Part 25: Be Strong.

2.7K 205 0
                                    

Matanya melebar dan menggelap ketika melihat Khalil menyentuhku yang setengah telanjang, tangannya mengepal dan rahangnya mengeras. Baru saja dia ingin berlari kearahku, tetapi Selena berdiri dan menarik tangannya. Justin baru menyadari kalau disini ada Selena. Bertepatan saat itu, pintu terbuka lagi. 2 perempuan masuk dengan hoodie di kepalanya. Saat mereka melepas hoodie dari kepalanya, wajah mereka baru terlihat. Taylor Swift, dan Vanessa Hudgens. Jadi yang waktu itu Selena mengintip dari rumah Jeremy itu bersama Vanessa?

"Sorry I'm late." Ujar Vanessa

"Yeah, there's a little problem." Lanjut Taylor

"It's okay, sekarang tahan dia." Selena menyerahkan Justin kepada Taylor dan Selena. Justin tersadar kalau dia hanya berdiam diri mendengar percakapan mereka. Dia mulai memberontak, tetapi Vanessa sudah mengikat tangan Justin di belakang tubuhnya.

"Kenapa kau melakukan semua ini?!" Teriak Justin kepada Selena.

"Karena aku menginginkanmu." Jawab Selena, mendudukkan Justin di bangku kayu.

"Aku tidak menginginkanmu!"

"Oh c'mon, kau dulu menginginkanku!"

"Itu aku yang dulu, aku yang bodoh karena memilihmu, tetapi kau dengan Zedd, mengapa kau seperti itu?!"

"Saat itu karirku menurun, media bosan karena aku denganmu terus, jadi aku mencari sensasi dengan Zedd. Agar karirku melonjak. Semakin media mengejarku, semakin banyak tawaran pekerjaan untukku." Selena tersenyum sinis.

"Bitch." Aku menggumam, tetapi sepertinya terdengar oleh Selena karena dia menoleh kearahku dengan raut wajah yang kesal. Khalil melepas ciumannya dari leherku, aku bahkan tidak menyadari dia masih menciumku.

"I hear you, you stupid idiot!" Selena berlari kearahku dan menjambak rambutku ke belakang. Aku meringis kesakitan.

"Don't hurt her!" Justin berteriak.

"Or what?" Selena mengeluarkan pisau yang tadi digunakan untuk menyayat pipiku. Mata Justin melebar, aku menatap matanya. Ada ketakutan disana. Jangan takut, Justin. Kau orang yang kuat.

Aku menggumam kata 'it's okay' kepadanya, dan Justin hanya menggeleng, memberitahuku bahwa semuanya tidak baik-baik saja. Aku tidak mau membuatnya seperti ini. Dia menjadi ketakutan, khawatir. Aku ingin semuanya selesai dengan cepat.

"Jika kau membunuhku, apakah kau akan menyudahi semua ini?" Bisikku kepada Selena.

"Oh of course, aku akan memberhentikan semua ini jika kau mati. Memangnya kenapa? Kau mau mati?"

Jika mati adalah pilihan terbaik, aku akan mengambilnya. Aku mau semua ini selesai.

"Bunuh aku." Bisikku, agar tidak terdengar oleh yang lain termasuk Justin. Aku tahu jika Justin mendengar aku meminta dibunuh, dia tidak akan membiarkannya.

Alis Selena terangkat, terkejut. Dan ekspresi bahagia muncul diwajahnya.

"Oh wow, dengan senang hati akan ku lakukan."

Dia memutar pisaunya ditangannya, memain-mainkannya. Justin mengawasi pisau itu, tidak dapat berkata-kata. Lalu ujung pisaunya diarahkan kedaguku, turun ke leherku, dadaku, dan keperutku. Justin menutup matanya, alisnya mengkerut ketakutan. Air mata jatuh dari matanya meluncur dengan bebas di pipinya. Oh don't crying Justin, you're strong.

Tiba-tiba ada bunyi sirine dari luar dan pintu terdobrak kencang. Para polisi masuk dengan pistol ditangan mereka masing-masing.

"Hands up!" Perintah salah satu polisi. Tubuh Selena tegang, tetapi pisaunya masih berada di kulit perutku. Scooter masuk dan melepas ikatan Justin dan mengamankannya. Sementara Taylor, Vanessa dan Khalil sudah mengangkat kedua tangannya.

Tiba-tiba Selena menancapkan pisaunya di perutku. Selena langsung berlari, tetapi polisi dengan cepat menembak kakinya, sehingga dia terjatuh di lantai. Memeluk kakinya yang tertembak mengerang kesakitan.

"VANILLA!"

Teriakkan dari Justin yang terakhir kali aku dengar sebelum penglihatanku gelap.

****

Gelap. Aku tidak bisa melihat apa-apa. Aku tidak tahu berada dimana. Aku kebingungan, berjalan saja tidak tahu kemana. Dimana mama? Papa? Brad? Justin?

Terdengar seperti suara bisikkan, entah dari mana. Lama kelamaan suaranya terdengar jelas.

"Kenapa dia belum bangun juga?" Itu suara Justin! Aku tahu itu dia!

"Kondisinya kritis, tusukan pisau itu cukup dalam. Saya juga belum bisa memastikan apakah dia berhasil melewati masa kritisnya. Kemungkinan 20 persen dia bisa melewati kritisnya."

"Sudahlah, kau pulang saja, kau belum istirahat. Biar aku yang menjaganya disini." Brad! Aku harus bangun. Aku mencoba menggerakkan anggota tubuhku, tetapi tidak bisa.

"Tidak Brad, kaulah yang harus istirahat. Jagalah kondisimu, kau baru saja menjalani kemo kemarin."

"Sayang, kau harus istirahat, Brad juga. Kalian harus istirahat. Biar kami yang menjaganya. Kalian bisa kembali lagi besok."

"Mom." Terdengar suara isakan dari Justin. Jangan menangis, Justin. Terakhir kali aku melihat nya menangis saat kejadian itu.

"Be strong for Vanilla."

"I will, Mrs. Vanderhill." Mamaku ada disini?!

Aku merasakan benda lembab yang hangat menempel di dahiku. Dan hal itu yang terakhir kali aku rasakan sebelum kegelapan menyeretku kembali.

****

Okay, so that's chapter 25! It's short, but I hope you liked it!

Happy news, hape gue gak disita sama nyokap lol. Gue lagi ulangan sampe jum'at minggu depan.

Makasih yang udah mau baca walaupun siders, ya udah gue maklumin dah. Yang penting nih cerita ada yang mau baca lmao. Makasih yang udah vote, love you. And makasih yang udah comment, walaupun kadang gue gak bisa bales, it means I'm busy, but thank you so much. And thank you for your support. Love you to the Mars and back. Sorry if there's any typos.

Does He Love Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang