#20. "Siapa ayahnya?!"

91 16 0
                                    

NADA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NADA

"Hir-ka." Aku terkejut dan langsung menoleh saat Mas Nala mengucapkan nama itu. Karena, aku masih ingat nama itu adalah nama yang pernah diceritakan oleh Mbak Rhea.

Seketika aku merasa nggak sanggup untuk berdiri, rasanya kakiku sangat lemah. Aku ingin pergi dari sana ketika melihat perempuan itu memeluk Mas Nala dan mengatakan, "Apa kabar?"

Mas Nala memang nggak secara gamblang membalas pelukan itu, aku yakin dia pun sama terkejutnya akan kehadiran perempuan itu. Namun, aku tetap nggak sanggup untuk melihat adegan itu. Bukan apa-apa, status mereka lah yang membuatku seperti ini.

Aku pernah mendengar bahwa Mbak Hirka pergi tanpa pamit waktu itu, bisa saja kan hubungan mereka dulu belum benar-benar berakhir? Ada sejuta pikiran buruk memenuhi kepala ku saat ini. Aku terlaku skeptis bahwa hubunganku dengan Masa Nala yang baru saja dimulai akan bertahan lama.

Mas Nala masih dalam pelukan Mbak Hirka, tapi aku menyadari tatapannya sedari tadi hanya fokus padaku. Aku masih saja terpaku di tempat, benar-benar nggak tahu harus melakukan apa. Aku harap ada seseorang yang akan membebaskanku dari tempat yang menyesakkan ini.

"Kalian bertiga udah datang?" Aku mendengar suara Mbak Adriana mendekat ke arah kami, dan itu seperti angin segar bagiku. "Pak Nuraga udah nungguin kalian dari tadi."

Tanpa banyak bicara aku langsung berbalik dan melangkah menuju ruangan Manager Marketing, Mas Naresh mengikutiku dari belakang, dan Mas Nala ... aku nggak tahu lagi apa yang dilakukannya sekarang—dengan Mbak Hirka.

Ternyata, Mas Nala tepat berada di belakang kami. Saat aku dan Mas Naresh baru saja masuk ke dalam ruangan, nggak lama setelah itu Mas Nala juga muncul dari balik pintu.

"Duduk, Na." Pak Nuraga mempersilahkan Mas Nala untuk duduk sebelum memulai pembicaraan. "Saya dengar kerja kalian di sana memuaskan, Baskara cukup puas sama hasilnya."

Aku dan kedua rekanku tersenyum, namun rasanya canggung sekali senyumku itu.

Lalu, aku melihat Pak Nuraga berdiri setelah mengatakan itu. Ia mendekat ke arah meja kerjanya, dan mengambil selembar amplop coklat yang aku sendiri nggak tahu isinya apa.

"Ini ada titipan dari Baskara untuk kalian." Pak Nuraga mengambil tiga kertas kecil berukuran seperti uang kertas dari dalam amplop coklat itu, dan menyerahkannya pada kami bertiga. "Ini cek untuk kalian, masing-masing bernilai 10 juta rupiah."

"Buat kita, Pak?" Mas Naresh nggak percaya.

Pak Nuraga tersenyum, "Iya. Buat kalian."

"Apa nggak berlebihan, Pak?" Aku tahu kerja keras kami memuaskan, tapi 10 juta hanya untuk seminggu apa nggak terlalu berlebihan?

"Nggak, Resh. Tenang aja, Baskara selalu seperti itu kalau merasa puas dengan bantuan seseorang. Anggap aja ini bonus untuk kalian."

Akhirnya, kami bertiga pun menerima cek itu. Walaupun masih merasa ini semua terlalu banyak.

Nada & Nala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang