52#

156 46 9
                                    

-----HAPPY READING-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----HAPPY READING-----

     Jeo berjalan dengan langkah pelan. Seperti yang diintruksikan oleh papahnya Fiza kalau kamar gadis itu ada di lantai atas. Tidak begitu sulit mencarinya. Sebuah kamar ada di hadapannya, tapi pintu tidak ditutup sama sekali.

Menarik napas dengan pelan. Tangannya mulai sedikit gemetar saat tiba di depan kamarnya. Ia dapat melihat sosok Fiza tertidur di kasurnya dengan wajah sendu. Ia sedikit takut. Bukan karena gadis itu mengerikan, tapi takut kalau rasa bersalahnya ini tidak akan berakhir sebab Fiza yang tak mau memaafkannya.

"Fiza..."

Dengan suara lirih dan sedikit keraguan ia memanggilnya. Manik mata cokelat milik gadis mungil itu bertemu dengan manik mata hitamnya.

Dadanya berguncang begitu hebat. Tatapan Fiza yang sendu namun lembut membuatnya ragu untuk kembali melangkahkan kakinya.

Fiza yang ada di ranjangnya merubah posisinya menjadi duduk karena sedikit terkejut dengan kehadiran pujaan hatinya. Ia kembali menatap laki-laki itu meski sempat menunduk karena malu.

"Je-jeo?"

Kaki Jeo terhenti seketika saat mendengar suara gadis di depannya. Jarak di antara mereka berdua telah berkurang. Fiza dapat melihat bahwa Jeo tak berani melangkah lagi. Membuat hati mungilnya sedikit tersentuh. Matanya yang berkaca-kaca kembali meneteskan cairan bening melalui pelupuk mata.

"Itu beneran Jeo apa bukan?" lirihnya dengan suara parau, "apa Fiza cuma mimpi ya?"

Dada Jeo sesak mendengar suara parau Fiza. Apakah dia telah menyakiti perasaan gadis di hadapannya ini? Apakah kehadirannya sekarang adalah sebuah kesalahan?

Fiza menundukkan kepalanya. Air matanya jatuh membasahi seprai yang dia gunakan sebagai pelindung kasurnya. "Kayaknya cuma mimpi deh. Fiza terlalu berharap Jeo dateng."

Isak tangisnya terdengar menyesakkan di dada Jeo. Memberanikan diri adalah yang dilakukannya sekarang. Kini gadis itu ada di dekatnya. Jeo duduk dan mencoba untuk menyentuh tangan gadis itu agar dapat menatap matanya. Ia ingin kembali memastikan perasaannya. Ini tidak terdengar egois, 'kan?

Fiza tersentak ketika tangannya disentuh dan sontak menoleh dengan pandangan lembut. Air mata masih mengalir, tapi tak diseka oleh pujaan hatinya.

"Jeo...?"

"Iya, ini aku."

Dahi gadis itu mengernyit heran.
"Kenapa ... aku?"

Jeo mengulum bibirnya. Membuat Fiza semakin heran. Mengapa Jeo yang ada di hadapannya berbeda? Apakah ini bukan Jeo?

"Iya, ini aku, Fiza."

Bibir Fiza kembali bergetar. Dadanya bergemuruh hebat. "Bukan. Kamu bukan Jeo. Kamu bukan Jeo..."

Maaf, Aku Telat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang