42#

149 38 2
                                    

-----HAPPY READING-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----HAPPY READING-----

"Tolong pertemukan mama dengan papamu. Mama ingin bertemu dengan dengannya, Theron."

Tisha tidak menjawab perkataan mamanya barusan. Dia masih memikirkan tentang papanya. Tidak ada yang harus dikatakannya, bukan? Bukankah hubungan antara mereka sudah berakhir sejak dulu? Mengapa sekarang malah mencarinya?

"Tisha, kamu keberatan dengan permintaan mama?"

Tisha berusaha untuk tetap tenang. Meskipun dalam hati ia tidak merasa tenang seperti kelihatannya. Ia berusaha untuk bertanya sebelum menerima permintaan mamanya. Mungkin mamanya ada keperluan dengan papanya yang tidak ia ketahui apa itu.

"Mama kenapa mencari papa, Ma?" tanya Tisha dengan suara lembut.

"Mama mau bertemu dengan papamu."

"Tapi kenapa, Ma? Tisha tidak bisa mempertemukan mama dengan papa begitu saja."

Kanzia terlihat berkaca-kaca.
"Mama sudah tidak kuat, Tisha. Mama ingin bertemu dengannya."

"Ma, Tisha sudah lama tidak bertemu dengan papa. Terakhir kali melihat papa, saat di pernikahan papa waktu itu." Kanzia diam, "sekarang pasti sulit untuk bertemu papa, Ma."

"Kamu telpon saja dia. Pasti dia akan mengangkatnya. Ajak dia bertemu lalu pertemukan mama dengannya, disini."

"Tisha tidak mau mengganggu papa. Papa pasti sekarang sedang sibuk dengan keluarga barunya."

Keluarga barunya? Oh tentu saja. Kanzia harus menerima kenyataan bahwa mantan suaminya itu sudah memiliki keluarga baru di luar sana. Tanpa dirinya dan tanpa anaknya yang manis dan penurut ini.

Entah mengapa ia tidak bisa menahan rasa sedih dalam hatinya. Air mata itu seakan ingin menerobos keluar dari sela-sela matanya.

"Ma?"

Tisha tampak khawatir dengan ekspresi wajah mamanya yang terlihat sedih. Apakah perkataannya barusan sudah menyakiti perasaan mamanya?

"Maaf, Ma. Tisha tidak bermaksud membuat mama sedih," ujarnya dengan lirih.

Kanzia menggelengkan kepalanya pelan.
"Bukan. Mama hanya sedih dengan diri mama sendiri, Tisha."

Tisha tidak ingin bertanya mengapa mamanya sedih karena dirinya sendiri. Tapi ia yakin itu pasti menyakitkan sampai-sampai orang seperti mamanya yang jarang menangis kini meneteskan air mata di hadapannya.

"Mama ingin bertemu papamu. Bukan karena mama menyesal, Nak. Mama marah sama diri mama sendiri karena belum melepaskan dia. Mama masih mencintai papamu, Tisha."

"Ma..." Tisha tidak kuat melihat mamanya seperti itu dan langsung memeluknya dengan hangat. Agar mamanya tidak merasa sendirian. Meskipun kini tanpa kehadiran papanya.

Maaf, Aku Telat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang