24 | Speechless

307 55 83
                                    

🌟 nya jangan lupa yaa

Follow ig @are_.el
                @kiraya.qoratuadilla
                @rafka.galensi

galensi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

24. Speechless

Malam hari di salah satu hotel di Bogor, tepatnya di asrama para peserta olimpiade berada. Waktu makan malam sudah tiba, seluruh peserta olimpiade sudah berada di restoran hotel untuk makan malam. Terkecuali Raya dan Rafka.

Tadinya Rafka sudah ada di meja makan bersama perwakilan SMA Thunder yang lainnya, namun ia tak melihat ada Raya di sana. Rafka sudah menanyakannya pada guru dan beberapa siswa SMA Thunder, tapi tak satupun dari mereka yang melihat Raya. Rafka yakin bahwa Raya sedang menyendiri di kamarnya sekarang.

Rafka lalu pergi ke kamar Raya, di lantai 3 tepatnya. Ada satu hal penting yang harus Raya ketahui. Rafka dengan berlari kecil menuju lift yang masih tertutup rapat. Rasanya sudah tak sabar untuk melihat ekspresi Raya saat mengetahui hal penting yang akan diberitahunya.

Tak lama kemudian, lift itu pun terbuka dengan sempurna. Rafka masuk ke dalamnya lalu menekan tombol untuk menutup kembali pintu lift dan menekan tombol ke lantai 3. Tak sampai semenit, tapi terasa begitu lama untuk bisa mencapai lantai 3 dari ia yang tadinya berada di lantai dasar.

Lift berhenti di lantai tujuan Rafka. Langkah kakinya semakin cepat agar bisa cepat pula sampai di kamar Raya. Tangannya mengepal bersiap untuk mengetuk pintu saat dirinya berada di depan pintu dengan nomor kamar 316.

Diketuknya beberapa kali pintu bercat putih itu. Namun, tak ada jawaban apapun dari dalam sana. Diketuk lagi untuk yang kedua kalinya dan hasilnya masih sama, tak ada jawaban. Hingga ketukan pintu yang ketiga, barulah gagang pintu itu bergerak menandakan pintu akan terbuka.

Betapa terkejutnya Rafka melihat kondisi Raya saat ini. Raya benar-benar terlihat kacau dan menyedihkan. Mata yang sembab, pipi yang basah akibat air mata, rambut yang kusut, dan kamar yang terlihat tak ada pencahayaan.

"Ada apa?" tanya Raya dengan suara terdengar parau.

Ekspresi Rafka yang tadinya excited, kini berubah menjadi panik bukan main. "Kenapa lo kayak gini, Ray?" tanya Rafka balik.

Hanya hening. Raya tak menjawab pertanyaan Rafka. Tanpa menjawab pun bukankah seharusnya Rafka sudah mengetahui apa penyebabnya? Mereka kalah, bagaimana bisa tak tersemat kesedihan sedikit pun terlihat di wajah Rafka? Batin Raya.

Rafka menghapus air mata Raya yang ada di pipinya lalu merapikan rambut Raya yang tampak berantakan. "Kita makan dulu, ya? Jangan sedih lagi," bujuk Rafka begitu khawatir.

Raya menggeleng. "Aku nggak laper, Raf," balas Raya dengan tatapan kosong.

"Walau nggak laper tetep harus makan. Ayo, yang lain udah nungguin," ajak Rafka lagi.

Lagi-lagi Raya menggeleng.

"Nanti Papa bisa marah kalau lo nggak makan, Ray," kata Rafka memperingati Raya. "Nggak boleh berlarut-larut dalam kesedihan."

GUGUR [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang