11

902 42 4
                                    

H
A
P
P
Y
R
E
A
D
I
N
G


Dibelahan negeri lainnya, seorang pria menatap layar monitor di depannya dengan penuh amarah. Batin nya bergejolak menahan amarah.

"Liat apa yang akan saya perbuat Tuan Redrick"

_________________________________________

Asgar menatap Papa nya yang sedang menarik kopernya, batinnya bertanya tanya, apa yang sedang di lakukan Papa nya itu? Kemana lagi pria itu akan pergi.

Dengan keberanian yang ada, Asgar melangkahkan kakinya mendekat kearah Pria itu. "Pa? Mau kemana?"

Pria itu menghentikan langkahnya, "Bukan urusan kamu!"

Asgar terdiam, batinnya kembali bersorak. Sepertinya Papa nya akan pergi lagi, cowok itu tersenyum tipis.

"Aku ga pungkiri kalau aku bener bener butuh kalian, tapi sikap Papa yang kaya gini bikin aku yakin kalau Papa ga butuh aku." lirihnya

Asgar tak memperdulikan Pria itu, ia segera pergi ke kamar nya. Pusing itu, dan sakit itu kembali datang. Rasanya sakit seperti ditusuk tusuk.

Asgar mencengkram kepala nya, rambutnya ia tarik guna menghilangkan rasa sakit itu. Namun nihil, rasa sakit itu  tidak kunjung hilang, justru semakin menjadi.

"Gue kenapa..."

Huek

Huek

Asgar merasakan sesuatu dari dalam perutnya, tiba tiba perutnya bergejolak ingin mengeluarkan sesuatu.

Huek

Huek

Asgar meluruhkan badannya di dinding kamar mandi, pandangan nya mulai mengabur. Sakit, ini sangat sakit. Asgar tidak kuat.

Sampai akhirnya, cowok itu pingsan, dengan ketidaktahuan siapapun.

_________________________________________

Bi Wati menatap kamar Tuan Muda nya, setelah terakhir ia melihat Tuan Muda nya itu dibawah melihat Tuan nya pergi, Bi Wati belum melihat cowok itu lagi.

Dengan rasa khawatir, Bi Wati masuk kedalam kamar Asgar. Sepi, tidak ada siapapun. Tapi, pintu kamar mandi terbuka. Dengan segera Bi Wati masuk, dan terkejut saat melihat Asgar tengah terbaring lemah di lantai kamar mandi.

"Den! Astaga Aden kenapa"

Asgar tersadar walau tidak sepenuhnya, Bi Wati membantu Asgar untuk berdiri. Mata wanita itu menancarkan raut wajah khawatir.

Wanita itu menggotong Asgar untuk tertidur di kasur, ia ingin menelfon Ayezha. Mengingat perkataan gadis itu jika terjadi sesuatu pada Asgar, jangan lupa untuk menelfon nya.

"Jangan Bi, aku ga mau bikin Ayezha repot" lirih Asgar, suaranya melemah, bahkan pusing itu masih meyelimuti nya

"Den, Ta—"

Asgar tersenyum mencoba meyakinkan, "Gapapa Bi, aku gapapa. Jangan telfon Ayezha ya Bi, aku mohon"

Bi Wati menatap mata Asgar, matanya sayu, terkadang mata itu terpejam dengan gigitan di bibir nya seolah menahan sakit.

"Kita kerumah sakit ya Den? Bibi khawatir"

Asgar menggeleng, "Aku gapapa, Bibi bisa keluar? Aku mau istirahat" ucap nya lembut

Bi Wati mengangguk, "Istirahat ya Den, Bibi kebawah dulu"

Asgar menatap pintu itu yang mulai tertutup, matanya menatap langit langit kamarnya. Matanya memerah, lagi dan lagi.

ASGARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang