51#

150 42 5
                                    

-----HAPPY READING-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----HAPPY READING-----

     Beberapa jam kemudian, mata gadis mungil yang tengah terbaring di hospital bed itu perlahan-lahan terbuka. Matanya sedikit menyipit untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Ruangan serba putih pertama kali dilihatnya. Matanya menyorot sekeliling. Sosok Faris-- papahnya datang menghampirinya.

"Fiza? Kamu udah bangun, Nak?" seru Faris dengan binar di matanya. Terlihat antusias dan kebahagiaan dalam dirinya.

Fiza mengerjapkan matanya. Mencoba untuk tetap sadar. "Jeo mana, Pah?" tanyanya membuat Faris mengernyit.

"Ngga ada, Nak."

Garis wajahnya menurun.
"Kok gak ada, Pah? Tadi Fiza--"

"Sudah. Kamu jangan mikirin yang lain dulu. Kamu itu baru sadar. Jangan buat papah khawatir ya."

Fiza terdiam. Pipinya menggembung. Faris terkekeh melihat tingkah laku anaknya yang menggemaskan. Dengan gemas dielusnya pelan puncak kepala anak kesayangannya yang masih terkulai lemas di ranjang.

"Kamu mau papah temenin?"

Fiza menggeleng lemah.
"Fiza mau makan," Faris mulai beranjak dari tempatnya, "maunya makanan yang enak ya Pah. Fiza ngga mau makanan rumah sakit."

"Kamu tuh masih sakit, Fiza. Ngga boleh milih makanan ya. Biar cepat sembuh."

"Ihh papah mah," rengut Fiza kesal.

Faris menghembus napas panjang.
Ditatap anaknya dengan lembut dan mengatakan, "yaudah, mau apa? Tapi jangan yang berat-berat ya. Nanti kurang baik untuk kamu, Kak."

"Iyaa papah."

Faris memutuskan pergi dari sana dan membeli makanan seperti yang diminta oleh gadis mungil kesayangannya.

Namun saat di dekat pintu. Ia bertemu dengan Jeo yang sepertinya diam-diam memperhatikan anak gadisnya.

"Ehh Nak Jeo, ngapain?"

Jeo terkejut dengan kehadiran Faris dan langsung memohon pada pria paruh baya itu untuk mengecilkan suaranya. Ia tidak ingin Fiza mengetahui kalau dia ada disana. Dia belum sanggup menemuinya.

"Om, saya mohon, jangan bilang ke Fiza kalau saya yang bawa dia kesini ya."

"Iya. Saya ngomong gitu kok ke dia. Kayaknya kamu gugup gitu. Kenapa? Kalian ada masalah?"

"Ngga, Om. Cuma ngga mau buat Fiza gerak banyak. Kemarin darahnya banyak yang keluar. Saya jadi khawatir," ucapnya dengan sorot mata yang sendu.

Faris mengangguk mengerti.

"Kalau begitu, saya mau pergi beli makanan untuk Fiza."

"Iya, Om. Hati-hati."

"Nak Jeo juga."

Maaf, Aku Telat [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang