N - 14

738 105 23
                                    

N - 14

Atap sekolah, tempat yang paling banyak diminati siswa didik. Dengusan angin deras yang melambaikan rambut, mendinginkan hawa panas muka dengan belaian indah. Tempat yang tepat untuk menjernihkan pikiran, namun begitu dalam artinya saat perasaan jahat dan buruk bertumpuk, menyesakkan hati hingga membuat otak terasa pecah dan berakhir dengan jatuhkan diri dari jarak 98,4252 kaki atau 30 meter.

Yoongi merinding, memikirkan dirinya jatuh dari ketinggian itu membuat sekujur tubuhnya terpengaruh, bagaimana jika setelah jatuh dia tidak dalam keadaan utuh, terpecah belah dan menyulitkan para petugas untuk mengumpulkan semua organ tubuhnya menjadi satu di dalam kantung mayat.

"Hiih." ngeri Yoongi. Pemuda itu berguling di atas satu-satunya sofa yang entah alasan apa diletakkan menengahi lapangan atap. Dan sejauh yang dia ketahui, sofa ini peninggalan salah satu senior yang lulus 3 tahun lalu.

Pemuda itu memejamkan mata dengan wajah memandang ke langit, menghela nafas, menghapus semua pemikiran tentang hancurnya tubuh dan kembali memikirkan demonya yang tak pernah selesai. Belum selesai, Yoongi hanya malas. Dia butuh mendistraksikan diri agar dapat memulai dengan ide baru yang keren. Diharapkan.

Lalu saat dia berhasil menggapai lelap, suara kencang dari pintu yang ditendang paksa membuatnya menaikkan kepala, melihat si anak baru dan adik kelas lainnya datang.

Yap, Jo Jungkook yang secara asing melupakan dirinya setelah mengajaknya untuk bergabung dengan geng (?). Hoseok bilang, Yoongi terlalu cuek dan Jungkook sudah berusaha, ugh tidak paham.

Alis Yoongi mengernyit melihat kedatangan tiba-tiba itu.

"Lo udah lewat bates, Yumi bener."

Yeonho mendengus, membuang muka, berjalan ke sisi ujung atap, memberikannya pandangan pada halaman luas sekolah. Matanya menyipit memperhatikan para muka, barang kali menemukan teman sekelasnya.

Kebanyakan siswa yang tidak berada di kantin ada di sana,  bermain apapun yang mereka inginkan, atau ada yang memilih untuk duduk di pinggir dan mengobrol banyak. Karena perut kekenyangan dan mereka tak tahu harus menghabiskan waktu istirahat dengan apa.

"Entah bener atau enggak. Taehyung bersalah." katanya, tanpa sedikit mengalihkan atensinya pada lapangan bawah.

"Urusan di elo apa tentang kesalahan dia." ujar Jungkook membuat Yeonho menoleh padanya, menatap tajam dengan raut kesal, "Kenapa lo jadi sok begitu sih Kook, mau nyaingin Yumi belain tu anak juga."

Jungkook menarik nafas, menahan kekesalan yang entah kenapa bisa hadir mengusai hatinya. Padahal dia tidak seharusnya seperti ini. Memikirkan perkataan Taehyung semalam seolah menghipnotis dirinya bahwa tidak semua yang terlihat dan terdengar itu kebenaran.

Namun dari semua itu, Jungkook juga terlalu mudah dipengaruhi. Kan.

Pemuda itu terdiam sejenak, menimang apa-apa saja kata yang harus tersusun agar tak menyinggung pertemanannya, karena meskipun Taehyung adalah seseorang yang dibenci, Yeonho sudah bertindak di luar garis itu untuk mengacaukan hidup Taehyung.

Jungkook paham, dia hanya orang yang datang sebagai siswa baru selama 2 minggu lamanya. Interaksi dengan Taehyung pun dia muat seminim mungkin, dan kemarin adalah percakapan pertama mereka yang membawa Jungkook pada pikiran yang sama semalaman.

Dan mengapa pul– astaga, Jungkook lagi-lagi terpengaruhi kalimat itu.

"Oke sorry. Gue kayak nyerang lo sekarang." Jungkook menghela nafas pelan, mengambil tempat di samping Yeonho dalam hening. Ikut larut pada kehebohan siswa siswi di lapangan bawah tanpa sedikit pun minat padanya.

Sebelah alis Yeonho terangkat, lalu dia membuang nafas, mengusap wajahnya dengan sebelah tangan. Agaknya juga menenangkan diri.

Kedua terdiam. Dan seakan kompak tak ingin pembicaraan apapun timbul, dan membuat suasana menjadi tidak nyaman seperti di kantin dan beberapa detik lalu.

Nethink [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang