40#

166 36 2
                                    

-----HAPPY READING-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----HAPPY READING-----

     Seorang gadis mungil yang sedang duduk itu tengah termenung memikirkan tentang perkataan temannya tadi, atau lebih tepatnya -- sahabatnya -- yang bernama Indira di kantin.

Setiap kata yang diucapkan oleh gadis yang selalu berpenampilan seperti anak laki-laki itu terngiang di kepalanya. Tentang Tisha, gadis yang dia katakan munafik. Dan tentang mamanya Tisha, yang sedang jatuh sakit.

Pikirannya seolah teralihkan dengan apa yang baru saja terjadi. Entah mengapa, dalam beberapa detik saja ia melupakan semua tentang pujaan hatinya, Jeo. Jeo yang sudah membuatnya patah hati beberapa hari belakangan ini. Laki-laki yang membuatnya sulit untuk tidak meneteskan air mata dan selalu menguras tenaganya. Itulah yang membuatnya seolah semuanya tidak terjadi. Tapi itulah yang sedang terjadi sekarang. Gadis mungil itu tengah lupa akan keadaan percintaannya.

Ia memikirkan bagaimana keadaan gadis manis itu sekarang?

Kacau sekali pikirannya sekarang. Banyak masalah yang harus ia selesaikan, sepertinya. Apakah ia akan berbaikan dengan Tisha?

Ia mungkin gengsi, tapi bukan itu masalahnya. Perasaan kesal masih menggerogotinya. Itu saja.

Apakah benar hanya itu saja? Entahlah ia juga tidak mengetahuinya. Sekarang apa yang harus ia lakukan?

"Kalo Lo mau besuk nyokapnya Tisha. Kabarin gue. Tar gue kasih tau secara lengkap buat Lo." Indira menepuk pundaknya dengan lembut. "Lo harus turunin gengsi Lo. Lo yakin ngga kangen bareng-bareng lagi?" 

Benar-benar deh ya Indira mudah sekali mengomporinya. Dari dulu tidak pernah berubah. Dan entah mengapa, ia juga mudah sekali untuk panas. Gadis mungil itu menghembus napas dengan pelan. Berusaha untuk tetap tenang agar tidak kelihatan sedang kesal dengan pikirannya sekarang.

"Terpaksa deh gue."

Fiza mencari ponselnya yang berada di dalam tas selempangnya yang sedikit lebih besar dari yang biasanya. Mengetikkan sesuatu disana, di dalam room chat, setelah mencari nomer yang dituju.

"Kalo Lo masih nyimpen nomor gue. Nomor gue gak ganti. Masih yang lama. Hubungi nomor lama gue. Ok?"

Untung saja. Ia masih menyimpan nomer gadis sok tegar itu. Eh, ia juga sok tegar sih. Lebih tepatnya, siapapun orang di dunia ini, yang menghadapi tantangan yang sulit, pasti akan mencoba untuk terlihat tegar, bukan?

Tidak masalah tidak mau mengaku. Yang penting sadar diri aja dulu.

"Gak pa-pa kali ya? Ah, masa iya sih. Kan lagi marahan. Em, gimana ya? Tapi kan gue gak lagi marahan sama nyokapnya. Duhh," gumamnya penuh keraguan.

Akhirnya setelah berkecamuk dengan segala isi pikirannya. Fiza memutuskan untuk bertanya alamat rumah sakit -- tempat dimana Kanzia, mama Tisha dirawat, sekaligus ruangannya juga.

Maaf, Aku Telat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang