37#

169 37 1
                                    

-----HAPPY READING-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


-----HAPPY READING-----

      Sudah tiga jam lebih gadis mungil itu berjalan tanpa arah sepulang dari rumah Jeo. Langkahnya yang tertatih-tatih menandakan suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Sangat kusut seperti rambutnya yang sempat ia acak-acak. Mungkin dengan penampilannya yang sekarang, ia terlihat seperti gelandangan yang belum makan satu hari ini.

Matanya sembab akibat menangis tanpa henti sedari tadi. Sampai sekarang masih begitu. Meskipun tidak sederas tadi. Rasanya air matanya mengering karena sudah terkuras banyak.

Dadanya masih terasa sesak. Padahal kejadian sudah berlalu sejak tiga jam yang lalu. Ia melihat sekitarnya, sekarang ia entah berada dimana. Yang pasti sekarang gadis mungil itu ada di dekat jalanan.

Kepalanya terasa pusing. Kulitnya yang putih merasakan ada air yang menyentuh kulit lengannya. Ia menengok ke atas, lebih tepatnya menengok ke arah langit dan awan. Keduanya tampak gelap. Seperti mendukung suasana hatinya yang saat ini juga sedang kacau.

Tes!

Bersamaan dengan air hujan itu air matanya juga ikut mengalir dengan derasnya. Ia terjatuh dan duduk dengan posisi menelungkupkan kepalanya di antara kungkungan. "K-kenapa hidup gue gak pernah bahagia? Kenapa gue gak pernah ngerasain yang namanya kebahagiaan?" lirihnya dengan bibir yang bergetar.

Fiza memukul dadanya yang terasa sakit. "KENAPA?! Hiks... Hiks... Hiks..."

"Karena Tuhan tau kalo Lo sanggup."

Fiza menoleh ke sumber suara. Matanya sedikit melebar menandakan bahwa ia terkejut dengan adanya orang itu.

"Lo?"

Orang itu berjenis kelamin laki-laki. Dia tersenyum dengan lebarnya dan mengulurkan tangannya pada gadis mungil yang sedang kacau saat ini. Tepat di hadapannya.

"Hujan Cil. Makan bakso yok?" ajaknya membuat Fiza semakin bingung.

"Lo kenapa disini?" tanyanya setelah menerima uluran tangan dari lelaki itu.

"Ntar aja jawabnya. Mau makan bakso gak?" Fiza menimang pertanyaan lelaki itu. Ia memegang perutnya. Sejujurnya ia sekarang memang belum makan sedari tadi dan sekarang ia merasa lapar.

"Ngajak-ngajak gue. Lo yang yang bayar ya!" tegas Fiza yang tidak mau menolak rezeki nomplok itu.

Lelaki itu terkekeh dan mengangguk. Tanpa sadar ia menggenggam tangan Fiza dan Fiza pun tidak memperdulikannya karena pikirannya sudah teralihkan dengan makanan yang berbentuk bulat seperti bola pimpong.

------

Fiza mengaduk-aduk baksonya dengan tatapan yang sendu. Ia masih teringat kata-kata menyakitkan Jeo yang mampu membuat hatinya berantakan. Jelas saja ia rapuh. Lelaki itu adalah orang yang ia cintai. Dan orang yang ia cintai malah mengatakan hal-hal yang menyakitkan seperti itu. Tentu saja ia merasa sesak!

Maaf, Aku Telat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang