He Love Me?
FanfictionJustin tidak tahu apa yang harus dia lakukan untuk meng-kontrol emosinya. Dia melampiaskan emosinya dengan mencium gadis yang sebelumnya nerdy tampak memukau saat prom night. Vanilla dan Justin menjalin hubungan palsu untuk mempertahankan reputasi J...