Part 26: I Love You

3.1K 226 19
                                    

Sekarang tidak gelap lagi, melainkan putih. Semuanya putih. Tetapi aku masih tidak tahu dimana, berjalan kemana, aku tidak tahu. Suara-suara mulai muncul lagi. Suara-suara itu selalu muncul ketika aku tersadarkan lagi, tetapi sadar dalam keadaan seperti ini. Ini baru pertama kali tidak gelap.

"Justin, don't do this!"

"It's my fault! I deserve it!"

"You're so stupid! Don't cut yourself, don't do harmself! Do you relize that you're cutting yourself?!" Apa? Justin cutting? No! Aku harus bangun!

"Yes! I'm stupid! I'm stupid to let Vanilla like this, I'm stupid for not taking care of her! I'm stupid! God, why am I so stupid!"

"Justin stop!" Aku harus bangun, kenapa aku lemah sekali! Aku mencoba menggerakkan anggota tubuhku, tetapi semakin dicoba, aku semakin lemas. Kabut tebal mulai mengelilingiku, membuat napfasku menjadi sesak. Aku kesakitan bernafas. Kenapa ini?

****

Justin Bieber's POV

Tiba-tiba tubuh Vanilla seperti kejang-kejang. Dan bunyi detak jantung yang berada dari monitor bertambah cepat. Oh no, what happened? Aku langsung memencet bel yang berada disamping ranjang Vanilla untuk memanggilku dokter. Aku dan Brad langsung kesisi Vanilla. Aku mengabaikan pergelangan tanganku yang berdarah.

"Please stay strong Vanilla, please." Bisikku ditelinganya. Aku tidak tahu dia bisa mendengar ku atau tidak, tetapi aku harap dia bangun.

"You can do this. Please stay for me, for Justin, for everyone who loves you." Ujar Brad. Air mata meluncur di pipinya. Dia duduk dikursi roda dengan beanie yang menutupi kepalanya yang hampir tidak ada rambut. God, kondisinya semakin memburuk karena dia sempat berhenti meminum obatnya. Vanilla tidak bangun selama 5 hari. It's killing me! Kenapa aku tidak bisa hidup tenang bersama orang-orang yang ku cintai? Disaat semuanya baik-baik saja, pasti ada yang menghancurkannya. It's totally sucks!

Dokter datang bersama beberapa perawat. Mereka mengerumuni Vanilla. Aku dan Brad menjauh dari sana agar memberikan mereka ruang. Dokter itu memberikan suntikan kepada Vanilla, dan tidak lama tubuh Vanilla dan detak jantungnya mulai tenang kembali. Salah satu perawat memeriksa detak jantung dan apa-apa yang ada di monitor, aku tidak tahu apapun tentang itu.

"Detak jantungnya normal." Ujarnya. Dokter kembali mengecek alat vital Vanilla. Setelah dia selesai, para perawat membereskan alat-alat dan pergi keluar. Dokter berjalan kearahku dan Brad.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi Se jam lagi aku akan menceknya kembali." Ujarnya lalu pergi keluar.

****

Aku menunggu diluar ruangan, Vanilla sedang dicek oleh dokter. Brad sudah pulang karena dia harus istirahat. Aku tidak tega melihat wajah lemasnya. Mamanya Vanilla baru saja datang kesini, sedangkan papa nya ada meeting yang harus didatangi. Bertepatan dengan kedatangan mamanya Vanilla, dokter keluar dari ruangan dengan senyum di wajahnya.

"Bagaimana dengan Vanilla?" Aku langsung bertanya menghampiri dokter.

"She's doing good. Selamat, dia berhasil melewati masa kritisnya."

"Oh yatihan, terimakasih. Terimakasih, dok" mama Vanilla menutup mulitnya dengan telapak tangannya. Matanya berkaca-kaca.

"Apa kami bisa melihat nya?" Tanyaku

"Oh ya, tentu saja. Dia akan bangun ketika dia siap. Jika kalian tidak keberatan, saya permisi" dokter itu tersenyum dan berjalan menjauhi kami. Aku memeluk mama Vanilla, dia balas memelukku.

"Ayo kedalam." Ujarnya melepas pelukan dan mengusap air matanya.

****

Vanilla Vanderhill's POV

Does He Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang